Pantura dan Pulau Derawan

- Jumat, 21 Juni 2019 | 14:46 WIB

BAGI penjual makanan, memang mengalami kesulitan untuk menampilkan semua harga yang ditawarkan. Sebab mereka juga adalah konsumen dari sekian jenis bahan pendukung untuk dijual kembali. Apalagi, semua harus didatangkan atau berbelanja di luar tempat tinggal mereka. Seperti di Pulau Derawan.

Saya ingat, dalam setiap perjalanan menuju Talisayan. Saya selalu singgah di salah satu rumah makan di Mangkajang. Semua masakan sudah tersedia. Tinggal mengambil, setelah ada dipiring dan kembali ke meja, barulah pelayannya datang menghitung. Saya sendiri bingung, bagaimana mereka menentukan harganya.

Kalau telur dadar mungkin jelas hitungannya. Tapi kalau udang sambal petai, bagaimana menghitungnya.  Apalagi sayuran yang kuahnya saja yang lebih banyak. Sepanjang saya berkunjung ke warung itu, saya tak pernah mendengar ada klaim dari pelanggannya.

Juga kalau saya mampir di warung Pak Yus di Talisayan. Pak Yus hanya bertanya berapa orang. Tak ada harga per porsi yang ditempatkan di meja atau di dinding. Berapa harga ikan putih, belanak, maupun jenis ikan lainnya. Apalagi ditambah kerang. Juga tak pernah terdengar ada yang protes. Bisa jadi Pak Yus lebih bijaksana dalam menentukan harga, sebab ikan dan seluruh bahannya mudah didapatkan.

Ke Tanjung Batu juga seperti itu, saya biasanya membeli ikan di penampungan. Lalu, saya bawa ke salah satu rumah makan di terminal Tanjung Batu (Cafe Tepian) minta dibakar atau digorengkan. Saya hanya membayar nasi, sayur, dan minuman. Praktis, dan suasana berwisatanya juga terasa.

Lalu, tiba-tiba ada berita yang menyita banyak perhatian soal harga jual salah satu rumah makan lesehan di kawasan Pantura. Yang disoal, harga yang harus dibayar konsumen usai menikmati pesanan kakap bakar, udang, cumi, burung dara, dan cah kangkung. Ditambah minuman dan nasi putih. Oleh konsumen sangat keberatan dengan harga itu.

 

Saya belum pernah melewati kawasan Pantura (Pantai Utara) Jawa, tapi saya yakin rumah makan yang ada banyak.  Bukan hanya rumah makan lesehan ‘Lamongan Indah’ seorang diri. Pemiliknya pasti punya alasan kuat.  Seperti warung lainya juga punya alasan kuat, mengapa harga jualnya berbeda di rumah makan Lamongan Indah. Saya pernah menikmati makan malam di salah satu kawasan kuliner di Jimbaran, Bali. Karena ditraktir, saya tidak tahu harganya. Tapi, saat mengikuti teman yang mentraktir ke kasir atau membayar dengan kartu kredit, saya lirik harganya luar biasa. Tapi, tempatnya tak pernah sepi. Juga tak pernah ada keluhan. Memang daftar harga terlihat jelas setiap item yang dijual. Ada per ekor, ada juga per ons.

Dengan menu yang hampir tidak berbeda, muncul juga di Pulau Derawan. Keberatan konsumen dengan harga jual yang menurut dia tidak realistis. Konsumen sebanyak 10 orang dengan menu kepiting, udang rebus dan menu lainnya, plus nasi putih dan minumannya.

Saya setiap ke Pulau Derawan, tidak pernah makan di tempat saya menginap. Saya selalu ke warung di pinggir jalan kampung. Selalu dalam jumlah banyak. Yang saya pesan, memang semua menu ikan. Sehingga, walaupun pemilik warung tidak mencantumkan harga, saya hafal harga jualnya.

Sebagai pulau wisata, perbedaan harga jual tak bisa dihindari. Kalau di Tanjung Redeb saja kelapa muda dijual Rp 10 ribu, di Derawan harganya Rp 15 ribu. Saya melihat itu wajar saja. Memang, saya sering mendengar keluhan soal harga. Baik makanan maupun pernak-pernik lainnya.

Saya memahami, Pulau Derawan tidak punya kepiting maupun udang. Tidak ada lahan untuk bertanam sayuran.  Yang ada hanya ikan. Itu pun (maaf) ikan sering didatangkan dari Tanjung Batu. Sehingga komoditas itu didatangkan dari tempat lain. Mereka memperhitungkan harga beli ditambah biaya perjalanan sebelum menetapkan harga jualnya. Untuk menu tertentu, harga pasti berbeda di luar Derawan. Apalagi yang ditawarkan kepiting atau udang maupun ikan ditimbang dulu, pasti lebih tinggi harganya.

Yang lain mungkin bisa dicantumkan dalam daftar harga seperti minuman dan sayuran. Tapi ikan, kepiting, dan udang, sangat sulit. Sebab harga beli komoditas ini juga fluktuatif. Ada saran memang, bagaimana perbedaan harga itu tidak terlalu besar. Pedagang cukup mengambil untung sedikit. Sebab dengan begitu, ada dua dampak yang dirasakan. Dampak keindahan laut Derawan, juga dampak kunjungan wisatawan.

Seperti halnya persoalan harga jual di Pantura, pemkab setempat turun tangan membenahi. Diberikan petunjuk hingga bimbingan bagaimana dalam berjualan dan menetapkan harga. Di Derawan, perlu juga ada tim yang turun tangan dalam membenahi hal ini. Memberikan bimbingan. Syukur-syukur bila disepakati harga yang lebih murah. Khususnya jenis ikan bakar. Sehingga wisatawan yang datang bisa menikmati indahnya laut, juga menikmati segarnya ikan bakar dengan harga yang terjangkau.(*/asa)

 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X