Bos Anda Menyebalkan?

- Minggu, 6 Oktober 2019 | 12:20 WIB

DI setiap kesempatan, tak sedikit teman, sahabat atau orang lain yang belum kenal sekali pun, mengeluhkan tentang kondisi lingkungan kerja yang kurang nyaman. Dari mulai bawahannya yang mungkin kurang bisa diatur, bosnya yang dianggap menyebalkan, termasuk juga fasilitas yang ternyata tidak sesuai harapan. Belum lagi perubahan-perubahan yang membuat suasana kerja menjadi begitu dinamis. Pendek kata, ada banyak alasan yang membuat seseorang merasa tidak nyaman di tempat kerja.

Bekerja, apa pun dan di mana pun, yang dibutuhkan adalah rasa nyaman. Rasa nyaman inilah yang membuat siapa saja menjadi bahagia dan kesehatan akan selalu terjaga dengan baik. Kenapa demikian? Sebab, saat bekerja dengan hati nyaman, maka hormon endorfin alias hormon kebahagiaan otomatis akan disemburkan di otak.

Ketika hormon endorfin tersebut keluar, saat itulah rasa bahagia akan menyelimuti seluruh tubuh. Nah, hormon ini pula yang kemudian bertugas meregenerasi sel-sel tubuh yang setiap hari mengalami kerusakan secara alami. Ketika sel tubuh baru selalu terganti, maka kesehatan akan selalu prima dan terjaga. Demikian dibeberkan dalam buku The Miracle of Endorphin yang ditulis dokter spesialis bedah saluran pencernaan asal Jepang, dr Shigeo Haruyama.

Lantas dari mana asal kebahagiaan itu sendiri? Selama ini yang kerap terjadi, setiap orang merasa bahagia jika segala sesuatunya berjalan sesuai dengan keinginan. Begitu pula di tempat kerja tadi. Merasa bahagia jika semua berjalan sesuai harapan. Bawahan mudah diatur, bos menyenangkan, fasilitas maksimal. Maka orang akan auto bahagia. Itu pun kadang masih menuntut hal yang lebih lagi.

Namun perlu diingat, jika seseorang baru bahagia setelah semua terpenuhi, maka sangat disayangkan. Sebab tanpa disadari, dalam hidup akan lebih banyak merasa tidak bahagia ketimbang bahagianya. Bahagia dengan syarat seperti itu hanya akan menjadikan suasana hati lebih banyak tidak nyaman. Satu saja syarat bahagia tidak ada, maka otomatis akan merasa tidak bahagia.

Lantas mana yang tepat, sukses dulu baru bahagia, atau bahagia dulu baru sukses? Dalam buku The Biology of Belief yang ditulis seorang ahli biologi, Bruce Lipton menegaskan, yang tepat adalah bahagia dulu baru sukses. Rasa bahagia itulah yang sepatutnya mudah mendorong orang lain lebih gampang mencapai kesuksesan. Dengan begitu, hidup akan selalu diliputi rasa nyaman dan bahagia.

Begitulah seharusnya saat bekerja. Selalu merasa nyaman dan bahagia, maka sukses akan mudah diraih. Bekerja yang dimaksud ini tentu tidak melulu sebagai karyawan. Sebagai pengusaha atau menjalankan usaha milik sendiri pun syaratnya sama. Harus selalu bahagia dulu barulah sukses mudah diraih. Coba saja rasakan ketika mood sedang kurang nyaman, maka bekerja pun menjadi kurang semangat.

Jika seseorang selalu fokus pada sesuatu yang tidak nyaman, misalnya fokus pada bos yang menjengkelkan, rekan kerja yang menyebalkan, atau selalu mengeluhkan fasilitas yang tidak sesuai harapan, maka secara otomatis, tubuh akan selalu pada mode siaga atau berjaga-jaga. Masih dalam buku The Biology of Belief, tubuh yang berada pada mode siaga inilah yang menjadikan kesehatan akan terus menurun dan menjadi merasa mudah lelah bahkan kesehatan terganggu. Karena tubuh tidak bisa menjalankan dua fungsi sekaligus, yakni mode normal maupun mode siaga. Telepon pintar yang kita miliki pun tidak bisa menjalankan dua mode sekaligus. Harus kita yang memilih, mode normal atau pun mode siaga?

Dalam mode normal, apalagi ditambah rasa bahagia, maka tubuh selalu meregenerasi sel menjadi baru dan selalu sehat. Sebaliknya saat mode siaga, tubuh akan berjaga-jaga atas ancaman yang mungkin terjadi. Maka sel tubuh berhenti melakukan regenerasi, dan rasakanlah dampaknya. Coba perhatikan mereka yang bekerja dengan kondisi tidak nyaman, selalu mengeluh tubuhnya mudah lelah dan selalu banyak alasan untuk tidak bekerja. 

Maka sayangilah diri sendiri, sayangi kehidupan ini. Jika bekerja dan menemukan kondisi tidak nyaman, pilihannya hanya ada dua. Hilangkan rasa tidak nyamannya, atau pindah ke tempat lain. Sebisa mungkin, ambil pilihan pertama, yakni menghilangkan rasa tidak nyaman itu. Artinya, diri sendiri yang menciptakan rasa nyaman dan kebahagiaan.

Sebab, jika memilih pindah tempat kerja, apakah ada jaminan bahwa tempat kerja yang baru nanti suasana dan lingkungannya pasti nyaman? Masih tanda tanya. Namun sekali lagi, diri sendirilah yang mampu memberikan keputusan dan penilaian, apakah menghilangkan rasa tidak nyaman, atau keluar dan mencari pekerjaan baru.

Yang penting harus segera memilih. Jangan sampai tetap bertahan di tempat yang dianggap tidak nyaman, tapi tidak juga melakukan perubahan pada diri sendiri agar bisa nyaman. Itu sama saja dengan bunuh diri.

Bagaimana menurut sahabat? (*/udi)

 

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Jalan Rusak di Siradj Salman Minta Segera Dibenahi

Kamis, 18 April 2024 | 10:00 WIB

Pemotor Terlempar 25 Meter setelah Diseruduk Mobil

Kamis, 18 April 2024 | 07:50 WIB

Pertamina Kirim 18 Ton BBM ke Kutai Barat

Rabu, 17 April 2024 | 18:00 WIB
X