Sepekan, Seribu Kantong Sampah

- Senin, 24 Juni 2019 | 14:28 WIB

SAMPAH menjadi salah satu persoalan besar di semua tempat wisata. Tak terkecuali di Pulau Derawan dan Maratua. Seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, produksi sampah juga terus meningkat. Persoalan inilah yang dihadapi masyarakat bagaimana mengatasinya.

Betul saja apa yang selalu disampaikan Wakil Bupati (Wabup) Agus Tantomo setiap berkunjung ke Pulau Derawan. Sampah harus ditangani secara terpadu. Semua harus terlibat.  Termasuk wisatawan. Salah satu solusi yang ditawarkan, sampah diangkut ke luar pulau.

Tahun lalu, saya sempat melihat proses pengangkutan sampah dari dermaga ‘transit’ Tanjung Batu. Sampah diangkut pakai mobil kemudian dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA). Saya lupa jadwalnya. Pas saat saya ke dermaga lagi pada Sabtu (22/6) lalu, proses evakuasi sampah sedang berlangsung. Kali ini sampah baru tiba dengan kapal kayu, dan diturunkan satu per satu ke dermaga.

Kasihan juga, sebab air laut pada posisi surut. Kapal yang digunakan tidak terlalu besar. Memindahkan setiap kantong sampah butuh waktu. Ada empat petugas. Dua orang sebagai anak buah kapal yang mengangkut sampah dari Pulau Derawan. Dua lainnya bertugas mengangkut sampah menuju TPA.

Menurut petugasnya, pengangkutan sampah dilakukan sebanyak dua kali seminggu, yakni pada hari Kamis dan Sabtu. Kadang-kadang juga di luar jadwal itu. Di antara hari pengangkutan tersebut, di situlah petugas mempersiapkan dan mengumpulkan sampah yang sudah dimasukkan dalam kantongan plastik berwarna hitam.

“Ada tempat pengumpulan sementara” kata Awaluddin, selaku petugas pengangkut sampah.

Semua jenis sampah, baik sampah rumah tangga maupun sampah lainnya ditempatkan dalam kantongan plastik yang dibagikan ke setiap rumah. Ada juga keluhan petugas, sampah berupa potongan rumput juga ikut dimasukkan.

Karena tidak ditimbang, petugas tidak tahu berapa beratnya. Yang ia catat hanyalah jumlah kemasan dalam setiap pengangkutan. “Ada 500 bungkus besar setiap pengangkutan,” kata petugas tersebut. Berarti dalam seminggu ada 1000 kantong plastik sampah. Saya coba mengangkat dengan tangan dan memperkirakan beratnya. Saya perkirakan antara 6 hingga 10 kilogram per kantong.

Bagi masyarakat, memang ada kewajiban membayar yang diatur oleh kampung. Harganya berbeda antara rumah penduduk, rumah wisata (Homestay) maupun resor. “Ada bedanya pak, karena jumlah sampah yang dihasilkan juga beda,” kata Awaludin tersenyum.

Persisnya kewajiban pembayaran ia tidak tahu. Melihat tumpukan sampah yang menggunung di dermaga. Kualitas kantongan yang digunakan terlalu tipis. Kalau saja kantong plastiknya yang agak tebal dan kuat, tidak akan pecah walaupun diisi lebih dari separuh.

Saya membayangkan sampah sebanyak itu, sebanyak itu pula sampah yang bertumpuk di pulau yang tidak terlalu luas itu. Saya pernah melihat sampah yang bertumpuk di sekitar lapangan bola. Ada yang dibakar, ada pula yang dibiarkan begitu saja.

Bahkan lebih ekstrem lagi, kabarnya lewat tengah malam, sampah rumah tangga bahkan sampah resor pun dibuang ke tengah laut. Saya pernah melihat tumpukan sampah plastik berhamburan di permukaan laut. Padahal Derawan dikenal lautnya yang indah. Saya berbincang dengan Pak Bahri, Kepala Kampung Pulau Derawan. Ia tahu kalau saya ada di Tanjung batu. “Kenapa tidak menyeberang ke pulau,” kata dia. Ia pun dengan senyum bercerita rencana 30 orang dari salah satu kampung di Kutai Kertangera yang akan ke Derawan. “Mereka mau studi banding pengelolaan sampah, sekaligus berwisata,” katanya.

Memang ada pungutan kepada warga, tapi dari 350 lebih rumah nilai yang terkumpul tidak cukup. Ia bercerita, setiap bulan menyisihkan hampir Rp 24 juta khusus untuk pengelolaan sampah. Dananya bersumber dari dana kampung. “Saat menjelang dan setelah lebaran, saya dan petugas kewalahan. Tiap hari kami mengangkut sampah dan membawa ke Tanjung Batu,” ungkap Pak Bahri.

Rupanya volume sampah waktu itu meningkat 3 kali lipat. Ada konsep yang menarik dilakukan Pak Bahri, dengan memberikan “konsesi” pada masing-masing kelompok warga yang menjadi wilayah tanggungjawabnya untuk dibersihkan. Semua lahan sudah dibagi dan pemilik “konsesi” itu yang bertugas membersihkan dan melakukan pengawasan. “Alhamdulillah, sekarang pulau sudah banyak perubahan terkait pengelolaan sampahnya,” kata dia.

Banyak kelompok dan organisasi yang sering menggelar aksi bersih-bersih di pulau. Pak Bahri sangat senang. Lebih senang lagi bila ada bantuan nyata, misalnya bantuan kantongan plastik yang lebih tebal dan kuat, atau barangkali organisasi seperti Berau Marine bisa menyumbang kapal khusus pengangkut sampah. Sekarang 1000 kantongan sampah tiap pekan, waktu-waktu mendatang  mungkin bisa lebih banyak lagi.(*/asa)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau, Pakaian Adat Bakal Diwajibkan di Sekolah

Sabtu, 20 April 2024 | 17:45 WIB

Wartawan Senior Kubar Berpulang

Sabtu, 20 April 2024 | 17:10 WIB

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB
X