Tak Boleh Berkedip

- Rabu, 21 Agustus 2019 | 20:35 WIB

LISTRIK baru diingat, saat listrik mati. Itu kalimat singkat Pak Dahlan Iskan, saat menulis dalam catatan Dis’way ketika listrik padam di Jakarta.

Betul juga. Saat lampu padam, akibat tertimpa pohon dan berlanjut dengan nyala bergantian, ramailah persoalan listrik jadi tema bahasan di medsos.

Lokasinya di aliran bentangan Jaringan Listrik Tenaga Menengah (JLTM) yang putus tertimpa pohon setelah terjadi kebakaran hutan dan lahan. Tempatnya, tak jauh dari PLTU di Teluk Bayur. Kalau di Jakarta yang jadi ‘tersangka’ adalah pohon Sengon. Sementara di Teluk Bayur, tersangkanya adalah  pohon yang sudah lama hidup sebatangkara lalu tumbang.

Saya sangat hafal lokasi itu. Saya sering melewatinya. Baik melalui jalur yang ada sekarang, mengikuti bentangan kabel. Juga sering melalui jalan perusahaan tambang batu bara. Sejak peletakan batu pertama hingga tahapan pembangunan PLTU sekian persen, saya hadir. Saat uji coba, saya tidak tahu lagi.

Saya tidak ikut nimbrung, membahas apa yang diperbincangkan di medsos. Bahasannya ngeri. Tajam menusuk hati. Saya tidak bisa menyalahkan, mereka juga punya latarbelakang kelistrikan. Saya pikir, kuat juga argumentasinya. Saya hanya menyimak.

Mengapa tensi meninggi, setelah padam akibat tertimpa pohon. Lalu diikuti dengan menyala bergantian. Atau pemadaman bergiliran. Ada pengumuman PLN juga beredar di medos. Pengumuman itu menyebut nama jalan yang terbagi dalam 3 wilayah. Pastilah alamat rumah saya juga terkena. Kalau tidak tertulis jelas, setidaknya ada kalimat ‘dan sekitarnya’.

Saya tidak pedulikan mau padam berapa lama. Yang saya khawatir, karena lamanya itu, puluhan ekor ikan koi mati sia-sia. Tak mungkin saya menggugat PLN bila itu terjadi. Sebab, jawabannya pasti ada. “Kenapa tidak menyediakan listrik cadangan.”

Pasokan listrik terbesar berasal dari PLTU berbahan bakar Batu Bara. Biayanya sekitar Rp800 /kwh. Bila pembangkitnya menggunakan gas Rp 1.200 /kwh dan menggunakan solar Rp2.500/kwh. PLN punya pembangkit berbahan bakar solar. Sisanya, membeli listrik dari PLTU yang dikelola Indo Pusaka Berau.

PLTU Lati, usianya sudah tua. Sangat bergantung pemeliharaan. Karena tua, ia tak bisa lagi lari kencang. Napasnya tak cukup untuk melewati jalur Gunung Tabur maupun jalur Kampung Sukan, setelah menyeberangi sungai. Walaupun kapasitasnya 3x7 megawatt, karena tidak bisa lari kencang, tiba di pusat distribusi di Sambaliung tidak sebanyak itu lagi.

Beda dengan mesin berbahas solar atau gas. Saat padam, bisa langsung menyala. Batu bara tidak demikian. Butuh waktu berjam-jam, untuk memanaskan hingga jumlah tertentu. Lambat sekali. Di situlah, terjadi pemadaman. Itulah yang dibahas di medos yang menjadi viral.

PLTU di Teluk Bayur, berlebihan bila saya sebut masih ‘buka bungkus’. Masih bisa lari kencang.  Lossisnya masih sedikit, karena jaraknya juga tak jauh. Tapi, ancamannya lumayan banyak. Dari pinggir jalan raya hingga ke pembangkit jaraknya cukup jauh. Melewati hutan yang banyak berdiri tegakan pohon sebatang kara. Ini yang jadi ancaman seriusnya.

Ketika saya melewati jalan yang menjadi penyebab padamnya listrik, saya juga berselisihan dengan mobil PLN yang ada tangganya, hilir mudik. Ini pertanda PLN juga tidak mau terlalu lama konsumennya mengeluh.

Pohon yang saya tidak tahu jenisnya, yang menjadi ‘tersangka’ sudah terbelah beberapa bagian kecil. Sang pohon kena eksekusi. Tergolek di tepi jalan. Belukar sekitarnya ada bekas terbakar. Di beberapa titik ada asap putih. Tapi, jauh dari bentangan kabel tenaga menengah. Ternyata itu jadi musababnya.

Perbincangan di medos, tak kunjung selesai. Dan tak akan pernah tuntas. Tak ada klarifikasi yang lengkap. Mereka tidak tahu, PLN harus terus bergerak hingga ke wilayah Suaran. Melihat, kalau-kalau ada pohon yang bisa menjadi ‘tersangka’ berikutnya. Giliran menyala, tidak akan berlangsung lama. Segera normal kembali. PLN tak ingin jadi cibiran berkepanjangan. Apalagi, di saat pelantikan di gedung DPRD sebanyak dua kali biarpet. Penyebabnya apa ya?

Untung baru dilantik. Andai sudah mulai aktif, besoknya PLN bisa dijadwalkan untuk rapat dengar pendapat.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X