Bupati Harap Aparat Bertindak Tegas

- Minggu, 31 Maret 2019 | 16:21 WIB

PERSOALAN prostitusi dan peredaran minuman keras (Miras) di wilayah Kabupaten Berau bukanlah hal yang baru. Dua hal yang memang tidak bisa terpisahkan satu sama lain ini bisa dikatakan sudah ‘mendarahdaging’ di Bumi Batiwakkal -sebutan Kabupaten Berau- sejak puluhan tahun silam.

Meski kepala daerah silih berganti, namun praktik prostitusi dan peredaran Miras tetap saja terjadi dan seolah-olah sangat sulit diberantas 100 persen. Bahkan, pada tahun 2005 silam, Bupati Berau Makmur HAPK sampai menggelontorkan ratusan juta uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berau untuk menutup lokalisasi prostitusi di kawasan Kilometer (Km) 5, Kecamatan Teluk Bayur, serta memulangkan ratusan pekerja seks komersial (PSK) penghuni lokalisasi tersebut ke daerah masing-masing yang dibiayai melalui APBD Berau kala itu. Namun tidak lama kemudian, sejumlah PSK yang telah dipulangkan itu kembali mencari nafkah di Berau secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sejumlah pengelola tempat hiburan malam (THM) justru membuka lokalisasi di lokasi lain, salah satunya di Lamin, Kecamatan Teluk Bayur. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau pun kembali menutup dan membubarkan lokalisasi itu hingga sekarang, walaupun masih ada yang nekat beroperasi secara diam-diam.

Bupati Berau Muharram saat dimintai komentarnya, mengatakan selama kepemimpinan dia yang dimulai tahun 2016 hingga sekarang, telah berusaha menyelesaikan dan memberantas penyakit sosial tersebut serta menekan peredaran Miras di Berau. “Insya Allah, persoalan ini akan kami evaluasi. Saya juga memohon bantuan masyarakat untuk memberikan informasi di mana saja perdagangan Miras dan praktik prostitusi itu di Berau,” ujarnya kepada Berau Post, beberapa hari lalu.

Prostitusi dan Miras, diakui politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini bukan permasalahan yang hanya terjadi di Berau, tetapi juga marak terjadi hampir seluruh daerah di Indonesia. Termasuk seluruh daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) juga sedang mengupayakan pemberantasan dua hal tersebut. Bahkan, kata dia, para kepala daerah di Kaltim sudah melakukan kesepakatan untuk tidak membiarkan keberadaan prostitusi di Benua Etam -sebutan Kaltim- ini.

Lebih jauh, Muharram mengatakan terkait peredaran Miras di Berau, juga sudah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda) Berau Nomor 11 Tahun 2010 tentang Larangan Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. “Soal Miras itu sudah ada Perda-nya yang tidak dibolehkan beredar dan dijual di Berau, kecuali di Hotel Bintang Lima untuk keperluan Pariwisata,” tegas Muharram.

Pemberantasan praktik prostitusi dan perdagangan Miras di daerah ini, dikatakan Muharram, dibutuhkan kerja sama semua elemen masyarakat dan seluruh stakeholder yang ada untuk saling bersinergi dalam memberantas penyakit sosial itu. Terutama kerja keras pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) selaku aparat penegak Perda, dengan beberapa instansi lainnya.

 

Menanggapi adanya sejumlah THM di Berau yang justru menyiapkan atau memperdagangkan Miras serta menyiapkan wanita penghibur di klub malam, dikatakan mantan anggota DPRD Kaltim, ini sudah seharusnya THM tersebut ditutup dan dicabut izin operasinya. “Mestinya ditutup, cuma kan masalahnya penegak hukum juga harus konsisten dalam menegakkan aturan yang ada,” imbuhnya.

“Atau mungkin masih ada juga permainan di belakang layar. Itulah, seharusnya ada kesepakatan bersama semua pihak, baik pihak kepolisian, kejaksaan, Satpol PP, hingga bupati. Kita harus satu bahasa bahwa penegakan Perda maupun undang-undang harus dilaksanakan,” sambung Muharram.

Sejauh ini, dia melihat semua pihak yang terkait dalam memberantas praktik prostitusi dan perdagangan Miras di Berau masih setengah hati. Bahkan Muharram mengatakan masih ada oknum-oknum yang justru ikut 'bermain'. Karenanya, ia kembali mengharap aparat penegak hukum dapat bersinergi dengan Pemkab Berau untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan ini.

“Kalau mau Berau ini bersih dan tidak ingin lingkungannya dikotori dengan praktik prostitusi dan peredaran Miras, ayo kita sama-sama memberantas masalah ini hingga tuntas. Karena tidak mungkin hanya berharap bupati. Karena bupati tidak memiliki kewenangan menegakkan hukum,” tegas Muharram.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Berau AKBP Pramuja Sigit Wahono melalui Kasat Reskrim, AKP Agus Arif Widjayanto mengakui pihaknya cukup sulit mengungkap praktik prostitusi, khususnya prostitusi online, karena pelaku memantau pemberitaan di televisi. “Mereka (pelaku,red.) terkadang memilih pelanggan untuk dilayani,” ujarnya.

Agus menuturkan prostitusi online ini melibatkan muncikari dan pemain tunggal. PSK online yang memiliki muncikari biasanya memberikan pelayanan satu pintu yakni Mami atau Papi (sebutan untuk muncikari), dan pergerakannya pun agak susah ditebak dan dilacak sebab mereka hanya mau melayani orang yang sudah mereka kenal. Sementara untuk pemain tunggal, terkadang main terima saja alias tidak melalui muncikari.

“Yang mesti ditangkap duluan adalah muncikarinya untuk membuka jaringannya. Tapi ini agak sulit karena mereka pemain yang licin yang susah diendus. Bukan berarti kami diam saja. Kami pun terus berupaya melacak keberadaan mereka,” jelasnya.

Agus juga mengatakan memang tidak menutup kemungkinan prostitusi online di Berau terus berjalan, sehingga pihaknya pun selalu melakukan penelusuran untuk mengungkap masalah tersebut.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X