Sabar dan Rida dengan Takdir Allah

- Jumat, 29 Maret 2019 | 00:12 WIB

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Mari kita semua memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan hidayah

Salawat dan Salam, kita haturkan kepada Junjungan Nabiullah Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut yang setia sampai di yaumil kiamah.

Sesungguhnya di antara perkara yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kepada Allah yaitu minta agar hati kita rida menerima ketentuan dan takdir yang Allah berikan kepada kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdoa: “Dan aku mohon kepada Engkau ya Allah rida setelah ketentuan takdir yang Engkau berikan” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad).

Ketika hati kita rida, ketika hati kita ikhlas menerima semua ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita, ketika kita sakit kita rida, ketika kita ditimpa musibah kita pun rida dan kita berharap pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan kita senantiasa memohon keridaanNya, di saat itulah Allah akan berikan kepada kita berbagai macam kenikmatan yang tidak bisa digantikan dengan apapun juga. Kenikmatan itu berupa dada yang lapang, kenikmatan itu berupa kesabaran menghadapi ujian dan cobaan, kenikmatan itu berupa kita menjadi hamba-hamba yang tegar, yang kuat menghadapi berbagai macam ujian. Karena hati kita rida menerima ketentuan yang Allah berikan kepada kita. Oleh karena itulah, Allah ta’ala berfirman: “Tidak ada satupun musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah dan siapa yang beriman kepada Allah yaitu ia sabar menghadapi takdir, ia rida terhadap takdir, ia pun berusaha untuk sabar, Allah pasti berikan Hidayah ke dalam hatinya”(QS. At-Taghabun[64]: 11).

Maka orang yang senantiasa berusaha untuk rida dengan takdir yang Allah berikan kepadanya, akan diberikan oleh Allah hidayah. Hidayah untuk senantiasa sabar, hidayah untuk senantiasa Istiqamah di atas agamanya, dan ini kenikmatan yang luar biasa yang tidak akan pernah kita dapati dalam kehidupan dunia yang lebih baik darinya.

Ummatal Islam. Tidak mungkin kita rida atau dengan ketentuan Allah, kecuali apabila kita yakin dengan seyakin-yakinnya bahwasanya Allah tidak akan pernah zalim kepada hamba-hambaNya. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan keputusan-keputusan kepada hamba dengan keilmuanNya yang luar biasa sempurna, yang terkadang kita tidak diberikan ilmunya oleh Allah subhanahu wa ta’ala tentang hikmah-hikmah di balik musibah yang menerpa. Tapi ketika kita yakin bahwasanya Allah ilmuNya meliputi segala sesuatu, bahwasannya Allah Maha Adil, bahwasannya Allah tidak pernah zalim kepada hamba-hambaNya, maka kita yakin bahwa semua ketentuan Allah itu pasti adil. Tidak mungkin Allah menzalimi hambaNya. Allah SWT berfirman. “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi seseorang sekecil apapun juga”(QS. An-Nisa’ [4] : 40).

Allah juga berfirman: “Allah tidak menzalimi mereka akan tetapi merekalah yang berbuat zalim”(QS. An-Nahl [16]: 33).

Ummatan Islam, karena sesungguhnya Allah tak akan pernah berbuat zalim kepada hamba-hambaNya. Allah telah mengharamkan atas dirinya kezaliman. Dimana, disebutkan dalam hadits Qudsi, Allah ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharapkan kezaliman atas diriku dan aku jadikan itu sebagai sesuatu yang haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zalim”(HR. Muslim).

Ketika kita yakin bahwa semua yang Allah berikan kepada kita adalah kebaikan untuk diri kita. Karena sesungguhnya hakikat musibah yang menimpa berupa sakit ataupun musibah yang lain adalah menggugurkan dosa dan mengangkat derajat, dan terkadang menghindarkan kita dari suatu marabahaya yang lain yang lebih besar, hanya Allah yang Maha Tahu, maka di saat itu kita akan rida dengan ketentuan Allah, kita akan sabar menghadapi takdir yang Allah berikan kepada kita. Dan itulah jiwa yang akan tenang, jiwa yang akan senantiasa diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ketundukan dan kepatuhan, jiwa yang akan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kelapangan. Maka di saat itulah manusia akan beristirahat hatinya.

Berbeda dengan orang yang tidak rida dengan takdir Allah, ia tidak rida dan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala, ia akan menjadi hamba-hamba yang menentang Allah, dia akan menjadi hamba-hamba yang bersu’udzan kepada Allah, dia akan menjadi hamba-hamba yang tidak akan pernah rida dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan menuduh bahwa Allah tidak adil, menuduh bahwa Allah zalim. Menuduh dengan keilmuan dia yang sangat rendah. Dia menganggap bahwasanya Allah tidak berbuat adil pada dirinya.

Padahal sebetulnya manusialah yang tidak paham. Manusia hanyalah diberikan oleh Allah sedikit keilmuan saja. Allah berfirman “Tidaklah kalian diberikan ilmu kecuali sedikit saja”(QS. Al-Isra’ [17]: 85).

Ummatal Islam, Rasulullah SAW meminta kepada Allah: “Dan aku mohon kepada Engkau ya Allah rida setelah ketentuan takdir yang Engkau berikan” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad).

Karena memang Subhanallah, hati yang rida dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala adalah hati orang yang beriman. Hati orang yang tunduk kepada Allah dan yakin kepada Allah, hati yang senantiasa berbaik sangka kepada Rabbnya, hati yang betul-betul dipenuhi dengan keyakinan kepada Allah.

 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X