Imbauan untuk tidak banyak melaksanakan aktivitas di luar rumah di tengan pandemi coronavirus disease 2019 (Covi-19) sudah cukup banyak disuarakan, baik secara lisan, maupun melalui media televisi, cetak, hingga media sosial, namun tidak sedikit warga tetap nekat bekerja, meski virus corona menghantui.
AHMAD AJI ANUGRAH, Tanjung Redeb
Bukannya tak ingin menuruti apa yang menjadi larangan pemerintah. Tapi ada perut yang harus diisi, maupun keluarga yang harus dihidupi.
Itulah yang membuat Tumiran (65) tetap rela menelusuri sejumlah ruas jalan di Kecamatan Tanjung Redeb. Tapi tidak bisa lagi berkelana hingga kecamatan yang cukup jauh seperti Teluk Bayur maupun Gunung Tabur, karena kakinya sudah tidak sanggup mengayuh sejauh itu.
Memanfaatkan keahliannya mengesol sepatu, dengan tetap berpuasa Tumiran terus mengayuh sepeda tua merahnya, menunggu sampai ada orang yang memanggil.
Didapati tengah beristirahat di salah satu pos ronda di Gang Varia, Jalan Durian III, Tanjung Redeb, dia bercerita kalau dia harus tetap mencari nafkah walau memiliki risiko terpapar virus corona. Ada empat anak yang harus ia hidupi, terlebih sol sepatu memang menjadi mata pencaharian utamanya sejak 20 tahun lalu.
Sebenarnya kata Tumiran, dia masih belum mau berhenti, apalagi berkeliling sejak pagi dia belum mendapat satu pun pelanggan. Dia hanya ingin membetulkan rantai sepedanya yang memang tak jarang terlepas.
“Hari ini sama sekali belum mendapatkan apa-apa, sudah berkeliling dari pagi sampai siang ini belum juga ada yang meminta untuk dijahitkan sendal atau sepatunya,” ujarnya sambil tangannya memulihkan rantai sepedanya, kemarin (16/5).
Lanjut bercerita, Tumiran menyebut mencari uang di tengah wabah saat ini lebih sulit dari biasanya. Jika sebelumnya dia bisa membawa pulang Rp 100 hingga Rp 150 ribu usai berkelana dalam sehari, kini paling banyak hanya membawa Rp 40 ribu saja.
“Itu pun terkadang seharian berkeliling tidak dapat sama sekali,” katanya.
“Terpaksa juga harus keliling setiap hari. Daripada tinggal di rumah sementara kami ini butuh makan. Kalau bukan begini caranya, ya mau bagaimana lagi. Penting halal untuk anak dan istri saya,” lanjut Tumiran sambil mengusap keringan dengan handuk kecilnya.
Saat ini, hanya dia yang berjuang sebagai tulang punggung keluarganya. Selain untuk keperluan sehari-hari, dia harus menyisihkan sebagian penghasilan untuk membiayai sekolah anaknya.
Sebenarnya lanjut Tumiran, dia sudah menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) oleh pemerintah, hal itu pun diakuinya cukup membantu memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun Rp 750 ribu katanya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan itu saja.
“Makanya terpaksa saya tetap keliling setiap hari, biar dapat sedikit yang penting bisa saya bawa pulang,” paparnya.