Menguak Akar LGBT dari Sudut Pandang Hipnoterapis

- Minggu, 9 Februari 2020 | 15:24 WIB
Endro S Efendi Penulis & Trainer Teknologi Pikiran
Endro S Efendi Penulis & Trainer Teknologi Pikiran

MUNCULNYA kasus Reynhard Sinaga benar-benar menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia. Ini membuktikan bahwa mereka yang suka dengan sesama jenis memang ada, dan jumlahnya tidak sedikit.

Ibarat fenomena gunung es, yang muncul hanya sedikit. Sementara yang tersembunyi, sulit terdeteksi. Saya pribadi, sejak membuka praktik hipnoterapi klinis, hampir setiap hari ada saja yang konsultasi dan ingin kembali normal dari orientasi seks yang sebelumnya suka sesama.

Harus diakui, fenomena munculnya perilaku seks menyimpang ini sudah ada sejak dulu, bahkan sejak kaum Nabi Luth. Namun yang patut menjadi perhatian, semakin hari jumlahnya semakin meningkat dan memprihatinkan.

Khusus di Indonesia saja, perilaku seks menyimpang ini tak hanya terjadi di kota besar, bahkan boleh dikatakan tersebar di seluruh wilayah. Hanya umumnya kaum Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) ini tentu sangat tertutup dengan masyarakat luas.

Selain itu, saat ini kampanye agar kaum LGBT bisa diterima oleh masyarakat luas, semakin gencar dilakukan. Ini setelah di Amerika Serikat, kaum Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT), keberadaannya diakui dan diterima sejak era presiden AS Barrack Obama.

Lantas apa yang menyebabkan seseorang seperti Reynhard Sinaga mengalami penyimpangan seks?

Izinkan saya membahas persoalan LGBT ini dari sudut pandang sebagai hipnoterapis. Saya tidak dalam kapasitas menilai, benar atau salah keberadaan LGBT ini. Lagi-lagi saya tekankan, saya hanya akan membahas dari sudut pandang sebagai hipnoterapis yang kerap bersinggungan dengan masalah ini.

Kisah ini terjadi pada Januari 2016. Sahabat saya ini, seorang perempuan, mengeluhkan tentang keberadaan adik iparnya yang ternyata diam-diam memiliki perasaan suka terhadap sesama jenis. Adik iparnya ini laki-laki, masih tercatat sebagai mahasiswa semester 4 di salah satu perguruan tinggi di Kaltim.

Karena sering curhat dan merasa nyaman, sang adik ipar pun akhirnya mengungkapkan sesuatu yang janggal dalam hatinya itu. "Ngga tahu kak, kalau lihat foto cowok yang ganteng, rasanya langsung deg-degan," begitu kata sahabat saya ini, menirukan kalimat adik iparnya.

Singkat cerita, adik iparnya ini dibawa konsultasi ke salah satu psikolog yang ada di kota ini. Ternyata, oleh sang psikolog, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, bukan dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Itulah yang kemudian membuat sahabat saya ini merasa tidak nyaman.

"Saya rasanya kurang sependapat dengan apa yang disampaikan psikolog itu. Masa yang begini dianggap lumrah," ujarnya dengan mimik serius.

Sebagai kakak ipar, dia merasa khawatir jika adik iparnya ini akhirnya keterusan dan benar-benar menjalani kehidupan sebagai gay. Singkatnya, sahabat saya ini akhirnya berhasil membujuk adik iparnya untuk menjalani sesi hipnoterapi.

Namun, di sesi perjumpaan pertama, saya tidak langsung melakukan hipnoterapi, melainkan hanya berdiskusi dan memberikan penjelasan lengkap soal hipnoterapi. Kenapa?

Karena dia datang karena permintaan kakak iparnya. Sehingga perlu edukasi yang detail hingga akhirnya keputusan menjalani hipnoterapi itu datang dari dirinya sendiri.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X