Dibanderol Rp 300 Ribu Sekali ‘Coblos’

- Minggu, 31 Maret 2019 | 16:18 WIB

BAGI kebanyakan orang, menjadi wanita penghibur mungkin dianggap sebagai pekerjaan yang hina. Tapi tentunya tak ada orang yang menginginkan menjadi seorang wanita penghibur di klub malam yang setiap malam harus berhadapan dengan minuman keras (Miras) berbagai merek. Seperti itulah yang dialami Bunga (nama samaran). Sosok perempuan berparas cantik dengan rambut sebahu itu adalah salah satu pekerja tempat hiburan malam (THM) di Berau yang mengaku sudah hampir 2 tahun bekerja sebagai wanita penghibur atau yang biasa disebut Ladies itu.

Merasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah Bunga yang sebenarnya. Berau Post pun menyamar sebagai tamu THM dan mencoba mendekati perempuan berusia 22 tahun itu yang sedang duduk di antara jajaran wanita penghibur lainnya di sofa panjang menunggu kedatangan lelaki ‘hidung belang’.

Bunga yang terlihat sedang asyik menggunakan Smartphone berwarna Pink itu pun melempar senyuman manisnya saat Berau Post mencoba mendekatinya. Jari jempol kanan-kiri wanita asal salah satu kota di Jawa Barat, itu tampak sangat lihai mengutak atik Smartphone miliknya yang bermerek terkenal itu. “Cari cewek kah Bang? Buka table yuk,” ajak Bunga saat Berau Post duduk di sampingnya. “Enggak, cuma mau bincang-bincang aja,” jawab Berau Post.

Ternyata, untuk menggali keterangan lebih dalam dari Bunga, Berau Post yang tadinya menyamar jadi tamu diharuskan membuka satu meja sesuai dengan aturan yang berlaku di klub malam. “Biar lebih enak ngobrolnya, Abang harus buka table. Itu peraturan di sini. Abang buka table dulu, baru pilih cewek yang bisa temani abang duduk,” kata Bunga.  

Demi sebuah informasi, Berau Post pun membuka table paling belakang yang tepat berada di pojok klub malam tersebut, meski hanya bisa menikmati sekaleng minuman berenergi dengan sebungkus camilan kacang Garuda. Perbincangan di sebuah ruangan besar full music dengan lampu remang-remang itu, Bunga membeber kisah pilu yang pernah dialaminya, sehingga dengan terpaksa terjun di dunia malam yang penuh hura-hura itu.

Setelah ditinggal cerai oleh suaminya sejak 3 tahun lalu, yang disebabkan oleh hadirnya pihak ketiga atau yang biasa disebut wanita idaman lain (WIL), kehidupan Bunga pun beserta seorang anaknya yang kala itu masih berusia 1,5 tahun, mulai terasa berat terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. “Suami saya itu enggak bertanggungjawab Bang. Lelaki brengsek. Dia meninggalkan anaknya yang masih kecil demi seorang perempuan selingkuhannya,” beber Bunga.

Karena hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP), dan tidak memiliki keahlian yang bisa dia andalkan untuk mencari pekerjaan di bidang swasta apalagi di pemerintahan, membuatnya terpaksa harus menggeluti pekerjaan dunia malam yang disadarinya dapat mengancam kesehatannya sendiri.

“Aku tuh enggak bisa minum alkohol Bang. Makanya kalau dapat tamu, aku paling cuma bisa minum bir. Itu pun paling banyak 2 botol sudah pening. Tapi mau diapain lagi, memang pekerjaan kami seperti itu setiap malam berhadapan dengan miras,” tuturnya dengan tersenyum.

Bunga bahkan mengaku setiap bulan setelah gajian, dirinya tak pernah luput mengirim uang kepada ibunya, yang kini memelihara anak sematawayangnya itu sejak dia bekerja di Berau. Soal besaran gaji yang dia terima per bulan. Wanita penghibur berkulit putih ini mengatakan besaran gaji tergantung jumlah tamu yang dia temani minum dalam sebulan.

“Kan ada biaya Ledisnya Bang. Rp 300 ribu per ledis, sampai THM tutup. Dari jumlah itu, Rp 100 ribu untuk ledisnya, sisanya untuk pemilik THM yang mempekerjakan kita. Itulah gaji kami yang diterima setiap bulan. Tinggal hitung berapa kali dapat tamu dalam sebulan,” ungkap Bunga.

“Pendapatan per bulan itu juga dipotong dengan sewa Mes (tempat tinggal,red.) jika kita tinggal di Mes yang disediakan oleh Bos (pemilik THM,red.),” sambungnya sambil menyebut dirinya biasa menerima gaji berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per bulan, di luar uang tip yang biasa didapat dari para tamunya.

Wanita penghibur yang mengaku biasa melayani tamunya di luar THM atau berlanjut ke hotel, ini juga mengatakan tidak setiap malam banyak tamu yang datang. Sehingga kalau pengunjung THM sedang sepi, maka ia pun terkadang tidak bekerja, karena tamu yang datang tidak memilihnya. Sepinya pengunjung THM tersebut pun terpaksa membuatnya harus mencari bokingan yang bisa diajak ‘bermesraan’ di hotel. Hal itu terkadang dilakukan untuk menambah pendapatannya, guna mengantisipasi ada permintaan transfer uang secara mendadak dari anaknya di kampung.

“Tidak selalu Bang. Sesekali aja kalau pas keluarga di kampung lagi butuh banget duit. Ya, bayarnya paling rendah Rp 1,5 juta, paling tinggi Rp 3 juta sampai pagi. Hotel dibayar sendiri sama tamunya,” akhir cerita Bunga.

Nasib yang hampir serupa juga diterima Laura (nama samaran). Wanita berusia 21 tahun yang berasal dari salah satu kota di Jawa Timur, ini diketahui memiliki pekerjaan sebagai pekerja seks komersial (PSK) yang berdiri sendiri dan mencari tamu via jejaring sosial di aplikasi Michat. Ditemui Berau Post di salah satu Indekos yang berada di seputaran Kota Tanjung Redeb, dua hari lalu, Laura mengaku lebih enak dan bebas menjadi PSK prostitusi online. Sebab menurutnya, tidak ada paksaan bagi dirinya untuk mencari tamu.

“Kalau kerja di klub malam atau di tempat prostitusi tertentu, kita tidak bisa menolak tamu yang mau sama kita mas. Kalau si Bos atau Mami (germo,red.) meminta kita layani tamu itu. Tapi kalau di online, kita tinggal pilih aja. Kalau kebetulan juga orangnya ganteng, lebih bagus. Kalau jelek, kadang-kadang juga aku tolak dan tidak ada paksaan. Kecuali memang lagi butuh banget uang,” jelas wanita yang saat itu mengenakan celana jin biru tua dipadukan baju hitam lengan pendek itu saat diwawancarai Berau Post.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Sinyal Kuat Isran-Hadi Kunci Gerindra

Rabu, 8 Mei 2024 | 20:00 WIB

Pyramid Game

Rabu, 8 Mei 2024 | 17:30 WIB

Kubar Fokus Tuntaskan Kemiskinan Ekstrem

Rabu, 8 Mei 2024 | 16:30 WIB
X