Ingat Masdar John

- Kamis, 23 Januari 2020 | 16:18 WIB

SUASANA beda jelang perayaan Imlek. Di Tanjung Redeb tak ada wilayah dengan sebutan Kampung Cina atau Pecinan. Di beberapa ruas jalan, seperti Jalan Ahmad Yani dan Jalan Kapten Tendean, merupakan kawasan yang banyak dihuni warga Tionghoa. Kawasan ini yang bisa saya sebut Kampung Pecinan.

Saya menyusuri Jalan Kapten Tendean. Dari ujung Timur, sudah  terpasang lampion yang melintas jalan raya. Hampir sepanjang jalan. Kebetulan di jalur ini, posisi keberadaan Tien Pe kong (Klenteng). Memberikan nuansa semakin meriah. Pernak-pernik Imlek yang serba merah.

Dari Jalan Tendean, hiasan lampion masih terlihat hingga ke Jalan Ahmad Yani dan Jalan Pangeran Antasari. Tiga jalur jalan tersebut, setahu saya dihuni oleh warga Tionghoa. Tak salah, kalau saya sebut Kampung Pecinan.

Sepuluh tahun lalu, tak seramai sekarang. Yang terlibat dalam persiapan Imlek, sekarang sudah ‘pensiun’. Banyak generasi baru yang menggantikan. Anak muda yang lebih cepat gerakannya. Lebih lincah dan lebih kaya ide. Sudah dua generasi.

“Dulu kami yang sibuk, sekarang biar yang muda-muda saja,” kata Pak Oetomo Lianto (Pak Aliang).  Saya ngobrol di Warung Kopi Hoky.  Warung yang jadi langganan untuk jumpa.

Bukan hanya saya dan Pak Aliang, dua hari lalu Pak Kapolres bersama anggotanya juga memanfaatkan waktunya menikmati kopi susu, sambil berbincang dengan anak buahnya. Wakil Bupati Berau Agus Tantomo juga begitu. Ada masakan kesukaan Pak Agus, yakni Kwetiau goreng dan minumnya Liang Teh hangat.

Biasanya berbincang dengan Pak Aliang, tak ada tema serius. Kali ini, ia seperti terkejut setelah mendengar banyak lokasi yang terkena luapan air. Penyebabnya, kata Pak Aliang, macam-macam. Salah satunya, karena pesatnya pembangunan termasuk pembangunan properti sehingga banyak pengupasan lahan.

Di Tanjung Redeb, kata dia, memang buat sementara ‘terbebas’ dari genangan. Bukan jaminan bahwa telah dilakukan pengerjaan drainase, sama sekali tidak akan terjadi genangan.

Sepanjang debit air hujan tidak terlalu besar, akan aman. Sebaliknya, bila debit air hujan cukup besar, ditambah posisi sungai sedang pasang, juga akan terjadi genangan. Pekerjaan belum sampai pada pintu pembuangan air ke sungai.

Pintu pembuangan air menuju sungai sudah jelas.  Baik yang ada di ujung Jalan H Isa I. Juga yang ada di Jalan AKB Sanipah, jatuhnya ke sungai Kelay. Begitu pula yang jatuhnya ke sungai Segah. “Pintu terakhir ini yang harusnya diperhatikan,” kata dia.

Pak Aliang yang mengikuti sepak terjang sepuluh bupati yang memimpin Berau. Mulai tahun 1960 di kala dipimpin Aji Raden Ayub hingga sekarang, menyayangkan. Mengapa dulu itu, anggaran yang dikelola sangat sedikit. “Andai saja seperti sekarang, pembangunan akan jauh lebih pesat,” kata Pak Aliang.

Semuanya menurut dia sangat bergantung pada anggaran. Jadi, tak perlu bangga berhasil melaksanakan kegiatan pembangunan, karena memang dananya sangat besar. Dananya banyak, hasilnya juga harus bagus.

Tapi, Berau kan bukan hanya Tanjung Redeb. Yang harus dipikirkan, bagaimana pembangunan di kecamatan. “Masa hanya Tanjung Redeb saja yang cantik, Teluk Bayur tetap kebanjiran, padahal jaraknya sangat dekat,” kata dia.

Tanjung Redeb juga hanyalah di jalan protokol. Coba telusuri jalan yang lebih jauh ke dalam. Misalnya pada lapisan ke dua yang ada di Jalan Milono atau Jalan Pangeran Diguna. Kan bisa terlihat bedanya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X