Sungai Habitat Buaya, Warga Serba Salah karena Jadi Sumber Air Bersih

- Minggu, 30 Juni 2019 | 00:34 WIB

Kehidupan warga Kampung Tabalar Muara bak buah simalakama. Setiap hari harus bertaruh nyawa, untuk mendapatkan air bersih di sungai yang dihuni banyak predator raksasa. Tak sekadar menebar ancaman, buaya penghuni Sungai Tabalar Muara sudah beberapa kali menjadikan warga sebagai mangsanya.

MAULID HIDAYAT, Tabalar

AIR merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Air juga sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dipenuhi pemerintah. Tapi air bersih bagi warga Kampung Tabalar Muara, Kecamatan Tabalar, Kabupaten Berau, sungguh mahal harganya. Karena hanya tersedia di sungai yang menjadi habitat buaya, yang mengalir di wilayah kampung mereka.

Di Sungai Tabalar Muara, warga setiap hari bergantian untuk mandi, mencuci pakaian, hingga buang air, yang tentu belum terjamin kesehatannya. Malah saat kemarau tiba, warga setempat terpaksa mengalirkan air sungai ke tempat penampungan mereka, untuk memenuhi kebutuhan air minum dan memasak. Karena saat musim hujan, warga setempat bisa mengandalkan air tadah hujan, untuk memenuhi kebutuhan air minum dan memasaknya.

Kampung Tabalar Muara, merupakan satu dari enam kampung yang masuk wilayah Kecamatan Tabalar. Warga kampung yang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Biatan itu, mayoritas bekerja sebagai nelayan.

Luas Kampung Tabalar Muara mencapai 2.044 hektare. Wilayahnya terbagi menjadi empat rukun tetangga (RT), yang dihuni sebanyak 222 kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk sebanyak 779 jiwa.

Kampung Tabalar Muara berjarak sekitar 120 kilometer dari Kecamatan Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan darat menggunakan mobil. Berau Post yang pekan lalu, Kamis (20/6) berkunjung ke Tabalar Muara, langsung disambut dengan kondisi jalan yang memprihatinkan saat memasuki wilayah kampung. Jalan tanah berdebu dan berlubang yang sudah menyambut dari gerbang kampung, harus ditempuh sepanjang 2 kilometer hingga sampai ke kantor pemerintahan kampung.  

Kebetulan, Jalalludin (47), Kepala Kampung Tabalar Muara, sedang berada di ruang kerjanya saat Berau Post tiba siang itu.

Bertemu dengan pemimpin pemerintahan kampung, Berau Post langsung mengutarakan maksud kedatangan kepada Jalalludin. Jalalludin sendiri mengaku sudah selama 20 tahun menjadi warga Tabalar Muara. Sehingga dirinya sudah sangat paham mengenai kehidupan sosial masyarakatnya, termasuk soal keresahan warganya mengenai risiko saat mengambil air bersih di sungai.

Karena dari catatannya, sejak tahun 2012, sudah ada empat kasus warga diterkam buaya saat beraktivitas di sungai. Keempat warga tidak ada yang bisa diselamatkan, bahkan tiga korban jasadnya tak pernah ditemukan.

Namun baginya dan warganya, penghuni Sungai Tabalar Muara adalah nenek moyang mereka sendiri. Bahkan menyebut kata buaya sudah menjadi pantangan bagi warga setempat, karena bisa menjadi pertanda akan munculnya korban jiwa, yang disebabkan predator raksasa tersebut.

Bukan hanya pantangan menyebut kata buaya, warga Tabalar Muara juga meyakini beberapa hal yang jika dilanggar bisa membawa petaka. Seperti tak boleh sesumbar jika berada di sungai, tidak boleh mandi bugil dan mencuci kelambu di sungai, termasuk menjadikan panci sebagai gayung saat mandi di sungai. Karena dari keyakinan mereka, semua hal itu akan memicu kemarahan buaya yang menjadi penunggu Sungai Tabalar Muara.

“Itu pantangan yang selalu kami pegang teguh sejak dulu. Karena masyarakat sini percaya bahwa nenek (buaya, red) penunggu sungai adalah leluhur mereka. Makanya kami warga sini enggan untuk memburu mereka. Tetapi saat ini keberadaan mereka sudah cukup meresahkan,” katanya membuka percakapan dengan Berau Post.

“Jadi kami di sini menyebutnya (buaya) nenek atau tau ri salo (orang di sungai). Dan jumlahnya di sungai sini (Tabalar Muara) banyak. Yang paling besar, yang pernah menampakkan diri, panjangnya sekitar delapan meter,” sambungnya.

Di kampungnya memang belum tersentuh jaringan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Segah, Berau. Juga tidak ada warga yang menggunakan sumur bor untuk mendapatkan air bersih. Hanya mengandalkan air sungai dan hujan saat musim penghujan tiba.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Arus Mudik Laut di Samarinda Belum Meningkat

Jumat, 29 Maret 2024 | 20:00 WIB

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X