Rawan Terjerat Pidana

- Jumat, 19 Juli 2019 | 14:23 WIB

TANJUNG REDEB – Penguasaan tanah di kawasan hutan oleh masyarakat, harus mendapat perhatian pemerintah mengenai kepastian hukumnya.

Apalagi di Bumi Batiwakkal – sebutan Kabupaten Berau – sudah ada dua kepala kampung yang terjerat pidana, karena diduga menyalahgunakan kewenangannya, memberikan penguasaan lahan kepada masyarakat di kawasan hutan lindung, tanpa memahami aturan yang berlaku.

Hal itu dijelaskan Kasi Gakkum Wilayah 2 Samarinda, Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Kalimantan, Annur. Untuk itu, melalui Peraturan Presiden Nomor 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, pemerintah telah mengatur cara penyelesaian dan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat, jika menguasai tanah di kawasan hutan.

Dikatakan, beberapa kasus kehutanan yang menjerat aparat kampung atau desa, memang harus dilihat dari berbagai aspek terlebih dahulu. Terutama kepastian apakah aparat kampung tersebut mengetahui bahwa lahan yang diterbitkan surat garapannya untuk masyarakat, berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).

“Dari kacamata hukum, ada aspek keadilan bagi terduga pelaku. Yakni apabila dia mengeluarkan surat tersebut dalam keadaan tidak tahu, dia harus segera mencabut surat tersebut dan dibatalkan. Namun jika sudah tahu dan melakukannya berkali-kali, tentu ada sanksi hukum yang berlaku,” jelasnya kepada Berau Post kemarin (18/7).

Tapi, menerbitkan surat garapan di wilayah KBK, juga sudah melampaui batas kewenangan aparat kampung. Karena yang bisa memberikan rekomendasi penggarapan lahan KBK, menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Jadi, perbuatan pidana itu ada perbuatan yang sengaja dan tidak sengaja. Kalau dia sengaja, tentu menjadi sebuah pertanyaan. Apakah dia tahu tapi pura-pura tidak tahu, atau memang tidak tahu,” jelasnya lagi.

Sosialisasi terkait pemetaan lahan KBK, diakuinya belum secara maksimal dilakukan pemerintah. Karena itu, ujar dia, banyak faktor ketidaktahuan yang akhirnya membuat aparat kampung harus berurusan dengan kepolisian.

Ditambah minimnya tanda pembatas lahan KBK, baik di Berau maupun wilayah lainnya, turut menjadi faktor penyebab ketidakpahaman masyarakat, sehingga berani melakukan penggarapan liar di wilayah KBK.

“Untuk kasus yang terjadi di Berau, harus dilihat dulu konteksnya seperti apa. Apakah kepala kampungnya sudah mengetahui batas lahan KBK atau belum. Kalau memang belum tahu, tentu ada keringanan. Tapi jika sudah tahu, namun tetap mengeluarkan surat dengan itikad tidak baik, tentu harus dipidanakan,” pungkasnya.

Diketahui, Kepala Kampung Biatan Ulu dan Kepala Kampung Sido Bangen, telah menyandang status tersangka karena mengeluarkan izin penggarapan lahan di KBK. (*/yat/udi)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X