Naskah Akademik

- Rabu, 26 Juni 2019 | 11:18 WIB

PEMAKAIAN istilah naskah akademik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebenarnya baru digulirkan tahun 1994, melalui Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Nomor G.159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam Keputusan tersebut, disebutkan bahwa naskah akademik peraturan perundang-undangan adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi-materi perundang-undangan bidang tertentu, yang ditinjau secara sistemik, holistik dan futuristik.

Istilah naskah akademik baru muncul sebagai teks hukum pada tahun 2000-an. Definisi naskah akademik bisa dilihat pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU, Rancangan Perpu, Rancangan PP, dan Rancangan Perpres, yang menyebutkan bahwa naskah akademik adalah naskah yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konspesi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang.

Namun, menurut Peraturan Presiden 68 Tahun 2005, naskah akademik bukanlah suatu kewajiban, normanya adalah ‘dapat’. Dinyatakan bahwa pemrakarsa dapat menyampaikan naskah akademik, artinya instansi pemrakarsa boleh saja tidak membuat naskah akademik, sepanjang ada konspesi yang jelas.

Hal tersebut terdapat pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden 68 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang ‘dapat’ terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan Undang-Undang.

Hal ini menarik, karena pada tataran teknis, naskah akademik dirasa sangat diperlukan, tetapi dalam konsep proses pembuatan peraturan perundang-undangan secara umum naskah akademik dikatakan sebaliknya.

Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan saat itu (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004) tidak menyebutkan tentang perlunya suatu naskah akademik, tidak ada satu pun pasal atau penjelasan pasal yang mengatur tentang naskah akademik, dan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaran Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, naskah akademik hanya merupakan hal yang fakultatif.

Ironisnya, secara akademis, pembicaraan mengenai naskah akademik dan keinginan untuk menjadikan naskah akademik sebagai naskah awal dalam penyusunan perundang-undangan terasa mendesak. Walaupun pada saat itu naskah akademik bukanlah sesuatu yang wajib dalam pembahasan raperda, namun keberadaan naskah akademik sangat dibutuhkan.

Namun, di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 telah diatur bahwa naskah akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bahkan petunjuk teknis penyusunan naskah akademik telah disajikan secara detail pada Lampiran 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Naskah akademik menjadi wajib setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik.

Demikian juga, setiap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dari DPRD Provinsi atau Gubernur, dan Raperda DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Penyusunan naskah akademik dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan naskah akademik.

Pencantuman naskah akademik sebagai bagian yang tidak terpisahkan materi Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Daerah, tidak terlepas dari kondisi di mana adanya peraturan perundang-undangan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat, sehingga peraturan yang dibuat tidak berjalan secara efektif, bahkan ada peraturan yang belum diundangkan sudah harus direvisi dan dibatalkan.

Raperda yang diusulkan oleh DPRD atau bupati/walikota harus disertai dengan Naskah Akademik. Artinya, setiap pembentukan Perda, berarti sebuah rancangan terdiri dari raperda dan naskah akademiknya.

Naskah akademik adalah naskah awal yang kemudian akan diturunkan menjadi raperda. Walaupun pada banyak kasus, terdapat raperda tanpa naskah akademik, atau naskah akademik yang dibuat mengikuti draf raperda, karena terlebih dahulu dibuat raperda daripada naskah akademiknya.

Naskah akademik mempunyai kekuatan dan kedudukan yang strategis karena merupakan hasil pemikiran yang mengandung kebenaran ilmiah yang sistematik dan komprehensif. Naskah Akademik disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang bersifat akademik sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif, dan impersonal.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X