Lestarikan Penyu sebagai Ikon Daerah

- Sabtu, 30 Maret 2019 | 14:20 WIB

 

Sejak kecil, Nono sudah menyukai berbagai hal yang berkaitan dengan alam. Sampai-sampai dirinya pun tertarik menjaga alam sekitar hingga akhirnya apa yang sudah dilakukannya mendapat penghargaan.

ARI PUTRA, Tanjung Redeb

NONO Rachmad Basuki adalah satu dari tiga orang peraih penghargaan atas dedikasinya dalam menjaga lingkungan di Berau. Tak jauh berbeda dengan Berlianto, Nono juga fokus terhadap perlindungan fauna, khususnya menjaga keberlangsungan penyu.

Sejak kecil, diakui Nono, sudah menyukai hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan. Alam baginya menyimpan berbagai hal yang menarik dan rahasia, sehingga ia merasa terpanggil untuk menjaga lingkungan.

Ia mencontohkan keberadaan pohon mangrove yang menjadi sangat penting bagi manusia saat ini. Dengan fungsinya menjadi benteng alam bagi daerah pesisir dan daratan saat terjadi tsunami. “Saat ini banyak sekali proyek-proyek baik dari pemerintah maupun swasta untuk membangun beronjong (penahan ombak,red.) yang bisa menghabiskan ratusan bahkan miliaran rupiah. Padahal kita sudah punya mangrove sebagai benteng,” katanya.

Kelebihan mangrove, lainnya bisa menyerap dan memfilter limbah yang dihasilkan manusia seperti sabun, lalu dinetralisir sehingga menangkal limbah tersebut masuk ke dalam ekosistem di bawahnya. Sejak 2003 silam hingga saat ini, Nono masih menjadi bagian dari Yayasan Penyu Berau dan kerap membantu Konservasi Alam dan Lingkungan Tropical Indonesia (Kanopi).

Mengenai persoalan penyu yang ada di Berau, pria kelahiran Malang, 20 Juni 1979 ini mengungkapkan cukup kompleks. Karena daya jelajah atau migrasi penyu masuk lintas negara. Belum lagi adanya mitos di Berau yang menyebutkan apabila memakan telur penyu akan panjang umur.

“Degradasi penyu menurut pengalaman saya diakibatkan oleh masih adanya permintaan penyu untuk dijadikan obat atau cenderamata,” ujarnya.

“Dan kebanyakan dari pelaku penangkapan penyu menggunakan jaring, sehingga ratusan bahkan ribuan induk penyu mati, selain pengambilan telur penyu secara langsung oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” sambungnya.

Selama ini, peran pemerintah disebutnya sudah cukup bagus dengan adanya beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun, ia mengakui untuk melakukan monitoring maupun operasi memerlukan biaya yang cukup besar dan harus ada kerja sama antara pemerintah, penegak hukum dan swasta.

Apalagi dari catatan pihaknya, sudah ada beberapa pihak yang ditangkap aparat berwajib karena terlibat pencurian penyu maupun telurnya.

“Tapi hal ini tidaklah cukup karena selama ada pasarnya, maka pasti ada pelanggaran. Maka dari itu perlu kerja sama yang baik semua stakeholder untuk melestarikan penyu,” jelasnya.

Selama mengabdikan dirinya menjaga alam lingkungan, ia mengatakan salah satu hal yang disukai atas kegiatan tersebut adalah bisa langsung menikmati keagungan Allah melalui ciptaannya serta bisa berbagi dengan sesama.

Sementara hal yang tidak disukainya adalah karena harus meninggalkan keluarganya beberapa hari, padahal ia merasa sebagai seorang ayah, seharusnya memberikan kasih sayang serta mendidik anaknya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB
X