CELAKA NIH..!! Tujuh Pasien Positif HIV/AIDS

- Minggu, 31 Maret 2019 | 16:29 WIB

TAK bisa dipungkiri jika prostitusi tetap masih merajalela di Berau. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pihak. Tak hanya itu, mencari cara yang efektif untuk memberantas prostitusi juga menjadi tugas bersama. Tempat Hiburan Malam (THM) biasanya menjadi akses penularan penyakit kelamin seperti Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Abdul Rivai Tanjung Redeb, dr.Erva Anggriana menilai ada positif dan negatifnya. Salah satunya jika  menutup THM bukan berarti praktik prostitusi tidak ada lagi, justru membuat prostitusi terselubung semakin marak dan sulit dikendalikan.

Menurutnya, hal yang mesti dilakukan bersama adalah menyadarkan para pekerja seks komersial (PSK), bukan malah menutup THM. “Jadi juga mesti bekerjasama dengan Kementerian Agama. Tidak hanya Dinas Kesehatan, Satpol PP, tetapi harus tim yang menyelesaikannya. Keterlibatan Dinas Sosial juga sangat diperlukan,” ujarnya.

Sama halnya Dinas Kesehatan (Dinkes) harus memberikan informasi bahwa risiko menjadi PSK itu sangat besar. Harus mencari cara agar tidak terjadi lagi tindak prostitusi. Jika memang PSK tidak sanggup juga berhenti melakukan pekerjaannya tersebut, paling tidak ada cara-cara untuk mengurangi. Seperti penggunaan kondom yang lebih sehat.

Tetapi terkadang, lanjut Erva, pelanggan enggan memakai kondom karena merasa lebih nyaman tidak menggunakan kondom. Tapi tanpa penggunaan kondom, sumber infeksi jauh lebih besar kesempatan menularnya kepada pelaku seks bebas.

Erva menegaskan, dalam menanggulangi hal ini, bukan hanya Dinas Kesehatan yang harus bergerak, tetapi juga harus ada niat dari PSK itu sendiri untuk tidak lagi melakukan seks bebas. “Namun, baik lelaki ataupun wanita, keduanya bisa berpotensi membawa penyakit HIV/AIDS. Salah satunya memang adalah praktik prostitusi harus dihentikan,” ucapnya.

Pihak RSUD juga, kata dia, terus melakukan pemeriksaan penyakit mematikan tersebut secara rutin ke THM yang ada. Selain itu, juga ke Lembaga Pemasyarakatan (LP). Erva menyebut jumlah penderita HIV/AIDS meningkat cukup signifikan. Tahun lalu, sebanyak 27 pasien positif HIV/AIDS. Dan tahun ini, baru tiga bulan berjalan, sudah ada 7 pasien positif HIV/AIDS yang ditangani pihaknya. Angka tersebut bisa saja bertambah karena berdasarkan data ada sebanyak 38 pengunjung yang sudah melakukan konseling. “Jangan salah, pasien yang berkunjung ke kami didominasi LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Artinya, sebagian besar penderita yang positif merupakan gay,” bebernya.

Berbicara lebih jauh soal penyakit HIV/AIDS, wanita berhijab yang juga sebagai Kepala Klinik Ceria (Poli VCT) RSUD Abdul Rivai, ini menjelaskan ada beberapa hal yang dilakukan terhadap pasien sebelum didiagnosa terjangkit HIV/AIDS. Yakni melakukan konseling HIV sebelum dan sesudah tes HIV. Konseling sebelum tes dilakukan untuk memberikan informasi yang lengkap tentang HIV dan AIDS. Keuntungan dan kerugian VCT adalah untuk menggali faktor-faktor risiko dan cara menguranginya. 

Sedangkan Konseling bertujuan untuk mempersiapkan klien menghadapi hasil tes. Di sini, kata dia, diberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil tes, ke mana dan apa yang harus dilakukan seandainya positif HIV atau negatif dengan segala konsekuensinya. “Pasien yang datang biasanya mereka yang merasa sudah melakukan kegiatan yang berisiko dan terinfeksi HIV,” terangnya. 

“Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing) adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui status HIV dan dilakukan secara sukarela serta melalui proses konseling terlebih dahulu,” tambah Erva. 

Mengingat penyakit ini masih tabu di kalangan masyarakat. Erva menerangkan HIV/AIDS tidak menular seperti apa yang diasumsikan oleh masyarakat. Seperti  berciuman, dipeluk, makan bareng, serta berjabat tangan. Terkecuali, melakukan hubungan seks, narkoba, dan tranfusi, atau transplantasi. Karena menularnya penyakit itu melalui darah, sperma, cairan vagina serta ASI (air susu ibu) pada ibu hamil dan melahirkan.

“Jadi jangan takut. Banyak hal-hal sebenarnya aman tetapi masih dianggap tabu oleh masyarakat. Jadi sebaiknya dipahami lebih dulu penyakit itu,” terangnya.

Untuk penyakit ini belum ada obatnya yang bisa menyembuhkan. Untuk sekarang hanya mengandalkan obat yang hanya sebatas memperpanjang usia. Yakni Antiretroviral (ARV). Obat ini tidak mematikan virus. Tetapi setidaknya bisa menekan. “Satu hal yang perlu dilakukan konselor adalah memotivasi pasien agar hidupnya jadi lebih berkualitas. Itu yang terpenting,” tuturnya.

Perlu diketahui, pemeriksaan berkala bagi pasien yang positif terinfeksi, pada dasarnya ada tiga tahapan. Jika terinfeksi di hari pertama, 6 bulan biasanya hasilnya masih negatif.  Kemudian, pada 6 bulan hingga 10 tahun dipastikan hasilnya sudah positif di darah (HIV). Lalu, 1 hingga 2 tahun sudah bisa mencapai AIDS dan menunjukkan kondisi yang buruk.

“Jika pasien datang dan menunjukkan hasil negatif, saya perlu periksa kembali pada 3 hingga 6 bulan paling lambat. Jika hasilnya setelah 6 bulan pasien datang hasilnya tetap negatif, Insya Allah tidak terjangkit HIV. Berbeda jika setelah 6 bulan hasilnya positif tidak perlu ada pemeriksaan ulang. Karena dipastikan seterusnya akan positif hingga akhir,” katanya.(tim investigasi)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X