TANJUNG REDEB – Usaha sarang burung walet rumahan saat ini menjadi usaha yang banyak diminati masyarakat. Hal ini tak terlepas dari besarnya keuntungan yang didapat pemilik usaha saat sarang waletnya memasuki musim panen.
Salah seorang pengusaha walet di Talisayan, Khairil mengatakan modal untuk membangun sarang walet rumahan cukup relatif, tergantung besar atau kecilnya bangunan.
Untuk membangun sarang walet yang berukuran 4x8 meter yang berkonstruksi beton, ia merogoh kocek hingga Rp 150 juta. “Dana segitu sudah cukup untuk semua peralatan dan perlengkapan sarang, termasuk speaker sarang walet. Jadi tinggal dinyalakan saja,” katanya kepada Berau Post, Kamis (24/1).
Dengan modal yang tak sedikit, ia menerangkan pengusaha sarang burung walet pun belum tentu berhasil, karena burung walet bisa saja masuk di sarang lain. “Usaha begini nasib-nasiban aja, kadang berhasil, kadang juga rugi. Karena banyak gedung yang tidak ada isinya (sarang walet, red.),” ucapnya.
Pria berusia 30 tahun ini juga menjelaskan bahwa liur walet tersebut tak menentu, namun ia menyebut berkisar Rp 10 hingga 15 jutaan per kilogram (kg). Tinggi rendahnya harga jual tergantung kualitas sarang walet serta melimpah atau tidaknya sarang walet. “Kisaran harganya ya segitu, relatif,” tuturnya.
Sementara itu, salah seorang pengusaha sarang walet rumahan di Tanjung Redeb, Edy juga mengungkapkan tak jauh berbeda. Untuk wilayah Tanjung Redeb, ia menerangkan harga pasarannya Rp 10 hingga yang tertinggi Rp 15 juta untuk per kg.
Mengenai pembelinya, ia mengatakan saat baru selesai membangun sarang walet rumahan, sudah ada pihak-pihak yang mendatanginya dan menawarkan untuk membeli hasil panen sarang walet miliknya. “Seperti ada komunitasnya, jadi mereka ngajak gabung. Kalau saya panen harus jual ke mereka,” katanya.
“Biasanya sekali panen saya bisa sampai satu kilogram hingga tiga kilogram. Tergantung banyaknya burung yang masuk dan besar kecilnya bangunan,” sambungnya.
Perihal perizinan, dirinya mengetahui bahwasanya usaha sarang walet rumahan harus memiliki izin dan ia mengakui sarang walet miliknya belum memiliki izin. Ia beralasan belum ada waktu untuk mengurus izin. “Sudah tahu kalau harus berizin, tapi belum ada kesempatan saja untuk mengurus izin. Nanti kalau ada waktu pasti diurus,” tandas pria yang bekerja di pertambangan ini.(arp/asa)