Jadi Mata Pencaharian Utama, Kini Masuk Generasi Ketiga

- Senin, 30 September 2019 | 10:29 WIB

Hidup berdampingan dengan alam, terus dipertahankan. Walau harus terus menetap di pedalaman. Sungai dan hutan menjadi sumber kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, yang sangat melimpah disediakan alam.

ARI PUTRA, Kelay

Fisiknya masih tampak kuat. Urat di lengannya juga masih terlihat jelas. Perawakannya pun seperti orang suku Dayak umumnya. Kulitnya putih kekuning-kuningan, dengan mata yang agak sipit. Yohanes namanya. Salah seorang warga suku Dayak Punan Kelay, yang tinggal di Kampung Long Sului, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau.

Bagi 128 kelapa keluarga (KK) yang menetap di kampung yang belum terhubung akses darat dengan kampung lainnya, keberadaan hutan dan sungai adalah berkah dari Yang Maha Kuasa. Dari hutan, masyarakat kampung yang hanya memiliki satu sekolah dasar dan puskesmas pembantu tersebut, bisa mendapatkan buah-buahan, hingga berladang. Mencari kayu untuk membangun atau memperbaiki tempat tinggal, juga tinggal mencarinya ke dalam hutan.

Masyarakat Long Sului juga belum menikmati layanan air bersih dari pemerintah. Aktivitas mandi, cuci, kakus (MCK), hingga kebutuhan air minum, semuanya bersumber dari Sungai Kelay.

Begitu pentingnya keberadaan hutan dan sungai bagi masyarakat Dayak Punan Kelay itu. Hutan sebagai penunjang kebutuhan pangan. Sementara sungai, selain menjadi sumber pemenuhan kebutuhan air, juga menjadi sumber pendapatan masyarakat. Karena hampir seluruh orang dewasa di sana, turut menjadi pendulang emas di salah satu anak Sungai Berau itu.

Masyarakat Long Sului memang sudah turun-temurun menjadi pendulang emas. Bahkan sudah menjadi mata pencaharian utama mereka.

Bagi Yohanes yang telah berusia 40 tahun. Menjadi seorang pendulang emas sudah dilakoninya sejak dia remaja. "Dari orangtua saya dulu memang sudah mendulang emas. Sekitar tahun 1970-an. Kami ini hanya meneruskan saja," katanya saat menemani Berau Post menyusuri Sungai Kelay menggunakan perahu ketinting, beberapa pekan lalu.

Belum banyak orang yang mengetahui aktivitas pendulangan emas di kampungnya. Meskipun sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Karena lokasi kampung yang berada di tengah belantara hutan, menjadi salah satu alasannya. Sebab untuk menjangkau kampung itu, juga harus menyusuri derasnya arus Sungai Kelay.

Dari catatan penulis, perjalanan menuju Long Sului dari Tanjung Redeb, membutuhkan waktu tempuh sekitar empat jam perjalanan menggunakan mobil, hingga sampai ke Kampung Long Lamcin. Dari Long Lamcin, perjalanan dilanjutkan menggunakan perahu ketinting. Perjalanan menyusuri sungai bisa menghabiskan waktu antara satu hingga dua jam. Tergantung derasnya arus sungai.

Yang mengemudikan perahu, juga harus mahir. Karena selain melawan derasnya arus, banyaknya bebatuan besar yang menjangkau permukaan sungai, bisa membuat perahu terbalik bahkan tenggelam jika menabraknya.

Menurut Yohanes, aktivitas pendulangan emas yang sudah turun-temurun digeluti masyarakat, kini mulai masuk ke generasi ketiga. Karena anak-anak remaja di kampung tersebut, termasuk ketiga anaknya, sudah mulai ikut mendulang emas di sungai. Cara mendulangnya pun sudah mulai mengenal alat bantu mesin.

Awalnya, aktivitas pendulangan emas benar-benar dilakukan secara tradisional. Bermodal baki untuk menyaring atau memisahkan bijih emas dengan pasir maupun batu, saat melakukan pendulangan di derasnya aliran sungai. Kini masyarakat sudah menggunakan perahu, mesin penyedot air, dan kompresor. Lokasi pendulangan, biasanya terletak di lekukan atau belokan arus sungai. Karena akan banyak pasir yang mengandung bijih emas tersangkut di lekukan sungai.

Sebelum turun ke sungai, lanjut Yohanes, masyarakat akan mengikat tali melintang di atas sungai. Kemudian perahu yang digunakan, juga diikat ke tali yang berada di atas sungai, agar tidak hanyut terbawa arus. Sebab perahu yang digunakan, berfungsi untuk menempatkan mesin penyedot bebatuan dari dasar sungai. Serta mesin kompresor, yang digunakan pendulang untuk mendapatkan oksigen ketika menyelam ke dasar sungai. “Tapi sebelum turun, air sungai harus jernih dulu. Malah kalau air jernih dan lagi surut, kadang kilau emasnya kelihatan dari dasar sungai,” terangnya.

Disebutnya, terdapat sekitar 15 titik lokasi mendulang emas favorit masyarakat. Sistem mendulangnya bisa dilakukan bergantian. Tidak pernah saling berebutan tempat pendulangan. Bahkan kompresor dan mesin penyedot air bisa saling meminjamkan. “Sekali menyelam, antara 30 menit sampai satu jam,” sambungnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X