Goyangan Maut

- Selasa, 22 Oktober 2019 | 09:35 WIB

SEJAK kapan kejadiannya,” kata teman saya. “Sudah lama, tapi goyangnya tak sehebat sekarang,” jawab saya santai.

Yang dibahas memang soal goyangan. Goyangan dengan irama yang sama. Ke kiri dan ke kanan. Juga sebaliknya, ke kanan dan ke kiri. Awalnya dianggap biasa saja. Belakangan lumayan menyeramkan juga.

Ingat peristiwa jalan layang yang ambruk di Kota Wuxi, Provinsi Jiangsu, Kamis (10/10) sore, waktu setempat. Sedikitnya tiga mobil tertimpa reruntuhan jalan layang itu. Juga beberapa korban jiwa.

Ingat jembatan Gerbang Dayaku di Kutai Kartanegara yang rubuh pada 26 November 2011. Belasan korban jiwa juga luka-luka. Peristiwa yang menggemparkan kita semua.

Peristiwa itu yang membuat siapapun yang lewat di Jembatan Kelay, menjadi khawatir. Sangat terasa goyangannya. Saya pernah berjalan kaki di jembatan itu. Saat itu melintas kendaraan besar bermuatan minyak sawit. Harus berpegangan di sisi jembatan. Jika tidak, bisa oleng.

Kondisi jembatan ini yang jadi perhatian. Bila terjadi hal-hal di luar dugaan, akan jadi masalah besar. Hubungan darat dari Kabupaten Berau menuju Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan Samarinda menjadi terputus. Juga hubungan Kaltim dan Kaltara, akan lumpuh.

Setahu saya, inilah jembatan yang menjadi urat nadi perekonomian. Setiap hari, puluhan bahkan ratusan iring-iringan kendaraan besar bermuatan minyak sawit dari Kutai Timur, diangkut menuju tempat penampungannya di Kampung Labanan, Kecamatan Teluk Bayur, Berau. Juga truk angkutan yang membawa berbagai keperluan untuk warga Berau dan provinsi tetangga, Kalimantan Utara. Kendaraan yang mengakut kargo juga demikian. Bila terjadi masalah, sektor ekonomi akan lumpuh.

Sepintas, tak terlalu jadi soal. Secara teknis, setiap hari akan ada terjadi perubahan struktur jembatan itu. Bayangkan, jembatan itu terus bergoyang sejak pagi hingga pagi kembali. Tak pernah berhenti. Sementara dibawa jembatan, mengalir air yang deras.

Jembatan ini memang di bawah pengawasan provinsi. Karena masuk dalam wilayah Berau, kantor teknis harus terlibat dalam memberikan perhatian. Mengatur kendaraan yang lewat, agar goyangan bisa berkurang.

Atau menyelisik konstruksi agar jembatan itu berhenti bergoyang secara total. Goyangan inilah, yang sampai ke gedung DPRD di Karang Paci. Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK yang berasal daerah pemilihan Bontang, Kutim dan Berau, dibuat terkejut. Jembatan ini juga sering dilalui saat Pak Makmur masih menjabat Bupati Berau.

Waktu itu, goyangannya belum terlalu hebat. Sekarang, harus dikurangi goyangan itu. Pak Makmur pun mengunjunginya. Juga mengunjungi beberapa jembatan yang ada di Kecamatan Sambaliung. Juga sempat menikmati ‘goyangan maut’ Jembatan Kelay.

Jembatan yang rata-rata usianya sudah tua. Perlu dilakukan ‘general chek up’. Jembatan Sambaliung yang beberapa kali dihantam kapal, ada bagian yang sudah mulai rusak. Juga butuh perhatian. Jembatan Sambaliung juga sudah bergoyang.

“Tapi kada telalu, goyangannya” ujar Wawan, teman saya yang asal Banjarmasin itu.

Kayaknya, Pak Makmur banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Pekerjaan yang ada di Berau. Yang ada di Sangata dan Bontang. Selaku Ketua DPRD, wilayah yang dipikirkan semua kabupaten di Kalimantan Timur.

Usai meninjau goyangan Jembatan Kelay dan Jembatan Sambaliung. Tak lupa ia mengunjungi ‘goyangan’ Coto Makassar Fatimah di Jalan AKB Sanipah, Tanjung Redeb. Tempat ini menjadi langganan Pak Makmur. Saya juga diajak goyang lidah. Ada Pak Abdurahman, Kadis Perhubungan Berau. Ada Pak Aliang, teman lama Pak Makmur.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X