PROKAL.CO, TANJUNG REDEB - Kementerian Agama saat ini tengah menyusun Peraturan Presden (Perpres) terkait, pungutan zakat yang bakal diambil dari pemotongan gaji PNS yang beragama Islam. Teknisnya nanti, gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) atau akan dipotong sebesar 2,5 persen.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Berau Alfi Taufik sangat mendukung kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan ini bukan hal yang baru. Hanya saja, belum diterapkan secara menyeluruh.
“Tetapi memang, belum semua instansi menerapkannya. Kemenag sendiri sudah lama memberlakukan,” ungkap Alfi, Selasa (13/2).
Dijelaskan Alfi, aturan pemotongan gaji PNS 2,5 persen ini sebenarnya sudah diberlakukan di Kemenag bersamaan dengan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Namun, aturan pemotongan gaji untuk zakat baru diterapkan 5 tahun lalu.
Untuk diketahui, sama seperti yang diungkapkan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin baru-baru ini, bahwa pemotongan gaji 2,5 persen untuk ASN muslim, tidak diwajibkan. “Wajib itu mengeluarkan zakatnya. Bukan wajib semua PNS muslim dipotong gajinya,” terangnya.
Adanya aturan ini, ujarnya, agar lebih terorganisasi. Bagi yang tidak bersedia tentunnya tidak dipaksa. Tetapi bagi yang bersedia dipotong, sebagai zakat profesinya, otomatis langsung dipotong oleh kantor secara sistem. Setelahnya dananya diterima, disalurkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) secara profesional.
Baznas yang kemudian memutuskan untuk, memanfaatkannya sebaik mungkin. Utamanya, bagi delapan asnap alias golongan yang wajib menerima zakat.
“Disalurkannya harus sesuai dengan ketentuan hukum dan syariat agama,” tegasnya.
Alasan lain Kementerian Agama menegaskan kebijakan ini, yakni potensi zakat bagi negara dinilai sudah cukup besar. Sehingga dianggap baik untuk mengurangi angka kemiskinan.
Sebagai gambarannya, jika zakat di Berau dioptimalkan, dana yang terkumpul bisa mencapai kurang lebih Rp 10 miliar dalam setahun. “Nilai yang cukup besar,” katanya.
Hanya, dirinya mewanti-wanti, agar berhati-hati dalam penyaluran zakat. Utamakan yang menjadi sasarannya orang-orang yang berhak. Setelah selesai masih ada sisa dana, baru dipergunakan untuk tujuan lain.
Sementara soal Perpres, ujar Alfi, hanya penegasan untuk memperkuat aturan. “Kan UU zakat sudah mengatur. UU syariat juga sudah. Tetapi untuk dasar payung hukumnya, itu bisa dijadikan alasan,” tutupnya. (*/ech/rio)