Rawan Listrik

- Senin, 17 Februari 2020 | 11:30 WIB
DINANTIKAN: Penulis saat berada di depan PLTD Pulau Maratua. Masyarakat seakan sudah tak sabar lagi menanti layanan listrik tanpa henti.
DINANTIKAN: Penulis saat berada di depan PLTD Pulau Maratua. Masyarakat seakan sudah tak sabar lagi menanti layanan listrik tanpa henti.

KABAR gembira. Pak Makmur yang pernah memimpin Berau dua periode itu, dapat gelar baru. Disematkan warga dayak dari Kecamatan Wahau, Kongbeng, dan Telen, Kutai Timur. Nama gelarnya Boq.

Gelar ‘Boq’ itu artinya pemimpin besar.  Pemimpin yang kini sebagai ketua DPRD Kaltim, akan memberikan banyak perubahan. Termasuk perubahan di wilayah yang memberikan dukungan suara, saat pemilihan anggota legislatif dulu.

Ketika memimpin Berau dua periode, Makmur juga mendapat gelar ‘Raden Mas Patih’. Pemberian gelar oleh kerabat Kesultanan Gunung Tabur dan Sambaliung.

Saya cukup lama mengenal Pak Makmur. Tahu, kalimat apa saja yang bisa membuat tensi ‘amarah’ nya meninggi. Juga tahu, kalau laporan yang disampaikan anak buahnya, sesuai dan tak sesuai fakta di lapangan.

Hal serupa ketika mencermati pemberitaan di media. Ketika ada pemberitaan tak nyaman persoalan yang terkait kepentingan masyarakat, maka siap-siap untuk dipanggil ‘Radak’ alias rapat mendadak. Yang dipanggil bukan wartawan yang menulis beritanya, tapi pimpinan instansinya.

Seperti,  pemberitaan yang menyebutkan ada lima kecamatan masuk kategori ‘rawan pangan’. Biasanya, yang pertama mendapat ‘phone a friend’ ke nomor telepon saya. Pak Makmur tak lagi melalui sang ajudan.

Bisa saja, pemberitaan soal rawan pangan, sebagai isyarat agar semua stakeholder bergerak bersama. Pulau Maratua misalnya. Dulu, ketika moda transportasi masih terbatas, ketika memasuki cuaca buruk, ada kekhawatiran menipisnya persediaan pangan dan kebutuhan lainnya. Memang masuk kategori rawan pangan dan rawan bahan bakar. Itu sepuluh tahun lalu.

Rawan pangan adalah kondisi suatu wilayah ataudaerah, masyarakat atau rumah tangga yang tidak mempunyai akses secara fisik (ketersediaan) dan ekonomi (daya beli) untuk memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, beragam, dan aman untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan.

Sekarang kondisinya berubah. Sejak menjadi salah satu destinasi wisata, Maratua juga Pulau Derawan, setiap saat bisa dikunjungi. Juga setiap saat bahan kebutuhan masyarakat, bisa didatangkan.  Tingkat perekonomian masyarakat, sudah jauh lebih baik.

Jangan membayangkan, Maratua dan Derawan termasuk Bidukbiduk, pertimbangan lahan, akan ada kegiatan penanaman padi ataupun palawija. Kondisi tanahnya seperti itu.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memberikan kriteria rawan pangan, selain faktor ketersediaan, juga faktor akses pangan maupun pemanfaatan pangan. Organisasi pangan dunia (FAO) menambahkan satu yakni faktor kestabilan.

Saya tiap hari berbelanja di warung tetangga, setiap saat melihat di Pelabuhan Teratai, juga setiap hari melihat lalu-lalang kendaraan yang membawa peti kemas yang isinya kebutuhan masyarakat. Saya pikir, tak ada yang perlu digundah-gulanakan.

Apa yang disebutkan Pak Makmur di Pulau Maratua soal listrik, saat melakukan reses, itu saya sependapat. Maratua dan beberapa kampung sudah cukup lama menyandang ‘rawan listrik’. Pak Makmurlah yang punya terobosan, sehingga Tanjung Redeb dan sekitarnya tidak rawan listrik. Lewat perjuangannya menghadirkan PLTU.

Masyarakat Maratua, sudah sejak lama punya lemari es. Juga sejak lama punya mesin cuci. Sejak lama punya televisi dengan layar yang lebar. Tinggal, menunggu kapan masuknya aliran listrik yang cukup dan tak pernah padam.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X