TANJUNG REDEB - Selain menyuguhkan berbagai makanan dengan olahan singkong, dalam gelaran Berau Expo 2016, Kecamatan Segah juga memamerkan beberapa jenis tas anyam atau lebih dikenal dengan tas anjat khas suku dayak.
Kampanye mengenai penggunaan tas pakai ulang sebagai pengganti kantung plastik yang banyak dilakukan beberapa tahun belakangan ini, tampaknya kurang mengena bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat yang ada di Kecamatan Segah.
Pasalnya, Dikatakan staf Kecamatan Segah, Rifka Ungau, hingga saat ini sejumlah suku adat masih memproduksi tas anjat dari bahan alam dengan berbagai teknik. Tas tradisional ini awet dan sangat kuat untuk membawa barang yang berat.
"Di beberapa kampung, tas jenis ini digunakan untuk menggendong anaknya. Misal, jenis tas Anjat khas Dayak," ungkapnya.
Dijelaskannya, tas jenis ini terbuat dari rotan yang di anyam dan dibentuk hingga membulat. Pewarna yang digunakan pun menggunakan pewarna alami. Proses pembuatan anjat cukup rumit, rotan harus dibelah dan dihaluskan kemudian anyam. Proses pengayaman anjat dilakukan dengan berputar dari kiri ke kanan.
"Warna hitam dari tas ini adalah hasil perebusan rotan selama dua jam, sengaja tidak menggunakan pewarna buatan agar tidak luntur," ujarnya.
Tidak hanya tas anjat, ada berbagai tas anyaman dengan model masa kini. Harga tas dijual mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Bagi kaum laki-laki, tas anjat digunakan sebagai wadah untuk perbekalan saat berburu ke hutan. Sedangkan kaum perempuan menggunakan anjat untuk menyimpan baju atau makanan saat pergi berkebun.
"Selain tas, di sini kami juga memamerkan berbagai macam pernak-pernik khas suku dayak. Seperti gelang, kalung, dan baju khas suku dayak, ada juga madu asli yang diambil dari hutan," terangnya. (*/sin/sos/app)