Memancing Ikan Sapan yang Bikin Deg-degan

- Selasa, 9 Juni 2020 | 19:29 WIB
OBJEK MEMANCING: Sungai Tuwou di Kecamatan Segah menjadi salah satu lokasi berkembangnya habitat ikan sapan.
OBJEK MEMANCING: Sungai Tuwou di Kecamatan Segah menjadi salah satu lokasi berkembangnya habitat ikan sapan.

Selain Gunung Lumut, kawasan Sungai Tuwou, di Long Sului, Kecamatan Segah, ternyata juga menyimpan keseruan wisata tersendiri. Lokasi ini bisa menjadi objek liburan memancing ikan sungai yang bikin deg-degan.

Endro S. Efendi, Segah.

Deru suara mesin ketinting sontak memecah keheningan pedalaman Sungai Tuwou. Suara derasnya arus sungai, sontak tak bisa lagi dinikmati. Mesin yang digunakan untuk menggerakkan perahu di kawasan ini, rata-rata berkapasitas besar.

Jika motor masih menggunakan satu piston, mesin yang digunakan di perahu ini rata-rata dengan dua piston, agar menghasilkan tenaga besar. Tenaga besar itu sangat diperlukan, agar baling-baling perahu bisa berputar maksimal melawan derasnya arus sungai.

Suara mesin perahu yang cukup memekakkan telinga itu, tak urung membuat ratusan kelelawar terbangun, dan keluar dari sarangnya. Maka pagi itu, sembari menyusuri hulu sungai, kami juga bisa menikmati pemandangan ratusan kelelawar berukuran cukup besar yang sedang terbang bebas. Andai bisa melihat wajah kelelawar itu, mungkin mereka kesal, karena tidurnya terganggu nyaringnya suara mesin perahu yang kami tumpangi.

Satu perahu hanya bisa diisi empat orang. Ditambah satu juru mudi dan satu juru batu. Maka kapasitas maksimal setiap perahu hanya enam orang. Lebih dari itu, perahu akan sarat muatan, dan cukup sulit melawan derasnya air sungai. Belum lagi saat ke hulu, posisi sungai agak menanjak dengan bebatuan di dasar sungai. Tentu saja hal itu sangat menyulitkan perahu untuk bisa melintasinya.

Sesekali, deru suara mesin meningkat berlipat ganda, ketika mesin di-gas penuh, agar bisa menanjak di jalur bebatuan. Itu pun dibantu oleh juru batu yang berada di haluan perahu, untuk menghalau batu-batu di hadapannya dengan menggunakan sebatang kayu. Sesekali juru batu berganti senjata dengan sampan, untuk mengarahkan haluan perahu.

Begitu kandas, mau tidak mau, juru mudi dan juru batu harus turun, menarik perahu agar lepas dari bebatuan tersebut. Penumpang pun sesekali mau tidak mau harus turun, membantu menarik perahu agar lepas dari kandas.

Beberapa perahu pun sempat mengalami insiden berupa baling-baling yang patah karena terkena bebatuan. Beruntung, mereka selalu membawa baling-baling cadangan, sehingga perahu bisa terus digerakkan. Saat menabrak batu, kami pun merasakan hentakannya. Juga diliputi rasa khawatir, jangan-jangan batu itu memecahkan perahu yang kami tumpangi.

Wakil Bupati Berau H Agus Tantomo bersama putrinya, menumpangi perahu yang dikemudikan kepala adat Long Sului, Belakai. Mesti kepala adat itu memiliki perawakan di atas rata-rata, namun nyatanya, begitu lincah mengemudikan perahunya. Sang kepala adat pun sangat sigap saat harus turun dan mendorong perahunya lepas dari jeratan bebatuan.

Setelah berjuang menyusuri derasnya arus sungai, akhirnya kami tiba di lokasi yang konon katanya banyak ikan di dasarnya. Dengan pancing yang sudah disiapkan, Agus Tantomo pun tak mau ketinggalan ikut memancing. Sementara sebagian rombongan lain ada yang menggunakan pemanah ikan serta menjala. Yang penting, jangan sampai ada yang menggunakan bom ikan, racun atau setrum. Ini penting, agar habitat ‘ikan raja’ ini tetap terjaga.

Pencarian lokasi yang melelahkan ditambah dengan perjuangan memancing dengan semangat 45, akhirnya terbayar setelah satu demi satu ikan sapan berhasil ditarik ke permukaan. Tak mau menunggu lama, ikan sapan itu pun langsung dibakar, dan dinikmati dengan nasi yang sudah dibawa sebelumnya. Tanpa bumbu yang aneh-aneh, cukup garam dan sambal, ternyata ikan ini memang benar-benar nikmat. Tekstur dagingnya lembut dan terasa manis. Tapi hati-hati saat makan, karena durinya cukup banyak, seperti ikan bandeng.

Meski lokasinya di pedalaman dan sulit dijangkau, nyatanya tak sedikit orang yang tergiur berburu sapan untuk dijual kembali. Konon cerita dari warga setempat, ikan itu dijual hingga ratusan ribu per kilogram. Dan ternyata di negara tetangga, ikan ini harganya fantastis, bisa sampai jutaan rupiah per kilogram.

Ikan air deras tersebut memang menjadi hidangan istimewa di banyak restoran negara tetangga. “Mudah-mudahan, warga di Segah tidak seperti di daerah lain yang menjual ikan ini sampai ke luar negeri. Harus dijaga kelestariannya, sehingga ikan ini bisa terus dinikmati,” harap Wakil Bupati Berau Agus Tantomo.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X