Napas Level 3

- Senin, 10 Februari 2020 | 15:00 WIB
KUBURAN: Penulis (tiga dari kiri), berada di salah satu lokasi kuburan leluhur warga Dayak yang diperkirakan berusia 300 tahun.
KUBURAN: Penulis (tiga dari kiri), berada di salah satu lokasi kuburan leluhur warga Dayak yang diperkirakan berusia 300 tahun.

JADI, kita harus mendaki gunung itu? Tak ada sejarah dalam hidup saya, melakukan pendakian. Gunung cadas terjal seperti itu. Mengapa tidak ada catatan dalam perjalanan ke kampung Merasa, Kelay, bahwa kita akan mendaki gunung.

Bila ada informasi awal, kan saya bisa buat pertimbangan. Pertimbangan kemampuan menapaki jalan yang terjal. Bayangkan, yang didatangi itu namanya Gunung Tembakau. Namanya diambil di satu tempat, yang sering ditumbuhi tanaman tembakau. Aneh kan?

Gunungnya seperti dinding tinggi. Hanya ada jalan setapak. Badan harus lebih mengarah ke kiri. Oleng ke kanan, bisa terjun bebas. Yang pernah melewati jalur Sungai Kelay, pasti pernah melihat dinding tinggi berwarna putih. Nah, disitu sudah.

Buka karena Gunung Tembakaunya. Ada kisah 300 tahun silam yang bersemayam di gua-gua dinding gunung itu. Gua-gua itulah yang ingin ditengok. Harus didaki. Harus berjalan perlahan. Terpeleset? Tak bisa membayangkan apa yang terjadi.

Saya mencermati jumlah personel yang melakukan pendakian, mungkin saya tamu yang paling senior usianya. Setelah itu Pak Wabup Agus Tantomo. Selebihnya petualang milenial. Masih muda.

Dalam hati mereka ‘Daeng Sikra’ ini yang harus diberi perhatian. Khawatir di tengah jalan sudah kehabisan napas. Linus, yang dulu bertugas di Centre for Orangutan Protection (COP) Kampung Merasa, bertugas sebagai guide, juga tak memberi bisikan kalau akan mengunjungi Gua Tembakau.

Tidak ikut, tetap ada tugas. Menjaga di perahu dan mempersiapkan bakaran ikan di kersik (gusung yang penuh dengan batu kerikil). Tidak ikut, akan kehilangan cerita. Catatan Daeng Sikrapun akan jadi kering.

Di perjalanan pendakian, barulah Mas Linus cerita, kalau lokasi gua yang dijadikan pemakaman leluhur suku Dayak, berada di ketinggian dengan lima tingkatan. Linus menyebut level. Pada tingkatan teratas, akan terlihat keindahan matahari terbit dan tenggelam. Seberapa tingginya?

Level pertama, masih seperti biasa. Belum ada jejak sejarah yang bisa disaksikan, kecuali Stalagmit yang masih dalam proses mengeras. Kalau dipegang, lembut seperti lumut. Mungkin proses panjang nanti akan menjadi keras, seperti batu sekitarnya.

Bergerak ke level dua. Faktor kesulitannya cukup tinggi. Saya mulai merasakan tidak seimbang, langkah dan napas. Di level dua ini, ada gua yang dulu dijadikan penyimpanan mayat dalam peti.

Tersisa hanya peti. Tak ada lagi barang-barang peninggalan yang biasanya diseratakan dalam peti mati itu. “Ada yang jarah pak,” kata Linus. Memang tak ada yang mengawasi. Dengan mudah dijarah.

Ada banyak gua. Setiap gua ada kisahnya. Sedikit peninggalan yang tersisa. Mirip dengan ‘Londa’ yang ada di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Kompleks pemakaman berada pada dinding batu. Saya membayangkan, prosesi pemakaman di Londa, tak jauh beda dengan yang dilakukan Suku Dayak sejak ratusan tahun.

Saya berpikir, setelah level dua selanjutnya akan turun menuju ke tempat makan siang. Di level dua, juga sudah bertambah. Antara napas, capek, dan lapar plus haus. Ternyata, Linus masih menujukan arah ke atas. “Kita ke level 3,” kata Linus.

Saya bukan Rocky Gerung, yang hobi mendaki. “Linus, kali ini kau siksa orang tua,” kata saya dalam hati. Lokasi pendakian juga di sela batu. Ada banyak akar yang berjuntai. Termasuk rotan yang sempat melukai tangan saya. Lupa, kalau rotan itu berduri.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB
X