Muntik Muncul Lagi

- Selasa, 10 Desember 2019 | 10:30 WIB

SAYA suka hari Senin. Itu sering ditulis teman saya dalam status Instagramnya. Sama. Saya juga suka hari Senin. Setelah menikmati libur dua hari sebelumnya.

Karena suka hari Senin itu, kemarin (9/12), saya sengaja menikmati aktivitas yang dilakukan karyawan kantor bank. Maunya semua kantor bank saya kunjungi. Ada pengalihan arus kendaraan. Bikin repot juga.

Tiga kantor bank yang saya kunjungi. Melihat para nasabah yang sudah antre. Ada yang menunggu giliran panggilan teller, juga ada yang hanya konsultasi dengan costumer service. Sama sibuknya.

Saya membayangkan, apa bisa seperti ini suasana sebuah kantor, setelah dilakukan penerapan pemangkasan eselon. Semua sibuk menjalankan tugasnya. Tak satupun terlihat bermain gadget.

Usai melihat kesibukan kantor bank, saya menuju Bandara Kalimarau. Bandara yang baru saja meraih penghargaan The Best Airport 2019. Saya dapat informasi, teman saya mendapat tempat di pojok bandara. Ia dipercaya membuka Money Changer.

Sejak lama sebetulnya menjadi keluhan wisatawan yang baru tiba di bandara. Keluhan sulitnya menukarkan uang mereka, untuk mendapatkan uang rupiah. Hal serupa terjadi di hampir seluruh destinasi.

Teman saya yang masih sangat muda usia itu,  sudah melakukan pengamatan. Wisatawan mancanegara yang datang, sudah melalui bandara lainnya. Sedangkan wisatawan asal Eropa yang menggunakan fasilitas pesawat udara, setelah pemeriksaan imigrasi di Bandara Balikpapan, langsung menuju Bandara Pulau Maratua.

Penerbangan langsung Balikpapan ke Maratua merupakan carter flight yang dilakukan antara maskapai penerbangan dengan salah satu resor yang ada di Maratua.

Dari bandara saya menuju Teluk Bayur. Ada sesuatu yang baru. Belum banyak warga yang tahu.

Jangan sampai saya ketinggalan informasi. Ada pengerjaan landmark di lapangan sepak bola Teluk Bayur. Lapangan yang penuh kenangan.

Cerita kesibukan di Teluk Bayur ketika perusahaan Belanda mengelola penambangan batu bara, menjadi milik warga yang rata-rata memasuki usia 70-an. Cerita tentang kereta api (Muntik), juga kisah bagaimana kesibukan karyawan perusahaan dalam mengisi hari liburnya.

Saya bisa memastikan ide untuk menghadirkan kembali secara visual, dilakukan Pak Agus Wahyudi. Kepala Bapelitbang Berau. Anak muda yang kini menjabat eselon II, asli dibesarkan di Teluk Bayur. Orangtua beliau dulu, juga ikut bekerja pada perusahaan Belanda tersebut.

“Bapak saya dulu, menurut cerita bertugas sebagai juru bayar gaji karyawan,” itu yang pernah disampaikan Pak Wisnu Haris (almarhum), saudara Pak Agus Wahyudi.

Mungkin saja, cerita yang disampaikan sang Ayah, yang direkam oleh Pak Agus lalu dituangkan.  Setidaknya dalam bentuk replika.

Awalnya sempat diprotes warga, karena lokasi landmark itu ditetapkan di lapangan sepak bola. Warga khawatir akan kehilangan tempat bermain. Konsep yang saya saksikan di lapangan bola itu, tak ada yang hilang. Pak Agus Wahyudi juga tak ingin ada yang hilang dari lapangan bola itu. Ia juga suka bermain bola.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X