TANJUNG REDEB – Penggunaan jasa pengiriman barang menggunakan peti kemas, mengalami kenaikan harga. Kondisi itu sedikit mengusik pengurus Asosiasi Pedagang Sembako Berau.
Dikatakan Pengawas Forum Pedagang Sembako Berau Chandra, kenaikan biaya tambang kapal atau freight, bisa memicu kenaikan harga barang di Bumi Batiwakkal, khususnya kebutuhan pokok. Sementara, perekonomian masyarakat disebutnya, tengah dalam situasi sulit di tengah panemi Covid-19.
Chandra menyebutkan, kenaikan biaya pengiriman barang menggunakan kontainer atau peti kemas, mengalami kenaikan sejak akhir Maret lalu. Saat dirinya melakukan pengiriman barang dari Surabaya ke Berau menggunakan kontainer. Jika sebelumnya biaya pengiriman Rp 12,5 juta per kontainer, kini menjadi Rp 14 juta per kontainer. Itu belum termasuk biaya bahan bakar minyak (BBM) Rp 800 ribu yang ditanggung pengguna jasa. “Jadi ada kenaikan Rp 1,5 juta,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (3/4) lalu.
Chandra yang juga pemilik minimarket Top Jaya tersebut menyebut, pihaknya sebenarnya bukanlah yang akan terkena imbas dari kenaikan tarif tersebut. Karena pihaknya sebagai pedagang sembako, bisa melakukan penyesuaian harga barang yang dijual ke masyarakat. “Cuma kami kan tidak mau seperti itu, konsumen yang dikorbankan,” katanya.
Untuk itu dirinya berharap, PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) atau pemilik kapal yang digunakan pihaknya untuk mengirimkan barang, bisa meninjau kembali kebijakan menaikkan tarif tersebut.
Kenaikan tarif tersebut juga menjadi sorotan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Berau Fitrial Noor. Pria yang akrab disapa Pipit tersebut mengatakan, pihaknya akan terus menyampaikan penolakan jika mekanisme kenaikan tarif tersebut tetap dijalankan, karena dinilai tidak sesuai aturan.
Aturan yang dimaksudnya adalah, pihak PT SPIL sebagai pemilik kapal, harusnya lebih dulu menggelar pertemuan dengan pengguna jasa dan penyedia jasa di pelabuhan, seperti Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat, Perusahaan Bongkar Muat (PBM), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan lainnya, untuk menyampaikan kepada pemilik kapal adanya rencana kenaikan uang tambang kapal atau freight. Ketika ada kesepakatan, baru tarifnya dinaikkan sesuai kesepakatan tersebut.
“Jangan tiba-tiba langsung mengumumkan kenaikan harga. Itu sudah tidak benar. Kalau dinaikkan sepihak malah bisa dituntut karena melanggar aturan. Karena mekanismenya ada diatur oleh undang-undang,” ujarnya, kemarin (5/4).
Memang ujar Pipit, untuk kenaikan freight tidak ada dalam aturan. Tetapi berbeda hal pada pihak Penyedia Jasa Pengurusan Transportasi (PJPT), di mana ada aturan yang menaunginya. PJPT yang bermitra dengan pemilik kapal, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 121 Tahun 2018. Dalam aturan tersebut, sesuai Pasal 175 PP Nomor 20 Tahun 2010 diatur bahwa tarif jasa terkait angkutan di perairan ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
“Jadi harusnya mereka yang tadi mau menaikkan harga kontainer itu, harus ketemu dulu sama pengguna jasa seperti TKBM, PBM, ALFI, GPEI, dan lainnya, untuk membicarakan kesepakatan harga tersebut,” terangnya.
“Jadi saya tidak menyalahkan shipping-nya, tetapi PJPT dalam hal ini harusnya melakukan sosialisasi dulu kepada para pengguna jasanya atau mitranya. Setelah cocok, mereka terima, baru bisa dilaksanakan. Nah sekarang persoalannya tiba-tiba ada keluar pengumuman kenaikan tarif. Itu yang kami tolak keras, jadi jangan salah pemahaman, bukan saya menolak kapal. Tetapi mekanismenya yang belum sesuai aturan,” sambungnya.
Diakuinya, keberadaan perusahaan tersebut secara tidak langsung memang memberi kontribusi pada pembangunan di Berau, tapi juga mendapatkan keuntungan.
Yang lebih memprihatinkan lagi, saat ini Berau tengah berstatus siaga darurat Covid-19. Sehingga menurut Pipit, sangat tidak tepat ditetapkannya kenaikan karena perekonomian saat ini dinilainya mengalami penurunan, karena banyak orang yang bisa bekerja dan sebagainya.
“Ketika kemudian ini diterapkan sekarang, dampaknya pasti luar biasa. Barang-barang akan naik, apa tidak semakin membunuh warga Berau dengan adanya kenaikan itu?” katanya.