Tidak Terbuang

- Selasa, 10 September 2019 | 15:43 WIB

HANYA beberapa bulan saja tidak mengunjungi Teluk Bayur, kemajuannya begitu pesat. Antara lapangan bola dan masjid yang ada di bukit, seakan berlomba menuju garis finis. Belum selesai, namun sudah memberi aura kesejukan.

Kemarin, Senin (9/9), saya berburu rebung bambu di Teluk Bayur. Pesanan istri saya yang katanya mau jualan lumpia. Salah satu bahan penentunya, rebung bambu petung. “Di Teluk rasanya sulit mendapatkan, tapi nanti saya pesankan di Paribau,” kata salah seorang penjual buah di Teluk Bayur.

Lanjut ke warung gado-gado. “Hai Pak Tedy Abay ,” kata penjualnya. Sudah beberapa kali berkunjung, selalu penjualnya menyebut nama saya Pak Tedy. Istri saya tertawa. Sekali waktu saya mau ke tempat ini sekalian bersama Pak Tedy. 

Usai makan gado-gado, saya melewati lapangan sepak bola Teluk Bayur. Ada pengerjaan pemagaran. Juga ada pengerjaan pembuatan pintu gerbang yang tepat di tepi jalan. Dari kejauhan, terlihat masjid yang setahu saya dibangun oleh keluarga Pak Makmur. Mantan Bupati Berau, yang istrinya kelahiran Teluk Bayur. Pak Makmur sekarang, kandidat kuat menduduki kursi ketua DPRD Kaltim.

Terlalu banyak nama Agus di Teluk Bayur. Ada Agus Guru.  Ada Agus karyawan tambang. Ada pula Agus Tasuk (alamatnya di Tasuk). Ada juga Agus Wahyudi yang adiknya Pak Wisnu Haris (Alm). Nama yang terakhir ini, pasti banyak tahu soal pembangunan lapangan sepak bola itu. Pak Agus yang Kepala Bapelitbang.

Kata Cacing, tokoh pemuda di Teluk Bayur, Pak Aguslah yang banyak berperan mengubah wajah Teluk Bayur. Ia telah mencurahkan pikirannya, menata Teluk Bayur menjadi lebih baik dari sebelumnya. Termasuk, dalam mengubah wajah lapangan sepak bola, menjadi ruang publik atau ruang terbuka hijau (RTH).

Ada papan proyek yang ditempatkan di pojok lapangan.  Saya tidak sempat membacanya. Padahal, itu menjadi informasi penting. Informasi bentuk proyeknya, juga informasi berapa biaya yang disediakan.

Saya pernah berkunjung ke Bandung. Ada ruang terbuka hijau yang dijadikan warga untuk berkumpul. Halaman yang luas berdekatan dengan masjid. Lapangan dengan konsep ruang publik. Di Bandung, tidak menggunakan sebutan ‘Alun-Alun’. Tetap ruang publik, yang terbebas dari aktivitas jual-jualan.

Di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, juga begitu. Ada rumah adat yang bentuknya kecil. Oleh bupatinya saat itu Syahrul Yasin Limpo, ingin membuat bangunan rumah kerajaan yang lebih besar. Dan, lahannya tak cukup. Pilihannya, lapangan sepak bola yang penuh kenangan dan histori itu dikorbankan. Untuk kepentingan yang lebih besar. Tak ada yang protes.

Lapangan bola di Teluk Bayur historisnya juga sama. Di beberapa sudut sekitar lapangan, ada tempat-tempat yang dulu digunakan Belanda, baik sebagai kantor kas maupun gedung pertemuan. Lapangan juga dijadikan sebagai ruang publik. Sesekali juga tetap digunakan sebagai fungsi lapangan bola.

Banyak dokumentasi yang dimiliki warga, ketika klub asal Belanda Ajax Amsterdam bermain bola di lapangan itu. Juga beberapa aktivitas yang dilakukan saat kegiatan pertambangan batu bara masih berlangsung. Itu bagian dari rentetan peristiwa yang menjadi catatan kenangan dan sejarah lapangan sepak bola Teluk Bayur.

Saya pernah berbincang dengan orangtua Pak Agus Wahyudi.  Beliau bercerita banyak seputar kegiatan pertambangan, serta aktivitas keseharian karyawan perusahaan dan mandor-mandor asal Belanda. Beliau menunjukkan banyak tempat. Ada rumah di samping lapangan yang dulu dijadikan sebagai tempat pembayaran gaji karyawan.

Pekerjaan ruang publik masih terus berlangsung. Dimulai dari sisi lapangan dan pintu gerbang. Pohon besar, yang ada sejak Belanda, juga tetap berdiri kokoh. Saya sangat percaya dengan Pak Agus. Beliau pasti tidak akan menghilangkan kenangan dan sejarah lapangan bola.

Kalau juga tak bisa bermain bola, karena secara teknis tak layak, akan ada gantinya. Pak Agus juga sudah memikirkan itu. Setidaknya akan dibangun stadion mini, sebagai gantinya. 

Pak Agus, ketika remaja, juga sering bermain bola di situ. Ia pasti tidak ingin kehilangan sesuatu yang bisa ia kenang sepanjang masa. Ia juga ingin menyisakan catatan lama buat anak-anaknya. Cerita buat generasi mendatang. Cerita lama itu, tidak akan terbuang. (*/udi)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Jalan Rusak di Siradj Salman Minta Segera Dibenahi

Kamis, 18 April 2024 | 10:00 WIB

Pemotor Terlempar 25 Meter setelah Diseruduk Mobil

Kamis, 18 April 2024 | 07:50 WIB

Pertamina Kirim 18 Ton BBM ke Kutai Barat

Rabu, 17 April 2024 | 18:00 WIB

Lahan Terbakar, Asap Mengepul Belasan Jam

Rabu, 17 April 2024 | 14:00 WIB

Pom Mini di Balikpapan Mulai Ditertibkan

Rabu, 17 April 2024 | 11:00 WIB
X