Orang Kaya Baru

- Senin, 9 Desember 2019 | 15:30 WIB

ANTREAN belasan kendaraan pikap merek Toyota Hilux menunggu di depan pintu masuk. Penuh dengan muatan tanda buah segar (TBS). Harus menunggu satu persatu. Setelah melewati pintu utama, kendaraan diarahkan melewati jalur khusus untuk ditimbang.

Tidak sulit membedakan mana kendaraan milik perusahaan, mana kendaraan yang digunakan masyarakat. Perusahaan menggunakan truk. Sedangkan angkutan milik masyarakat lebih kecil, jenis pikap.

Saya sempat menyinggung, kendaraan untuk mengangkut kelapa sawit milik masyarakat itu, mereknya sama dengan kendaraan operasional kantor pemerintahan. Kalau kantor pemerintah buat urusan dinas, di Kecamatan Segah digunakan hanya untuk mengangkut kelapa sawit.

Ratusan hektare luasan lahan yang dikelola masyarakat. Di luar lahan inti milik perusahaan. Bergabung dalam koperasi.

Kegiatan panen dilakukan setiap hari. Pengangkutan TBS juga tak pernah berhenti.

Setiap hari tak kurang dari 250 ton TBS yang dipasok masyarakat. Kalau harga yang berlaku sekitar Rp 1.300 per kilogram, bisa dihitung berapa penghasilan masyarakat yang ikut berkebun kelapa sawit.

Juga seberapa besar yang didapatkan masyarakat dari sektor perkebunan. Seberapa banyak yang dibelanjakan kembali. Ke mana saja uang mengalir dari penghasilan yang didapatkan. Khususnya yang terlibat pada kegiatan itu.

Lama tidak mengunjungi lokasi perkebunan yang ada di Kecamatan Segah. Hanya di saat mulai beroperasinya mesin pengolah Crude Palm Oil (CPO), maupun saat membantu memikirkan bagaimana agar masyarakat bisa mendapatkan aliran listrik dari pembangkit milik perusahaan.

Menyeberangi Sungai Segah dengan menumpang LCT (feri), hampir tak ada pemandangan baru. Bedanya, kalau dulu banyak kendaraan yang ikut menyeberang, sekarang hanya beberapa. Hanya mobil tangki berisi CPO, yang diangkut dari wilayah Kecamatan Batu Putih. Maklum, akses menuju Segah sudah mulus.

Saya ditemani Pak Jak. Karyawan PT Malindo Mas, salah satu dari tiga perusahaan yang bekerja dalam satu hamparan lahan. Pak Jak ini sudah jadi orang Berau. KTP memang tertulis asal Kupang, NTT.

Pak Jak lah yang menemani saya berkeliling kawasan perkebunan. Ia paham betul semua sendi kehidupan perusahaan. Kalau bukan orang lama, pasti tidak selancar itu bercerita riwayat perusahaan.

Ia bercerita bagaimana kondisi perusahaan serta berbagai aktivitas di dalamnya. Ia juga bercerita bagaimana pengelolaan air. Baik air yang dihasilkan oleh perusahaan, juga air yang datang dari konsesi lainnya.

“Di perusahaan inilah tempat air mengalir menuju sungai,” kata Jak.

Saya tidak ingin mengaitkan dengan kondisi air Sungai Segah beberapa hari lalu. Itu sudah menjadi wilayah lembaga lain.

Pohon kelapa sawit memang dikenal sebagai pohon yang sangat bergantung pada air. Ada hasil penelitian, setiap pohonnya memerlukan sebanyak 18 liter air setiap harinya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X