Masih Patah Tulang, Korban Terpaksa Tinggalkan RSUD

- Jumat, 19 Juni 2020 | 19:39 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TANJUNG REDEB - Korban kecelakaan lalu lintas yang mengelami patah tulang, harus meninggalkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai kemarin (18/6). Pasalnya, pihak rumah sakit hanya bisa menangani patah tulang dengan luka terbuka di bagian kaki dan tangan kiri. Sementara untuk luka dalam dengan kondisi patah tulang bahu, tidak bisa ditangani pihak rumah sakit, dan meminta pasien untuk melanjutkan pengobatan di rumah sakit di Samarinda.

“Tadi pagi (kemarin, red) sudah dicabut infusnya. Sudah diminta pulang, karena sudah tidak ada lagi yang ditangani di rumah sakit,” ujar Indra, kakak pasien ditemui Berau Post kemarin.

Dengan harus meninggalkan rumah sakit, maka persoalan baru harus dihadapinya. Sebab, ujar Indra, dirinya kebingungan untuk merawat adiknya, jika tidak segera dibawa ke Samarinda. Sementara untuk membawa adiknya ke Samarinda, Indra mengaku tidak memiliki uang untuk membiayai ambulans dan keperluan lainnya. Sementara orangtuanya yang berada di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, juga tidak memiliki simpanan untuk membantu biaya pengobatan adiknya. “Kalau pengobatannya mungkin bisa pakai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Tapi katanya ongkos untuk membawa adik saya ini ke Samarinda, jutaan juga. Saya sendiri tidak punya uang sama sekali,” akunya.

Karena tidak memiliki biaya, Indra berencana akan membawa adiknya untuk ikut menumpang bersama dirinya di indekos pamannya di kawasan Kilometer 5 Tanjung Redeb. Sebab, Indra yang mengaku hanya bekerja sebagai kuli kayu di Kampung Kasai, selama ini memang hanya ikut menumpang di indekos pamannya, jika sedang berada di Tanjung Redeb. “Yang saya bingung, karena patah tulang di bahunya itu belum diapa-apakan, bagaimana kalau nanti kondisinya makin parah. Karena harusnya segera dirujuk ke Samarinda, tapi kami tidak punya apa-apa. Belum lagi kalau nanti harus ganti perban dan lainnya, harus ada yang menjaga 24 jam. Sementara saya juga harus kerja, karena saya masih banyak utang sama bos saya di Kasai. Bingung saya,” ungkapnya.

Ditambahkan Hamzah, rekan korban yang juga sama-sama perantau dari Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, mengaku sangat ingin membantu korban. Namun dirinya yang sudah berkeluarga dan tidak punya kemampuan secara ekonomi, juga tak bisa berbuat banyak. Bahkan, ujar dia, sepeda motor yang dikendarai korban, adalah sepeda motor pinjaman. Sehingga, korban dan keluarganya juga harus menanggung biaya perbaikan sepeda motor pinjaman tersebut yang juga rusak parah. “Kalau mengharapkan orangtuanya, kasihan juga. Saya kenal sekali orangtua anak ini, orang susah juga di kampung,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur RSUD dr Abdul Rivai Nurmin Baso, mengakui jika pasien atas nama Risno Amrin, korban kecelakaan yang mengalami patah tulang, sudah diperbolehkan pulang kemarin. Kakak korban, lanjut dia, juga sudah menandatangani persetujuan untuk meninggalkan rumah sakit. “Sebenarnya harus dirujuk. Tapi keluarganya belum bisa,” singkat Nurmin. 

Kemarin diberitakan, kecelakaan lalu lintas di Jalan Sultan Agung Tanjung Redeb pada 12 Juni lalu, berbuntut panjang. Pasalnya, pengendara roda dua yang mengalami kecelakaan, mengalami patah tulang di tangan dan kaki bagian kiri, serta tulang bahu. Bukan sekadar mengalami patah tulang, pengendara bernama Risno Amrin tersebut, juga harus menanggung biaya pengobatan untuk mengoperasi bagian tubuhnya yang patah tulang.

Insiden kecelakaan antara kendaraan roda dua dan roda empat tersebut, memang sudah melalui mediasi pihak kepolisian. Kedua belah pihak, awalnya sudah menandatangani surat kesepakatan damai, sehingga insiden kecelakaan diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, Burhanuddin yang menjadi kuasa hukum Risno Amrin, menyebut surat damai yang ditandatangani kedua pihak sebelumnya, cacat hukum.

Burhanuddin pun telah mengembalikan surat perdamaian tersebut kepada pihak kepolisian, Selasa (16/6) lalu. Dirinya meminta pihak kepolisian untuk mempertemukan kembali kedua belah pihak, untuk berunding ulang terkait perdamaian dalam kasus kecelakaan lalu lintas tersebut.

“Kenapa harus diulang, karena surat perdamaiannya cacat hukum. Batal secara hukum,” katanya kepada Berau Post kemarin (17/6).

Cacat hukum yang dimaksudnya, karena dalam surat perdamaian tersebut, kecelakaan lalu lintas disebutkan terjadi pada tanggal 16 Juni. Sementara kejadian sebenarnya pada tanggal 12 Juni. Yang anehnya lagi, penandatanganan perdamaian tersebut dilakukan pada tanggal 15 Juni. “Artinya, berdamai dulu baru kecelakaannya,” katanya.

Selain itu, dalam surat perdamaian, Risno yang diwakili iparnya Hamka, disebut sebagai pihak kedua yang menjadi pengendara roda empat. Padahal, Risno adalah pengendara roda dua yang mengalami luka berat hingga patah tulang.

Kejanggalan lainnya, dalam surat perdamaian itu, Risno hanya disebut mengalami luka dan dirawat di RSUD dr Abdul Rivai, sehingga pengendara roda empat hanya memberikan santunan sebesar Rp 500 ribu, sebagai biaya ganti perawatan. “Ini yang sebenarnya paling kami sayangkan. Terlepas dari korban ini siapa, harusnya kita melihat secara kemanusiaan lah. Masa orang patah tiga hanya diberi santunan Rp 500 ribu. Karena dari pihak polisi juga bilang lukanya lecet-lecet saja. Kasihan korban, dia tidak punya biaya untuk pengobatannya, karena harus dirujuk ke rumah sakit di Samarinda,” jelasnya. (mar/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau, Pakaian Adat Bakal Diwajibkan di Sekolah

Sabtu, 20 April 2024 | 17:45 WIB

Wartawan Senior Kubar Berpulang

Sabtu, 20 April 2024 | 17:10 WIB

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB
X