Asyiknya Berburu Cakar

- Jumat, 25 Januari 2019 | 14:40 WIB

SAYA masih ingat persis, ketika sebuah kapal kayu yang tenggelam di depan Pulau Sangalaki. Muatannya, sekitar 70 bal yang berisi pakaian bekas dari ‘seberang’. Kalau setiap bal berisi 500 potong kain, bisa dibayangkan ribuan potong kain menutup karang cantik di pulau wisata itu.

Pak Wabup Agus Tantomo sempat terkejut bercampur marah. Setelah beberapa foto di-upload ke medsos. Ironisnya, kejadian itu muncul ke permukaan setelah sekian hari. Sudah sekian hari baju berbagai ukuran yang jumlahnya ribuan lembar itu menutupi terumbu karang.

Ia pun membawa tim selamnya untuk ‘panen’ pakaian di laut. Tapi tidak sanggup. Masyarakat pun diajak mengambil pakaian itu dan membawanya pulang. Maka, suasana di sekitar Pulau Sangalaki pun menjadi ramai. Nelayan dan ibu rumah tangga di Derawan dan Maratua berlomba mengambil pakaian.

Bukan hanya Pak Wabup bersama timnya, tapi juga sang istri, Fika Yuliana juga ikut menyelam. Lucu memang, ketika naik di permukaan, ada penyelam yang tiba di permukaan dengan membawa sepasang pakaian dalam (BH) berwarna merah. Ada juga yang mendapatkan pakaian anak kecil. Ada juga CD perempuan.

Sementara di tempat lain, warga Maratua dan Derawan seakan-akan berada di ruang ganti pakaian. Bila cocok dan bagus, ambil.  Tidak cocok dibiarkan menghiasi dasar laut. Jadi hiburan juga, padahal jumlah kerugian lumayan besar. Selama hampir dua minggu, pakaian bekas itu ludes dibawa warga. Tapi di sisi lain, tumbuhan karang pun jadi rusak terinjak-injak. Pemilik pakaian bekas pun sengaja membiarkan.

Saya juga ikut bersama tim yang diajak Pak Wabup, tidak ikut menyelam. Hanya menunggu di atas speedboat. Sebelum mereka menyelam, saya berpesan dicarikan celana jins merek terkenal.  Selang 15 menit, Yudi, tim selam sudah muncul dengan celana yang saya maksud.  Nomornya pun sama dengan yang saya pesan, tinggal dipotong sedikit.

Sekali waktu, saya menghadiri kegiatan reuni dengan teman-teman SMA di Makassar. Beberapa teman memakai pakaian merek terkenal. Ketika saya sapa soal pakaiannya, teman saya berbisik “Ini baju cakar alias rombengan Malaysia,” kata teman saya. Tren membeli baju bekas juga cukup ramai di kalangan ibu-ibu maupun remaja di Makassar. Terutama di Pare-Pare yang memang tempat mendaratnya kapal-kapal dari ‘seberang’.

Di Berau, cakar alias Rombengan Malaysia (Roma), bukanlah hal baru. Pakaian bekas ini sudah lama menjadi lahan bisnis yang menguntungkan. Tak sulit menemukan tempat yang menyediakan baju cakar itu. Mereka memilih jualan di satu lokasi yang sama yakni sekitar masjid At Taqwa, Jalan AKB Sanipah tak jauh dari terminal lama.

Sekarang, sudah ada banyak lokasi, baik di sekitar Jalan Durian maupun di Jalan Pulau Semama. Bukan hanya baju cakar alias Roma, sepatu roma juga ditawarkan. Konsumen tetapnya juga ada. Bahkan, ada komunitas pencinta pakaian Roma. Heheh, saya termasuk anggota muda. Belakangan baru ikut gabung.

Saya sering ngajak teman-teman ‘piknik’ (istilah untuk belanja di toko cakar). Ada 10 petak yang bersebelahan. Ada celana yang posisi tergantung. Ada juga yang masih dalam posisi bertumpuk-tumpuk. Biasanya yang bertumpuk, bungkusan besar yang baru dibuka. Mungkin dari sini, sehingga lahir sebutan ‘kain cakar’.  Sebab, harus mengais dan mencakar-cakar memilih jenis yang cocok.

Bila beruntung, setelah mencakar-cakar itu bisa mendapatkan bahan celana atau baju dengan merek terkenal. Saya sering juga ikut mencakar dengan harapan bisa mendapatkan baju Polo berlambang buaya. Kalau jenis T-Shirt, saya kurang berminat karena ukurannya tidak ada yang pas. Untuk jenis celana olahraga cukup banyak tersedia. Jangankan celana, ternyata juga ada pakaian dalam wanita, termasuk bed cover.

Beberapa celana jins merek Levi’s, menjadi koleksi saya dari hasil berburu cakar. Enak dipakai dan cocok. Ketika berbelanja pun masih terpasang label dan harga, menandakan masih baru. Saya tidak mau curiga, apakah label itu dipasang belakangan atau memang dari sononya. Enak dipakai. Orang pun tidak tahu. Kalau ada yang iseng bertanya, saya pasti jujur menjawabnya.

Dulu banyak yang protes. Ada juga yang menyebut itu ilegal. Saya tidak persoalkan legal atau ilegal, bukan urusan saya. Mengasyikkan berburu cakar. Sesekali cobalah berbelanja. Harganya pastilah tidak sama dengan harga di toko, murah. Jika beruntung bisa dapat kualitas asli yang harga jualnya di toko hingga jutaan rupiah. Di toko cakar untuk celana jins cukup Rp 150 ribu. Bungkus bos.(*/asa)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X