TANJUNG REDEB – Paparan kabut asap yang semakin pekat, tidak sekadar melumpuhkan aktivitas penerbangan. Tapi juga langsung meningkatkan jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jumlahnya juga bukan puluhan atau ratusan. Tapi sudah menembus ribuan penderita, hanya dalam kurun dua pekan.
Hal tersebut sesuai hasil pendataan Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau yang disampaikan Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), Garna Sudarsono. Dijelaskan, data penderita ISPA dari seluruh puskesmas yang ada di Berau, serta data penderita yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai, penderita ISPA sudah mencapai 1.072 orang.
Dikatakan, grafik peningkatan penderita, terus menanjak signifikan dalam lima hari terakhir. “Data sejak tanggal 2 sampai 15 September (dua pekan), jumlah kasusnya ISPA sudah mencapai 1.072 kasus,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya.
Dikatakan, seluruh puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan, setiap hari diminta mengirimkan data kasus penyakit yang terjadi di masing-masing wilayah. Terkhusus ISPA yang dinilainya sangat rawan saat ini. “Kalau sampai sekarang, labelnya (kualitas udara di Berau) kategori tidak sehat. Tapi untuk menentukan status darurat atau tidak, itu hak DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan),” jelasnya.
Di tengah kondisi paparan asap pekat saat ini, pihaknya hanya bisa memberikan penyuluhan upaya pencegahan ISPA kepada masyarakat. Seperti selalu menggunakan masker untuk melindungi diri dari paparan asap saat berada di luar rumah. Termasuk rencana gerakan menggunakan masker secara serentak yang akan digelar di 8 titik kota, hari ini. “Itu menjadi salah satu upaya kami untuk menanggulangi adanya bencana ini, sekaligus sosialisasi ke masyarakat,” terangnya.
Diketahui, kondisi udara Berau yang terpapar asap pekat, belum bisa membuat Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau memastikan tingkat pencemarannya. Dikatakan Kepala DLHK Berau Sujadi pihaknya belum bisa mengukur tingkat pencemaran udara di Berau. Karena belum memiliki alat pengukur kualitas udara yang memadai. Walau secara kasat mata, kondisi udara di Berau saat ini sangat tidak sehat.
“Memang ada alat yang dipasangkan beberapa hari lalu, tapi sudah dicopot. Itu alat pendeteksi kualitas udara,” kata Sujadi.
Usulan pengadaan alat pengukur kualitas udara sudah beberapa kali diajukan pihaknya. Namun belum terealisasi karena membutuhkan anggaran yang cukup besar. “Sehingga dianggap belum menjadi prioritas,” tambahnya.
Untuk itu, dirinya hanya bisa mengimbau masyarakat untuk selalu melindungi diri dengan menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Serta turut menjaga jika pemerintah sudah mengadakan alat pengukur kualitas udara nantinya. (mar/udi)