ODT Merasa

- Rabu, 12 Februari 2020 | 08:29 WIB
ODT: Penulis bersama Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo dan warga Kampung Merasa di salah satu lokasi terindah di alur Sungai Kelay.
ODT: Penulis bersama Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo dan warga Kampung Merasa di salah satu lokasi terindah di alur Sungai Kelay.

ODT itu apa Pak Daeng? Pak Yafet Tingai, Kepala Kampung Merasa bertanya. Seperti yang disampaikan Pak Agus Tantomo, Wakil Bupati Berau, ODT itu maksudnya One Day Trip. Perjalanan wisata selama sehari, mengunjungi beberapa destinasi di Kecamatan Kelay. Khususnya di Kampung Merasa.

Potensi wisata domestik saja sudah cukup besar. Bila ini bisa diakomodir, warga yang datang di akhir pekan ataupun hari libur bersama jauh lebih banyak. Sementara wisatawan mancanegara juga perlu mendapat porsi khusus.

Mengapa ODT lebih menarik. Ke Bidukbiduk misalnya, butuh waktu lebih dari lima jam hanya untuk perjalanan darat mengunjungi Labuan Cermin. Ke Kampung Merasa, hanya butuh waktu 90 menit. Dan bisa melihat banyak pemandangan di wilayah pedalaman. Ini keunggulan pertama.

Tiba di Merasa, setelah perjalanan dari Tanjung Redeb, ada prosesi penjemputan ataupun bentuk kesenian daerah. Bila sebagian pengunjung ingin menjelajahi destinasi yang sedikit ekstrem, bisa diajak mendaki Gunung Tembakau.

Bila tidak, dengan pertimbangan tertentu, pengunjung bisa diajak menyaksikan bukit yang terdapat kuburan tua. Dilanjutkan dengan melihat proses memberikan makan dua orang utan di Pulau Bawan. Satu atraksi yang sangat langka dan jarang bisa mereka saksikan.

Setelah semua destinasi dikunjungi, terakhir mereka istirahat di seberang bukit ‘Batu Anjing’ sambil menikmati makan siang. Makan siang ini idealnya semua kebutuhan kecuali tempat membakar ikan disiapkan oleh wisatawan.

Selesai sekitar Jam 15.00 Wita, pengunjung bisa kembali ke Kampung Merasa dan selanjutnya kembali ke Tanjung Redeb. Ini yang dimaksud ODT oleh Pak Agus Tantomo.

Saya yakin, sekian banyak warga di luar Kampung Merasa belum pernah berkunjung pada sebuah kegiatan yang jadwalnya diatur. Inilah yang dibuat oleh kelompok wisata di kampung. Mereka yang bertanggung jawab membawa pengunjung, sekaligus menyiapkan berbagai kebutuhan di semua destinasi.

Bagaimana menjaring wisatawan mancanegara? Berapa biayanya? Tinggal menghitung saja. Mulai sewa perahu ketinting, sewa tour guide dan beberapa pengeluaran. Minimal berapa personel. Dan kemungkinan besar banyak informasi yang belum sampai di masyarakat luas.

Kalau ini diatur dengan baik, semua akan berjalan lancar. Kesibukan budaya dan kesibukan anak muda sebagai pelopor wisata. Perhatian pada semua destinasi tentu perhatian dari instansi maupun pemerintahan kampung dan kecamatan.

Pak wabup yakin akan banyak peminatnya. Konsep ini bisa dicoba oleh pengelola wisata ataupun pemuda penggiat wisata, dan menyebarkan ke media sosial. Tunggu respons dari masyarakat. Prioritaskan masyarakat domestik setempat dan pelan-pelan menawarkan ke mancanegara.

Ada persoalan yang sempat diutarakan oleh kepala kampung. “KAMI sempat menolak sebanyak 25 orang wisatawan asal Tiongkok,” kata Pak Yafet, Kepala Kampung Merasa.

Loh, kenapa ditolak? Apa ada kaitannya dengan Coronavirus yang tengah merebak. Atau ada alasan lain?

Peristiwanya jauh sebelum hebohnya wabah virus Corona. Padahal dari jumlah tersebut, akan banyak manfaat yang bisa didapatkan. Setidaknya manfaat ekonomi. Wisatawan yang datang pasti berbelanja. Objek wisata juga akan semakin dikenal.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X