Imlek Meihua

- Selasa, 21 Januari 2020 | 10:18 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

HUJAN lebat berlangsung lama, Sabtu (18/1) lalu. Debitnya juga lumayan tinggi. Hujan seperti inilah yang pernah membuat  sandal dan sepatu bergerak sendiri di rumah saya. Sampai ke kamar tidur. Sekarang tidak lagi. Walaupun selalu saja waswas.

Tapi di banyak titik, genangan terjadi. Daerah yang belum tersentuh proyek drainase. Ada juga  terdampak pengecoran jalan.  Air tak bisa mengalir, tertutup jalan. Mulai masjid, sekolah, rumah penduduk ikut tergenang. Kalau sudah begini, omelan warga itu sangat tak nyaman didengar.

Saya sempat melewati jalan yang tergenang itu. Terparah di salah satu sekolah di Rinding, Teluk Bayur. Tak ada yang bisa menghalangi. Air masuk ke halaman sekolah, hingga ke ruang belajar dan ruang guru. Kasihan.  Sekolah ini jadi langganan tetap, saat hujan lebat.

Karena hujan berlangsung di hari libur kerja, warga lebih banyak berada di rumah. Melintas di kawasan Rinding hingga ke Teluk Bayur. Saya melihat bupati dan wakilnya berada di tengah-tengah warga. Membantu membersihkan saluran yang tersumbat. Pak Kapolres bersama personelnya, juga ada di lokasi. Sama-sama, berbasah-basah.

Hujan di bulan Januari-Februari. Jadi ingat saat masih di Makassar dulu. Warga sudah hafal. Januari-Februari puncak turunnya hujan. Itu hal biasa. Mereka selalu mengaitkan antara hujan yang turun dengan Imlek.

Saya jarang mendengar kata ‘Imlek’ waktu itu. Yang sering diucapkan, adalah ‘Tahun Baru Cina’. Sehingga setiap hujan, selalu dikaitkan dengan ‘Tahun Baru Cina’ atau Imlek. Jadi, peristiwa hujan lebat, di Makassar, itu hal yang biasa.

Diyakini, setelah puncak Imlek, musim hujan pun akan berakhir. Dulu dikenal dengan hujan ‘40 hari 40 malam’ . Hanya berhenti sebentar lalu hujan lagi. Berlangsung terus hingga Imlek berakhir.

Seperti yang berlangsung dalam pekan-pekan terakhir ini. Banyak teman dan keluarga yang mengirimkan bagaimana kondisi cuaca di Makassar dan sekitarnya. Saya hanya bisa menjawab santai. “Biasa saja itu, tunggu tahun baru Cina lewat, makan Coto saja yang banyak,” kata saya.

Menghubungkan hujan dan imlek, sebagian orang menganggap itu mitos. Semua karena kebetulan.  Bulan Januari-Februari itu, memang musim penghujan. Bertepatan dengan hari raya Imlek.

Ahli Feng Shui menyebutkan hujan yang menjadi simbol rezeki dan keberuntungan, ada alasan lain mengapa Imlek selalu disambut dengan hujan. Hujannya menjelang Imlek. Saat Imlek hujan justru tidak hujan.

Ada juga legenda yang menceritakan kaitan Imlek dan hujan. Menjelang Imlek Dewi Kwan Im sedang menanam bunga Meihua. Hujan, jadi pertanda bahwa sang Dewi sedang menyirami bunga hingga bermekaran.

Ketika Imlek berlangsung, disebutkan bahwa saat itulah bunga Meihua sudah mekar. Dan biasanya tak ada hujan. Kalaupun hujan berlangsung hanya sebentar.

Pesan Imlek di kala bunga Meihua sedang bermekaran menjadi simbol perubahan musim semi. Suasana itu tepat sebagai cara suka cita menyambut tahun baru agar lebih semangat dan beruntung di sepanjang tahun.

“Makanya Imlek itu bukan keagamaan. Tapi budaya. Imlek menjadi simbol festival mulainya musim semi. Mekarnya bunga Meihua,” kata para ahli Feng Shui.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X