Harus Sigap sebelum Kabur

- Rabu, 12 Juni 2019 | 15:38 WIB

Kabupaten Berau memiliki segudang destinasi wisata menarik, tak hanya dari segi keindahan bawah lautnya seperti di kawasan Pulau Derawan hingga Maratua, keberadaan Bekantan di Pulau Besing juga menjadi daya tarik tersendiri.

MAULID HIDAYAT, Gunung Tabur

Pulau Besing merupakan salah satu kampung yang berada di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Dengan motor atau mobil, hanya butuh  45 menit dari Kecamatan Tanjung Redeb untuk menuju ke sana.

Selasa (11/6) media ini pun berkesempatan melakukan perjalanan menuju ke Kampung Pulau Besing. Perjalanan dimulai pukul 06.00 wita dari Tanjung Redeb. Tepat pukul 06.45 wita, media ini memasuki jembatan besi yang dibangun pada tahun 2016 lalu, jembatan ini merupakan satu-satunya akses darat menuju Kampung Pulau Besing.

Tiba di sana, terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang fokus menganyam daun nipah untuk dijadikan atap rumah. Untuk menjelajah Kampung Pulau Besing, Berau Post disambut Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pulau Besing, Harsono.

Sambil beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perburuan menggunakan perahu menyusuri Sungai Berau, Harsono menyebut, berdasarkan survei Forclime terdapat sekitar Rp 1.400 ekor bekantan yang menempati Pulau Besing, Pulau Bungkung, dan Pulau Samboyyan.

Untuk diketahui, Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis monyet berhidung panjang dengan rambut berwarna cokelat kemerahan, merupakan satu dari dua spesies dalam jenis tunggal monyet Nasalis.

Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai monyet Belanda.

Umumnya, Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 Kg, sedangkan Bekantan betina umumnya berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.

Perjalanan kami pun dilanjutkan menggunakan menyusuri sungai, di antara bisingnya suara mesin perahu, Harsono menyebut kalau Bekantan di pulau tersebut masih liar dan kerap menghindar jika mengetahui keberadaan manusia. Tapi media ini cukup beruntung, berkeliling sekitar 30 menit di bawah teriknya matahari, kami berhasil melihat secara langsung Bekantan sedang bermain di dahan pohon.

Jika sudah begitu, dibutuhkan sedikit kesigapan mengarahkan lensa kamera ke arah Bekantan, sebelum mereka bergerak cepat untuk bersembunyi mengetahui kehadiran kami. “Memang liar dia, karena kan masyarakat sini tidak pernah memberi makan kepada mereka, makanya mereka takut kepada manusia,” lanjut Harsono.

“Kami memang tidak ingin mereka jinak, biar wisatawan hanya dapat memandangi dan memfoto tanpa bisa memegang. Kami takut habitat mereka rusak,” pungkasnya.

Melihat sulitnya untuk bertemu dengan gerombolan Bekantan, Harsono mengutarakan keinginannya untuk meminta bantuan membangun tracking masuk ke hutan atau menggunakan perahu dan berkeliling ketiga pulau tersebut. “Kami ingin Bekantan ini menjadi icon dikampung ini,” tuturnya. (*/yat/sam)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X