Paris Van Berau

- Jumat, 14 Februari 2020 | 15:48 WIB
KENANGAN: Penulis bersama Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, melihat salah satu lokasi yang pernah ditempati keluarga dan orang tuanya di Teluk Bayur.
KENANGAN: Penulis bersama Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, melihat salah satu lokasi yang pernah ditempati keluarga dan orang tuanya di Teluk Bayur.

SEJAK  kapan operasional tambang batu bara di Teluk Bayur dimulai? Dan sejak kapan pula warga Tionghoa berada di wilayah itu? Ini sering jadi bahan diskusi. Juga menjadi ukuran seberapa kuat ‘ke-Berau-an’ seseorang.

Pak Rachmatsyah (alm) pemilik museum Siraja di Teluk Bayur pernah menyebutkan kalau kegiatan pertambangan dimulai pada 29 Maret 1875 silam. Di mana saat itu ada pesanan batu bara sebanyak 200 ton atau sekitar 3.200 pikul, dari asisten residen di Samarinda. Pesanan tersebut ditujukan kepada Sultan Gunung Tabur. Sejak saat itu, Berau tercatat sebagai salah satu daerah penghasil batu bara.

Rujukan itu menjadi catatan bahwa sejak 173 tahun silam, aktivitas ekonomi sektor tambang sudah ada di Berau (Teluk Bayur).

Pata tahun 1904, Datu Maharaja Dinda juga membuka tambang bekerja sama dengan Firma Prottel, Surabaya. Lalu disusul pengusaha asal Surabaya lainnya CLS Birnie yang ikut berinvestasi. Hasilnya diangkut oleh kapal milik Koninklijke Paketwaart Maatschappij (KMP), perusahaan asal Belanda.

Tahun 1911, Datu Raja Mantri dari Keraton Sambaliung juga ikut membuka tambang batu bara di daerah Prapatan, Sungai Kelay, bersama VA Cool perusahaan pemilik konsesi lahan hutan seluas 6.300 hektare.

Lahan ini yang kemudian diambil alih oleh Naamloze Vennotschap Steenkolen Maatschappij Parapattan (NV.SMP) pada tahuh 1923. Hadirnya NV SMP ini, membuat Teluk Bayur menjadi ramai. Semua fasilitas dibangun, juga ada kereta api lori mengangkut batu bara.

Teluk Bayur sudah menikmati listrik sejak awal abad ke-20, termasuk fasilitas umum  lainnya. Teluk Bayur sempat mendapat sebutan ‘Paris Van Berau’. Karena malam hari, Teluk Bayur terang benderang.

Apa karena daya tarik ekonomi menjadi alasan sehingga warga Tionghoa datang ke Berau. Bisa saja argumentasi seperti itu. Dari berbagai diskusi, saya pernah mendapatkan informasi bahwa warga Tionghoa yang datang tidak langsung menuju Teluk Bayur. Mereka menggunakan perahu layar, dan tempat tujuan pertama yakni di Pulau Balikukup, Kecamatan Batu Putih. Bisa jadi untuk sekadar transit. Mungkin juga terdampar. Dari Balikukup kemudian bergerak masuk melewati delta sungai Berau. Dan tiba di Teluk Bayur.

Makam dan kehadiran Tian Fe Kong (Klenteng) juga menjadi petunjuk, bahwa kehadiran warga Tionghoa sudah lebih dari seabad lalu. Ada makam Tionghoa di Gunung Tabur yang tahunnya tertulis tahun 1901. Petunjuk usianya yang sudah tua.

Tian Fe Kong (Klenteng) juga begitu. Beberapa tahun lalu, saya menyaksikan perayaan ulang tahun Klenteng yang ke-100 tahun. Juga jadi petunjuk, bahwa sejak lama sebetulnya warga Tionghoa sudah menjadi bagian dari penduduk Kabupaten Berau.

Lagi-lagi bahwa pusaran ekonomi di Teluk Bayur, mungkin jadi alasan mengapa warga Tionghoa yang ada di Berau, memilih lokasi penambangan batu bara sebagai tempat tinggalnya. Dan sekaligus menjadikan kampung halamannya yang baru.

Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, berada di Teluk Bayur melihat pesatnya perkembangan kecamatan yang dulunya adalah ‘kota’. Dulunya adalah ‘Paris Van Berau’. Ia menyebutkan, kedua orang tuanya lahir di Berau. Juga beberapa orang saudaranya.

Ketika sang ayah meninggal dunia di usianya 104 tahun, jadi petunjuk bahwa warga Tionghoa sudah sejak lama bermukim di Berau (Teluk Bayur). “Ibu saya dulu lahir di Kampung Cina, Teluk Bayur,” kata Pak Agus Tantomo.

Memang saat itu, semua warga Tionghoa berstatus Warga Negara Asing (WNA). Belakangan baru diterima menjadi WNI.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X