Penyebar Islam Berdarah Dua Kesultanan

- Selasa, 30 Juni 2020 | 21:50 WIB
MAKAM NISAN KUDA: Makam dengan nisan berbentuk kuda ini diketahui memiliki sejarah. Dari cerita Amiril Umrah, sejarawan di Pulau Derawan, yang dimakamkan adalah Ligadung Malawi, putra seorang sultan bergelar Pangeran Aji Kuning II. Ligadung Malawi juga memiliki keturunan Kesultanan Sulu dari ibunya Musa Balimbing.
MAKAM NISAN KUDA: Makam dengan nisan berbentuk kuda ini diketahui memiliki sejarah. Dari cerita Amiril Umrah, sejarawan di Pulau Derawan, yang dimakamkan adalah Ligadung Malawi, putra seorang sultan bergelar Pangeran Aji Kuning II. Ligadung Malawi juga memiliki keturunan Kesultanan Sulu dari ibunya Musa Balimbing.

Selain terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, Pulau Derawan ternyata juga menyimpan situs sejarah. Dengan keberadaan makam berbatu nisan berbentuk kuda. Yang baru segelintir orang mengetahui siapa yang dimakamkan, dan mengapa diberi nisan berbentuk kuda.

MAULID HIDAYAT, Pulau Derawan

Secara administratif, (Kampung) Pulau Derawan masuk wilayah Kecamatan Pulau Derawan, yang terletak sekitar 10 kilometer dari Tanjung Batu –ibu kota Kecamatan Pulau Derawan. Palau ini memiliki luas 44,70 hektare. Ada dua jalur yang bisa dilalui menuju pulau berpenduduk sekitar 1.560 jiwa dengan 440 kepala keluarga (KK) ini. Jika melalui jalur darat dari Tanjung Redeb –ibu kota Kabupaten Berau, perjalanan bisa ditempuh sekitar 111 kilometer menuju Tanjung Batu, dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Kemudian dilanjutkan menyeberang ke pulau menggunakan speedboat dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Jika melalui jalur laut, waktu tempuh lebih singkat, sekitar 2 jam dari Tanjung Redeb, dengan jarak tempuh sekitar 105 kilometer.

Tidak sulit mencari penginapan di pulau ini. Jika ingin menikmati suasana malam di pinggir pantai, Anda bisa menginap di resort. Puluhan resort berjejer di sepanjang bibir pantai. Jika ingin menikmati suasana kampung dengan keramahan penduduknya, Anda bisa memilih menginap di homestay milik warga. Namun di waktu-waktu tertentu, seperti libur akhir tahun dan libur hari besar keagamaan, biasanya resort maupun homestay dipenuhi pengunjung. Jadi jika ingin menghabiskan waktu pergantian tahun atau libur Lebaran, Anda harus melakukan pemesanan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan.

Kamis (25/6) lalu, Berau Post berkunjung ke pulau wisata ini. Kebetulan pemerintah kampung setempat berencana membuka kembali akses masuk pulau yang sempat ditutup untuk wisatawan selama pandemi virus corona.

Selain ingin memastikan kondisi pantai yang mulai mengalami abrasi, awak media ingin mengetahui sejarah keberadaan makam dengan nisan berbentuk kuda di kampung ini.

Dari informasi warga setempat, tak sedikit wisatawan yang selalu menyempatkan diri mengunjungi makam nisan kuda ini. Tapi tak banyak yang mengetahui sejarah makam ini.

Berbekal informasi dari Retno, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Berau, awak media ini pun menemui Amiril Umrah, sejarawan yang juga tokoh masyarakat di Pulau Derawan.

Tak sulit untuk menemukan kediaman Amiril Umrah yang letaknya sekitar 150 meter dari dermaga kampung, di RT 02 Kampung Pulau Derawan. Kebetulan, pria yang usianya sudah menginjak 80 tahun itu tengah duduk santai di teras rumah kayu, bercat hijau miliknya. Dengan ramah, Amiril Umrah menerima awak media ini. Meskipun tidak lagi muda, namun pendengarannya masih baik. Setelah berbincang dan mengetahui maksud kedatangan media ini, dia tampak bersemangat bercerita awal mula keberadaan makam nisan kuda yang ada di kampungnya. “Itu bukan kuburan kuda, hanya batu nisannya berbentuk kuda. Itu makam Ligadung Malawi,” ujar Pak Umrah – sapaan akrabnya –menjawab pertanyaan media ini.

Lalu siapakah Ligadung Malawi yang dimakamkan dengan nisan berbentuk kuda? Mendapat pertanyaan itu, Pak Umrah lantas menjelaskan sejarah awal kedatangan Ligadung Malawi ke Pulau Derawan.

Kurang lebih 150 tahun silam, datanglah seorang anak sultan bernama Ligadung Malawi ke Pulau Derawan. Kedatangannya untuk mencari ayahnya, Dasar, seorang sultan yang bergelar Pangeran Aji Kuning II, saudara Datu Maharaja Dinda. “Pangeran Aji Kuning II akrab dipanggil Puan si Rambut Merah, karena memiliki rambut berwarna merah,” kata Pak Umrah.

Ia melanjutkan ceritanya. Pada masa kesultanan, Puan si Rambut Merah sempat ditawan perompak, kemudian dibawa ke Negeri Sulu Filipina. Selama ditawan, tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa Puan si Rambut Merah merupakan keturunan sultan dari Kesultanan Kuran. Hingga suatu saat, Negeri Sulu kerap dilanda bencana gempa dan diserang wabah penyakit.

Bertubinya bencana dan wabah penyakit yang terjadi, membuat Pemangku Kesultanan Sulu khawatir. Hingga akhirnya mendapat mimpi bahwa salah seorang tawanannya merupakan keturunan bangsawan. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata Puan si Rambut Merah yang dimaksud dalam mimpi itu, karena masih keturunan dari Kesultanan Kuran – cikal bakal nama Berau.

“Selama menjadi tawanan, Puan si Rambut Merah menikah dengan Musa Balimbing yang juga masih keturunan Kesultanan Sulu. Dari perkawinannya itu, mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ligadung Malawi,”lanjut Pak Umrah.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X