Di Maratua Ia Bisa Menabung

- Minggu, 21 Juli 2019 | 14:29 WIB

CHEF De Cuisine atau sering disebut Chef, memiliki peran penting pada hampir semua resor yang beroperasi di Pulau Maratua. Para tamu sering memadukan antara keindahan pemandangan bawah laut dan kelezatan masakan yang dibuat juru masaknya.

Inilah nilai lebih yang dimiliki Pratasaba Resort, tempat saya menginap ketika berkunjung ke Pulau Maratua. Sudah beberapa kali saya menginap di resor ini. Juga sudah beberapa kali menikmati menu sarapan maupun makan siang. Tapi baru kali ini usai sarapan jumpa dengan peracik masakan alias Chef-nya.

Saya tiba di Pratasaba Resort usai jam makan siang. Setahu saya para karyawan restoran istirahat antara jam 15.00 dan jam 17.00 Wita. Bakal tidak kebagian santap siang. Padahal selama 3 jam perjalanan, badan sudah terhempas-hempas gelombang yang lumayan dahsyat.

Saya jumpa Pak Eeng, karyawan Pratasaba. Sudah menyiapkan kunci kamar 201 untuk saya. Setelah menyerahkan kunci, ia pun menginformasikan kalau belum santap siang, saya bisa langsung ke restoran. Ada petugas yang menyiapkan. Alhamdulillah, ternyata tidak jadi menahan lapar. Apalagi kalau mau ke warung makan yang ada di kampung, lumayan juga jaraknya.

Saya langsung menuju restoran bersama motoris Pak Isrin dan Sandi. Kami memesan menu yang seragam agar masaknya cepat. Kompak memilih Mi goreng saja. Lumayanlah, untuk mengganjal perut sementara waktu. Takut masuk angin bisa repot. Ada pelayan perempuan yang menanyakan minuman. Saya tak lupa bertanya, asalnya dari mana. “Saya dari Kebumen Pak,” kata sang pelayan. Tapi, ia sudah bersuamikan orang Maratua.

Tak mau pesan minuman yang merepotkan. Cukup teh tawar. Sama dengan motoris juga ikut-ikutan pesan teh tawar. Mi goreng ukuran jumbo datang. Mungkin tahu kalau kami ini sedang kelaparan. Awalnya saya ragu apa bisa menghabiskan mi dengan porsi besar. Ada kerupuk, telur mata sapi, juga ada irisan sosis. Luar biasa enaknya. Baru kali ini menikmati mi goreng yang nyaman rasanya.

Saya lalu berkelakar dengan mbak yang asal Kebumen itu. “Mbak kalau mi goreng ini saya yang jualan di pinggir jalan di Tanjung Redeb, pasti laris manis,” kata saya. Mbak asal Kebumen itu senyam-senyum. “Itu masakan Pak Mika, chef kita,” kata dia.

Dalam hati, saya harus jumpa dengan chef-nya. Saya mau foto bareng dengan dia. Mau saya upload di Instagram saya. Juga mau wawancara. Tapi kapan ya? Sang chef ini pasti sibuk.

Malam hari saya santap malam dengan Pak Yuana, beliau salah satu pemilik Pratasaba Resort. Saya tidak konsentrasi, sebab Pak Taka yang juga kawan saya juga mengirimkan foto ikan Kerapu rebus di tempat menginapnya. Pak Taka sangat paham, kalau ikan Kerapu rebus masakan kesukaan saya. Saya diundang makan malam juga oleh Pak Taka. Saya akan hadiri keduanya. Setengah di Pratasaba dan setengahnya lagi di home stay Pak Taka menginap. Kami banyak berbincang dengan Pak Yuana. Termasuk sejarah panjang Pratasaba. Pak Yuana ini putra Maratua lho.

Usai santap malam itulah, saya janji dengan Chef Mika agar bisa ngobrol singkat setelah sarapan keesokan harinya. “Tolong saya dipertemukan dengan Chef Mika,” kata saya pada Pak Eeng. Dan disepakati usai sarapan.

Sarapan nasi kuning dan irisan kecil tempe goreng, itu sudah cukup. Yang saya kepikiran, kapan Chef Mika bisa diajak ngobrol. Dan kesempatan itu tiba. Chef Mika dengan pakaian kebesarannya warna merah menemui saya untuk foto bersama. Juga mengenakan topi kebesarannya. Saya melihat topi yang dikenakan Chef Mika berukuran tinggi dengan lipatan yang banyak.

Setahu saya, semakin tinggi topi chef, tinggi pula jabatan dan tanggung jawab yang diberikan. Saya lupa menghitung lipatan topi yang dipakai Chef Mika. Lipatan topi seorang chef juga memberikan tanda sebanyak itulah kemampuan memasak yang dikuasai.

Ia pun bercerita pengalamannya bekerja sebagai chef di banyak hotel di Kota Balikpapan, Makassar, dan Bali. Menarik baginya bekerja di Pratasaba Resort. Tantangannya cukup besar. Walaupun ia selalu waswas. “Saya selalu khawatir bila ada wisatawan yang menginap dan memesan masakan yang bahannya kami tidak punya,” kata Mika.

Dan memang selalu saja ada yang baru, sesuai dari mana asal wisatawannya. Kalau di Balikpapan, kan enak, bisa ke mal untuk mendapatkan bahan-bahan masakan. Di Maratua repot. Sedikitnya ada 100 resep masakan yang ia hafal di luar kepala. Kalau saya hubungkan lagi dengan lipatan topi, berarti ada 100 lipatan.

Restoran yang juga terbuka untuk umum, bisa melayani pesanan tamu yang datang dan memesan di luar daftar yang ada. “Itu salah satu tantangan yang saya hadapi,” kata Mika.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Arus Balik Lewat Laut di Samarinda Menurun

Selasa, 16 April 2024 | 18:07 WIB

Drainase di Jalan Juanda Dikerjakan Bertahap

Selasa, 16 April 2024 | 18:00 WIB

Rp 11 M untuk Perbaikan Jalan Sungai Buntu

Selasa, 16 April 2024 | 17:15 WIB

Arus Balik Lewat Laut di Samarinda Menurun

Selasa, 16 April 2024 | 17:00 WIB

Di Kutai Barat, Pertalite Lebih Mahal dari Pertamax

Selasa, 16 April 2024 | 16:30 WIB

BKPSDM Balikpapan Pantau Hari Pertama Kerja

Selasa, 16 April 2024 | 15:00 WIB

Tim Respons Brimob Padamkan Karhutla

Selasa, 16 April 2024 | 12:15 WIB

Tabrak Truk, Pengemudi Motor di Bontang Meninggal

Selasa, 16 April 2024 | 09:04 WIB
X