9 di Korea, 1 di Berau

- Rabu, 9 Oktober 2019 | 12:08 WIB

GILIRAN saya yang harus banyak bertanya dengan anak saya. Terutama soal makanan khas Korea. Saya belum pernah ke Korea, tapi anak saya pernah menikmati liburan ke Negeri Ginseng itu.

Meskipun singkat, sepulangnya dari Korea ada saja yang ia pertontonkan. Saya melihat telur ayam dimasukkan dalam freezer lemari es. Tak lama setelah beku, telur itu dilumuri tepung dan digoreng. Saya tanyakan nama masakan apa. Anak saya dengan lugunya menjawab “lupa namanya”.

Kesempatan lain anak saya membuat telur dadar. Saya pikir sama kalau saya buat telur dadar yang kering. Ternyata berbeda. Telur dadar versi anak saya setelah melewati proses goreng, lalu ditempatkan di atas nasi. Di situlah sensasinya, telur terbelah dan lumer.

Ada 10 makanan Korea yang nikmat untuk dicicipi. Yakni Bibimbap, Kimchi, Sannakji, JajangMyeon, Kimbap, Tteokbokki, Beondegi, Yangyeon, Tongdak, Miyeokguk dan Bulgogi.

Saya baru tahu, setelah pulang ke rumah. Ternyata dari 10 jenis makanan Korea itu, salah satunya sudah ada di Berau. Mungkin juga lebih, tapi saya tidak tahu di mana rumah makan yang menawarkan itu.

Sebetulnya saat itu saya tengah asyik menikmati Sarabba di warung Pak Ilyas di kawasan Jalan Pemuda, Tanjung Redeb. Tiba-tiba ada telepon dari Pak Wawan, mengabarkan ada undangan makan. Lokasinya di Jalan Kapten Tendean. Dalam hati saya  bertanya, warung mana yang masih buka di atas jam 21.00 Wita.

Saya masuk ke warung Pak Bos. Saya pikir tempat ini yang dimaksud. Ternyata Pak Wawan tidak ada. Yang ada justru Pak Firman, Direktur Berau Post, yang sedang makan bersama tim yang menangani mesin cetak.

Salah masuk rupanya. Warung yang dimaksud Pak Wawan adalah rumah makan yang baru buka. Aduh, rupanya saya ketinggalan informasi. Namanya rumah makan ‘Ory Food Lovers’. Baru saja tutup, tapi ‘dipaksa’ untuk buka kembali. Khusus melayani yang sedang kelaparan di tengah malam. Termasuk saya yang juga pengidap Night Eating Syndrome (NES).

Rumah makan Ory Food Lovers, menyediakan menu Korea. Ada daging irisan tipis yang sudah berbumbu. Manis rasanya. Ada taburan wijen. Ada dua jenis sambal. Ada bawang putih cincang dan mentega. Irisan daging itu di goreng. Ada juga jagung dan jamur putih.

Enak rasanya. Saya ingat teman saya pernah mengajak saya ke salah satu restoran Jepang di sekitar Jalan Thamrin, Jakarta. Warung Jepang. Bukan rumah makan Korea. Dagingnya dibakar. Sang koki melakukan atraksi terlebih dahulu sebelum memulai memasak.

Kalau diurut usia, kelompok Berau Jurnalis Divers (Berjudi) saya yang paling tua. Lalu Pak Agus Tantomo, Wakil Bupati Berau. Menyusul anggota lainnya yang masih muda belia. Usia yang tidak memilih-milih jenis masakan. Makanya Pak Wawan badannya sekarang tumbuh tak terkontrol.

Tidak terasa, sudah tiga mangkuk kecil irisan daging habis. Saya tidak tahu sudah berapa iris yang saya nikmati. Dalam hati terus bertanya-tanya, “enggak apa-apa kah ya?”. Kan saya yang paling tua.

Saya memang belum pernah mendapat nasihat dokter soal makanan yang boleh dan harus dikurangi. Saya hanya menjadi dokter pada diri sendiri.

Usai kumpul dan membahas rencana penyelaman di Pulau Maratua, sambil menikmati daging dan Jamur goreng, saya masih penasaran. Mengapa rumah makan ini buka saya tidak tahu. Rupanya saya mulai minim informasi. Diam-diam saya minta nomor telepon. Siapa tahu kesempatan lain saya datang bersama anak dan istri saya.

Tiba di rumah saya masih penasaran. Apa nama masakan yang tadi saya nikmati itu. Daging tipis yang enak dan dinikmati selagi panas.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X