Bentuk Tim Independen

- Selasa, 10 Desember 2019 | 10:32 WIB

TANJUNG REDEB – Masalah perubahan warna air Sungai Segah beberapa waktu lalu, menjadi agenda bahasan di DPRD Berau, Senin (9/12). Rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua DPRD Madri Pani, didampingi Wakil Ketua Ahmad Rifai, untuk melihat sejauh mana sikap Pemkab Berau menyikapi masalah tersebut.

Hadir dalam hearing tersebut, Asisten I Setkab Berau Datu Kesuma, perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, pemilik keramba, serta aktivis peduli lingkungan hidup.

Dikatakan Datu Kesuma, untuk mengetahui penyebab perubahan warna air Sungai Segah tersebut, pihaknya masih menunggu hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dijelaskan, jika hasil kajian nantinya benar menyatakan perubahan warna air sungai merupakan imbas dari aktivitas perusahaan yang berada di bantaran Sungai Segah, maka perusahaan yang bersangkutan wajib memberikan ganti rugi kepada masyarakat, khususnya para pemilik keramba yang berada di sepanjang Sungai Segah.

"Tapi sementara ini perusahaan juga tidak mau disalahkan," terangnya.

Ditekankan, pengecekan dari pengambilan sampel air yang diduga tercemar tersebut, harus diuji oleh orang-orang yang memiliki keahlian mengenai pencemaran dan berkompeten.

Diakuinya, Pemkab Berau cukup dilematis menyikapi hal tersebut. Sebab, jika benar nantinya aktivitas perusahaanlah yang menjadi penyebab berubahanya warna air Sungai Segah, maka harus ada sanksi tegas yang diberikan. Bahkan hingga penghentian aktivitas perusahaan. Tapi di sisi lain, jika aktivitas perusahaan dihentikan, maka ada sekitar 5 ribu karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan. “Itu juga yang harus dipikirkan," terangnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Madri Pani menjelaskan, hearing yang dilakukan untuk menjembatani masyarakat yang tergabung dalam forum peduli lingkungan hidup, menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Sehingga, pihak eksekutif bisa memberikan kepastian hukum serta mengakomodasi kerugian-kerugian yang dialami masyarakat dari persoalan tersebut, khususnya di sektor perikanan.

“Tapi untuk memutuskan siapa yang bersalah, tentu harus ada kajian-kajian hukumnya terlebih dahulu. Karena kita juga tidak bisa asal menunjuk perusahaan itu bersalah. Yang menjadi permasalahan saat ini, bagaimana korban-korban yang terkena dampak dari perubahan warna air ini secepatnya diperjuangkan dan dipenuhi tuntutannya secara normatif,” katanya.

Namun jika hasil kajian nantinya bisa membuktikan penyebabnya dari aktivitas perusahaan, maka sanksi tegas harus diberikan.

“Seharusnya dari awal, bagaimana kajian dari pemda tentang tata kelola dan Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) yang diberikan kepada perusahaan. Kalau Amdalnya bagus, berdasarkan regulasi yang jelas, mungkin dampak perubahan warna air ini tidak mungkin terjadi,” katanya.

“Sekarang realita di lapangan, itu (perkebunan) hanya berbatasan 6 sampai 10 meter di pinggir sungai, padahal minimalnya 200 meter, sehingga terjadi serapan limbah-limbah itu,” sambungnya.

Mengenai nasib karyawan yang mencapai 5 ribu orang, menurutnya hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan dampak lingkungan yang terjadi. "Makanya perusahaan juga harus bisa membuktikan, bahwa mereka bekerja di jalur yang benar," jelasnya.

Mewakili aktivis peduli lingkungan hidup, Iqbal Evendi, menjelaskan, hasil pertemuan kemarin menghasilkan rencana pembentukan tim independen untuk menelusuri penyebab terjadinya dugaan pencemaran.

Pihaknya berharap turut dilibatkan dalam pembentukan tim independen tersebut, dan bersama-sama melakukan peninjauan lapangan. Sebab jika berbicara data, hingga kemarin Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau belum dapat menyampaikan hasil uji laboratorium terhadap sampel air yang diduga tercemar, yang dilakukan DLHK beberapa waktu lalu.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X