Menanti Senja di Pantai Losari

- Kamis, 13 Juni 2019 | 15:01 WIB

APA yang paling dinantikan saat berada di Pantai Losari, Makassar? Tak lain, proses bergeraknya matahari hingga hilang di ufuk barat. Momen-momen indah itulah yang dinanti ribuan pengunkung hingga memadati kawasan sepanjang Pantai Losari. Tampak para pengunjung sibuk mengabadikan momen tersebut.

Semuanya harus direncanakan. Bila tidak, akan terlambat tiba. Jam tertentu arus lalu lintas di Makassar padat. Belum lagi mencari lokasi yang tepat untuk parkir kendaraan.

Saya datang tepat Pukul 17.00 Wita. Saya menumpang kendaraan berbayar. Sengaja turun tak jauh dari Makassar Golden Hotel (MGH). Seingat saya, MGH ini dulunya adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Di tempat ini pula, warga yang tinggal di pulau yang masuk gugusan kepulauan Spermonde, untuk berangkat.

Belum ada angkutan yang menggunakan mesin. Masih perahu layar. Yang diperhitungkan angin darat dan angin laut. Saya sering menumpang kapal layar namanya Kapal Lambo yang layarnya bukan dari kain, menuju Pulau Kodingareng, kampung ibu saya.

Saya tidak tahu, seberapa panjang dari MGH hingga ujungnya. Karena luas itulah pengunjung yang datang tidak terlihat padat, padahal banyak sekali.

Ada yang hilang di pantai ini. Tak terdengar lagi suara ombak yang menghempas ke pantai. Ini dampak lain dari proses pembangunan reklamasi di depan Pantai Losari. Reklamasi yang dibangun Center Point of Indonesia. Ada bangunan pesanggerahan dan masjid dengan 99 kubah kecil yang entah kapan selesai dikerjakan.

Losari memang menjadi kebanggaan. Kebanggaan warga Sulawesi Selatan. Landmark yang dibangun ada yang mewakili etnis yang ada, juga beberapa ikon monumental dan patung para pahlawan di daerah. Tak ketinggalan, kekhasan yang ada di daerah seperti becak dan kerbau belang dari Toraja.

Ada gapura besar yang tak banyak warga mengetahuinya. Gapura dengan membayangkan ketika ribuan warga dan wisatawan datang, lalu berswafoto dan disebarkan ke seantero jagad melalui media sosial.

Sama dengan sepanjang Sungai Segah dan Kelay. Di sepanjang Pantai Losari, juga terlihat sampah kemasan plastik. Entah dibuang warga atau sampah kiriman. Sampah itu hanya terlihat sejenak. Ada dua perahu sampah Katamaran yang siap membersihkannya di pagi, siang, dan sore hari.

Matahari terus bergerak perlahan. Dan Pulau Lae-Lae di depan Pantai Losari terlihat semakin samar-samar. Sayang, Film Senja di Pantai Losari yang dibuat tahun 1975 silam yang diperankan Zainuddin (Deddy Soetomo) dan Nursiah ( Emilia Contessa) sebuah film drama kehidupan. Mungkin kalau dibuat lagi sekarang akan menjadi lebih romantis.

Ada juga bait lagu yang dinyanyikan Elvi Sukaesih, dimana ada bait lagunya menyebut Pantai Losari dan nama Daeng Lala. Semua orang tahu lagu itu. Lagunya berjudul Sumpah Benang Emas. Ternyata Pantai Losari menjadi sumber inspirasi banyak orang.

Saya yang merantau di kampung sendiri, tak ada kenangan khusus di pantai ini. Sore itu, saya khusus datang menanti datangnya senja. Saat-saat seperti itu yang mengesankan. Banyak perantau bahkan saudagar bugis Makassar juga datang menanti senja.

Saya teringat syair lagu Elvi Sukaesih baitnya seperti ini, Daeng Lala Tak Mungkin Kulupakan, Sumpah Kita di Pantai Losari, Daeng Lala Pabila Bawakaraeng, Lalu Berpindah ke Tanah Jawa. Bolehkah Nama Daeng Lala berganti Daeng Sikra yang tengah menanti senja di Pantai Losari?(*/asa)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Jalan Rusak di Siradj Salman Minta Segera Dibenahi

Kamis, 18 April 2024 | 10:00 WIB

Pemotor Terlempar 25 Meter setelah Diseruduk Mobil

Kamis, 18 April 2024 | 07:50 WIB

Pertamina Kirim 18 Ton BBM ke Kutai Barat

Rabu, 17 April 2024 | 18:00 WIB
X