Mengantar Senja di Tepian

- Minggu, 2 Juni 2019 | 00:28 WIB

BERUNTUNG Berau punya dua sungai besar. Beruntung karena tepiannya dikelola dengan baik. Beruntunglah jadi warga, yang mendapat perhatian dari pemerintah daerahnya. Tak luas, tapi cukup panjang. Sepanjang tepian itulah, ‘miliknya’ anak muda.

Kemarin, Sabtu (1/6), saya harus mengatur waktu. Sebab, ada pesan singkat dari Ketua PWI Berau Pak Azis, bahwa ada undangan khusus wartawan untuk hadir buka puasa bersama di rumah dinas wakil bupati Pak Agus Tantomo. Saya sudah membayangkan menunya yang kelas berat.

Inilah hari penghabisan semua kegiatan yang terhimpun dalam satu lokasi, selama bulan puasa.  Sejak kemarin, satu persatu tak lagi menempati lokasi jualannya di Pasar Ramadan yang ada di halaman Masjid Agung Baitul Hikmah.

Petak yang membuat belasan anggota Pak Bakri, sejak Jumat (31/5) sudah nampak lengang. Hanya terlihat gerobak ditutupi terpal berwarna gelap. Lemari kaca yang biasa ditempatkan berbagai jenis jajanan, sudah diangkut pulang. Pertanda, sejak Jumat itu, Pak Bakri tidak jualan lagi.

Beberapa penjual yang sering menawarkan masakan khas Padang, juga tak jualan lagi. Padahal, saya masih ingin menikmati paru goreng nan lezat itu. Sambal hijau yang pedasnya minta ampun. Sambal goreng ikan layang kecil-kecil. Gulai otak, yang menggoda. Juga perkedel kentangnya yang gurih.

Beruntung penjual sayur yang jadi langganannya saya masih setia. Penjualnya, jika melihat saya pasti tersenyum. Hanya dua pilihan. Sayur kangkung rebus kacang hijau dan sayur santan labu. Tapi, saya tidak pernah membeli satu porsi penuh. Saya tak sanggup menghabiskan. Selalu minta separo. Harganya juga jadi separo. Hehe.

Saya bergeser lebih ke belakang lagi, ternyata tetangga saya juga masih jualan. Saya selalu pesan, walau hanya satu biji adalah kue khas bugis berwarna hijau yang manisnya minta ampun. Sudah manis, ternyata direbus dengan gula lagi. Manisnya jadi berlipat-lipat. Dinikmati setelah dimasukkan ke lemari pendingin, terasa segar. Nama kuenya Sikaporo’. Saya tidak tahu, bahasa Indonesianya apa.

Juga masih memanfaatkan hingga hari terakhir, penjual yang menempati posisi pojok yang menawarkan masakan siap santap. Ada ikan asin tumis asam, ada sambal mangga, ada gorengan hati, ada ikan bakar bumbu merah. Saya beli seporsi ikan asin tumis asam. Mengundang selera makan. Apalagi, dinikmati bersama sayur santan yang separo harga itu.

Ada sesuatu yang hilang, ketika meninggalkan kawasan Pasar Ramadan. Suasana seperti ini hanya ada di saat Ramadan tiba. Bisa jumpa banyak teman, ketika momen bulan puasa. Bisa bertemu dengan semua yang sudah dikenal dan juga baru berkenalan di lokasi itu. Bahkan ada juga cerita teman, yang kabarnya ada juga sempat cinta lokasi. Itu juga berkah.

Saya sengaja tidak membeli kelapa muda di Pasar Ramadan. Padahal ada tiga penjual dengan harga seragam Rp 12.500 per buah. Juga tidak membeli yang jualan di depan Perpustakaan Daerah, yang istrinya sempat menggoda soal santan kelapa tua. Saya pilih membeli kelapa muda di dekat pintu masuk pelabuhan. Sekalian berbelanja gorengan, untuk teman-teman saya yang buka puasa di masjid depan rumah.

Udara Tanjung Redeb sore itu, sangat cerah. Matahari mulai memberikan cahaya keemasannya. Mengubah suasana terik menjadi semakin sejuk di kawasan tepian Sungai Segah Jalan Ahmad Yani. Saya ingat, dulu di tempat ini saya pernah jualan crape yang enak. Berhenti, gara-gara tenaga yang membantu saya pulang kampung dan tak kembali lagi.

Semakin senja dan semakin mendekati beduk Magrib, sepanjang tepian juga semakin ramai. Banyak juga warga yang memilih, buka bersama di tempat ini. Saya mampir di warung milik Pak Saparudin. Tempatnya strategis, tepat di sekitar jembatan. Kursi putih yang sudah berubah warna kehitaman, baru saja ditata oleh Pak Saparudin.

Saya mampir. Tapi, bukan untuk menanti saat buka puasa tiba. Saya juga lama tak jumpa dengan Pak Saparudin. Biasanya, tempat ini berkumpulnya wartawan Berau Post, usai bekerja lewat tengah malam. Saya hanya duduk sejenak, menikmati indahnya senja. Tak banyak informasi yang saya dapatkan dari Pak Saparudin. Saya tak mau mengganggu. Dua anak buahnya yang berjilbab merah, juga sibuk. Layar lebar televisi, juga mulai diaktifkan dengan siaran berita politik.

Saya hanya ingin mengantar senja di tepian, di warung Pak Saparudin, di penghujung aktivitas selama bulan puasa. Betul dugaan saya, walau kalangan terbatas, ternyata buka bersama di rumah Pak Wabup menunya kelas berat. Ada sup kambing, ada udang tiger goreng, ada sayur nangka, ada empal jagung, juga ayam tumis kuning. Alhamdulillah. Selamat menjalankan ibadah puasa. (*/udi)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X