Perceraian Meningkat, PKK Prihatin, MUI Bilang Begini...

- Minggu, 10 Februari 2019 | 14:29 WIB

TANJUNG REDEB – Sepanjang Januari 2019, laporan perkara kasus perceraian yang diterima Pengadilan Agama (PA) Tanjung Redeb, sudah mencapai 118 kasus. Hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Berau, Sri Juniarsih Muharram.  

Sri Juniarsih mengaku turut prihatin atas meningkatnya angka perceraian di Berau dari tahun ke tahun, terutama dalam kurun waktu Januari 2019 yang jumlahnya meningkat signifikan. Dirinya akan mengupayakan untuk menekan angka tersebut melalui Kelompok kerja (Pokja) 1 dengan mengadakan pembinaan-pembinaan kepada keluarga-keluarga, khususnya keluarga muda. Sehingga bisa lebih matang dalam mengarungi bahtera rumah tangga.  

“Ke depan, kami juga akan membuat program sekolah Ibu yang dikhususkan untuk ibu-ibu, yang membina ibu-ibu. Agar mereka lebih memfokuskan diri dalam rumah tangga serta mengetahui fungsi dan tugasnya sebagai istri,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui kemarin. 

 Sri Juniarsih menerangkan, terkadang sumber perceraian bisa terjadi karena sang istri kurang mengetahui tugasnya sebagai ibu rumah tangga, cuek, dan sebagainya. Sehingga menyebabkan pertengkaran yang akhirnya berujung perceraian. Tentu hal itu berkaitan juga pada tugas-tugas di dalam majelis taklim yang bisa membina ibu-ibu supaya lebih matang dalam rumah tangga. Selain itu, juga dapat memberikan pencerahan supaya rukiyahnya itu lebih sehat.  

“Mestinya harus bener-bener menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Insyallah jika seorang ibu menikmati perannya sebagai istri, pasti akan menyadari bahwa tugas ibu rumah tangga itu adalah sebuah kewajiban, bukan merupakan pekerjaan yang membosankan,” terang istri bupati Muharram tersebut.  

Menurutnya, jika bisa menjalankan fungsi sebagai seorang istri dalam rumah tangga, tentu suami juga menjadi nyaman di rumah. Kemudian terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran yang membuat angka perceraian semakin tinggi.  

“Bisa juga karena adanya perselingkuhan. Kenapa itu bisa terjadi? Pasti ada penyebabnya. Yakni ada yang kurang sempurna di dalam rumah tangga,” bebernya.  

Bahkan, Sri Juniarsih mengungkapkan program sekolah ibu diyakininya bisa menjadi salah satu cara untuk menekan angka perceraian di Berau. Pasalnya, ia melihat Kota Bandung menerapkan hal tersebut dan sudah terbukti bisa mengurangi angka perceraian di daerah itu. Artinya, perempuan harus difungsikan sebagai istri yang sebenarnya. Tidak hanya pada hubungan biologis saja.   

“Tentu ada trik-trik supaya lebih nyaman ketika bersama-sama. Apa yang menjadi kekurangan, di sekolah ibu itulah bisa didapatkan. Penampilan seorang istri juga mesti diperhatikan, baik di luar maupun di dalam rumah,” jelas dia.  

Melihat tingginya angka perceraian yang didominasi cerai gugat, dibanding cerai talak, Ketua PKK sekaligus sebagai istri Bupati Muharram ini menilai bisa juga dipengaruhi efek dari tingkat pengangguran, kemudian istri kurang memahami dan menyadari fungsinya sebagai seorang istri.  

“Tetapi jika kita sudah mampu menjalani tugas sebagai istri masa sih suami mau marah, tidak menutup kemungkinan juga mengurangi peluang si suami untuk mencari orang lain selain kita. Kemudian, faktor ekonomi juga paling sering jadi biang masalah,” pungkasnya.  

Diketahui, Islam memang mengizinkan perceraian, tapi Allah membenci perceraian itu. Artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Dalam Islam perceraian itu tidak dilarang, namun harus mengikuti aturan-aturan tertentu. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Berau, Syarifuddin Israil menjelaskan bahwa tingginya angka perceraian disebabkan karena kurang memahami  agama. Terlebih, akhir-akhir ini ia melihat banyak terjadi karena faktor ekonomi. Tak sedikit juga terpengaruh pada media sosial (medsos) yang terkadang persoalan sedikit dibesar-besarkan. Lalu, adanya ketidaksiapan antara suami dan istri menerima perbedaan sehingga tidak mencari jalan keluar sebelum memutuskan bercerai.  

“Banyak juga terdeteksi di masyarakat yang bercerai itu karena suami dan istri sudah tidak saling percaya lagi. Artinya, pemimpin rumah tangga ini terkadang sudah kehilangan kepercayaan sehingga terjadi perceraian,” jelas Syarifuddin yang baru menjabat Ketua MUI periode 2019-2023 itu.  

Cara untuk menekan dari sisi agama, yang mesti dilakukan, menurut Syarifuddin, yakni harus memahami bahwa suami dan istri itu adalah insan yang diberikan Allah untuk saling memahami perbedaan, kekurangan dan kelebihan. Jika bisa menerima kekurangan masing-masing, insya Allah rukun. Sedangkan mengikuti kajian bisa dikatakan sebagai tidak lanjut setelah keinginan mempertahankan keluarga dengan bagus.  

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X