Kembangkan Komoditi Pertanian Diiringi Peningkatan SDM

- Senin, 15 Juli 2019 | 15:43 WIB

Di era modern saat ini, dunia pertanian makin kurang diminati para kaum muda. Eksistensinya pun tergolong jauh di bawah komoditi pertambangan. Karena itu, PT Berau Coal mencoba membangkitkan kembali dunia pertanian di Berau, dengan mengirim remaja-remaja terbaik di lingkar tambang mengikuti pelatihan di The Learning Farm.

ARI PUTRA, Tanjung Redeb

Seiring perkembangan zaman yang kian modern dan tidak bisa terlepaskan dari genggaman teknologi, ketertarikan generasi milenial untuk terjun ke dunia pertanian, secara tidak langsung mulai terkikis.

Hal itu turut disadari PT Berau Coal, perusahaan terbesar bidang pertambangan batu bara di Bumi Batiwakkal -sebutan Kabupaten Berau. Melalui Yayasan Dharma Bakti Berau Coal (YDBBC), 12 remaja asal kampung lingkar tambang milik Berau Coal, diberangkatkan ke Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada awal tahun ini.

12 remaja yang berasal dari berbagai kampung itu mengikuti program pelatihan pertanian organik selama 100 hari di rumah The Learning Farm (TLF). Salah satu dari 12 pemuda yang diberangkatkan itu adalah Eusabius Mere, asal Kampung Sukan Tengah.

Pemuda berusia 21 tahun itu menceritakan alasan dirinya ingin mengikuti program pelatihan pertanian organik. Dia mengaku ingin sekali belajar dan memahami tentang bagaimana cara bertani secara organik.

"Karena sekarang ini ada banyak sekali petani-petani yang menggunakan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. Itu disebut dengan pertanian konvensional," katanya kepada awak media ini, Minggu (14/7).

Baginya, pertanian secara konvensional yang dilakukan kebanyakan petani saat ini, hanyalah bersifat sementara. Sebab, dari ilmu didapatkannya, bahan kimia yang digunakan para petani, akan berdampak negatif pada tanah di kemudian hari. Akhirnya berdampak juga pada tumbuhan pertaniannya.

Karena organisme yang ada di tanah bakal mati akibat penggunaan kimia secara berlebihan. Lalu matinya organisme akan berpengaruh pada ekosistem dan populasi dari organisme itu sendiri.

"Pertanian konvensional itu menurut saya, lebih memikirkan untuk masa sekarang saja. Dalam arti, dia (petani) sering menggunakan obat-obatan dan itu akan menjadi dampak negatif yang sangat besar," ucapnya.

"Organisme mati maka berdampak pada ekosistem dan populasi yang akan berkurang, dan untuk menghidupkan kembali, membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu sampai 300 tahun," tambah putra dari Arnoldus Yansen Sika ini.

Di samping itu, untuk mengubah mindset petani yang ada saat ini, Eusabius berkeinginan untuk mengembangkan pertanian secara organik atau non pestisida. Dimulai dari pemetaan lahan teknik penyemaian dan teknik penanaman.

Diceritakannya, saat mengikuti kegiatan TLF di Jawa Barat, dia bersama rekan-rekannya berangkat sejak tanggal 12 Maret hingga 13 Mei. "Itu kami mulai dengan pengenalan diri dan staf di TLF. Pengenalan lingkungan dalam arti mengenal jenis-jenis tanaman, pengenalan dengan sayur dan bedengan sawah," ucapnya.

Sepulang dari pelatihan, dirinya pun sudah merasakan manfaatnya dengan mulai bertani dengan cara sendiri, tanpa bergantung dari luar bahan organik. Apalagi hal itu mampu menyelamatkan generasi selanjutnya dari dampak pertanian konvensional.

Bahkan, saat ini dirinya juga tengah menggarap salah satu project PT Berau Coal untuk menanam padi secara organik. "Saya juga sudah bisa mengajak para kelompok tani untuk kerja sama, salah satu contohnya di Gurimbang," tuturnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB

Jalan Rusak di Siradj Salman Minta Segera Dibenahi

Kamis, 18 April 2024 | 10:00 WIB
X