Jangan Saklek, Perusahaan Diminta Bijaksana

- Selasa, 7 Juli 2020 | 19:21 WIB

TANJUNG REDEB – Masyarakat Kampung Gurimbang dan sekitarnya, kembali meminta kejelasan terkait lahan yang kini menjadi lokasi penambangan site Gurimbang. Permintaan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Berau, Senin (6/7).

Ketua DPRD Berau Madri Pani yang memimpin rapat, meminta pihak perusahaan segera menyelesaikan persoalan pembebasan lahan di Site Gurimbang. Mengenai status lahan yang masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK), perusahaan harusnya memberikan kebijaksanaan terhadap hal itu. Sebab masyarakat lebih dulu menggarap kawasan tersebut sebagai lahan pertanian mereka.

“Perusahaan jangan terlalu saklek lah. Itu adalah hutan yang kemudian menjadi lahan pertanian tanam tumbuh masyarakat. Lalu ditetapkan sebagai KBK. Ini kan aneh. Masyarakat Gurimbang sudah lebih dulu ada di sana, bahkan sejak berpuluh-puluh tahun mereka sudah bertani di sana,” jelas mantan Kepala Kampung Gurimbang ini, kemarin (6/7).

Menurut Madri, seharusnya pihak perusahaan memberikan kebijaksanaan kepada masyarakat berupa penggantian lahan sewajarnya.  “Jadi kami mohon, meski pemerintah daerah butuh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan, tapi memperjuangkan hak masyarakat lebih penting,” lanjutnya.

Ia pun berharap pihak perusahaan dapat memberikan ganti rugi kepada masyarakat. Baik berupa ganti rugi tanam tumbuh maupun tali asih kepada masyarakat. Sehingga persoalan sengketa lahan masyarakat dengan pihak perusahaan bisa segera selesai. “Setidaknya ada kebijaksanaan dari perusahaan untuk masyarakat yang sudah menggantungkan hidupnya dengan bertani di lahan itu," katanya.

Sementara menurut Wakil Bupati Berau Agus Tantomo mengatakan, ada dua cara yang bisa ditempuh pihak perusahaan untuk menyelesaikan persoalan lahan ini. Pertama selesaikan lahan-lahan yang bisa diselesaikan dengan peraturan. Contoh lahan APL, ini bisa diselesaikan segera. Atau lahan KBK yang lebih dulu digarap masyarakat sebelum penetapan KBK, bisa segera diselesaikan. Kedua, jika tidak bisa diselesaikan dengan peraturan, maka perusahaan bisa menggunakan kebijakan.

Menurutnya rapat dengar pendapat yang digelar DPRD terkait permasalahan ini tidak ada perbedaan dengan rapat-rapat sebelumnya. Sebab tidak ada kesepakatan terkait penyelesaian persoalan ini. “Seharusnya rapat ini sebagai sarana meminta serta mendesak perusahaan untuk bijaksana dalam persoalan lahan saat ini. Harusnya perusahaan menggunakan kebijakannya untuk masyarakat. Hargailah jerih payah masyarakat yang bertani di lahan itu. Kalau mau bijaksana, selesai,” beber Agus Tantomo.

Menurut Kepala Kampung Gurimbang, Edy Gunawan, hampir sebagian besar tambang Gurimbang masuk dalam administrasi wilayah Kampung Gurimbang. Pihaknya pun pernah mengajukan ganti rugi lahan kepada perusahaan, namun karena masuk area KBK, pihaknya lantas menyerahkannya kepada instansi berwenang terkait kehutanan untuk penyelesaiannya. “Mediasi sudah seringkali, namun kami bisa memahami atas aturan berlaku mengenai KBK. Kami juga tak ingin melanggar aturan,” ujarnya.

Sementara itu, Deputy Director Operationa Support & Relation, PT Berau Coal, Gatot Budi Kuncahyo menyebut, Berau Coal merupakan perusahaan yang taat pada aturan yang berlaku. Sehingga prinsipnya mengedepankan koordinasi yang baik dengan pemangku kepentingan. Menyelesaikan permasalahan ini, kata dia, dengan mengedepankan musyawarah selama tidak bertentangan dengan aturan.

“Tuntutan ganti rugi yang diminta warga berada di area KBK. Sementara kami tidak bisa melakukan ganti rugi karena bertentangan dengan aturan. Saat ini Berau Coal memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang di dalamnya terdapat kewajiban bagi negara dan hak penggunaan kawasan tersebut. Jadi kami taat dan patuh aturan yang berlaku," tandasnya.

Permasalahan lahan di area KBK menjadi persoalah cukup rumit dan bersinggungan dengan persoalan hukum. Sebab sebelumnya, terdapat vonis terhadap mantan kepala kampung  terkait kasus penerbitan izin kawasan hutan. Seperti mantan Kepala Kampung Gurimbang, Bajuri, divonis 2,6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb pada Rabu (20/5) lalu.

Ketua PN Tanjung Redeb, Imelda Herawati Dewi Prihatin mengatakan, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menerbitkan izin penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana Pasal 105 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sebelumnya, Kapolres Berau AKBP Edy Setyanto Erning Wibowo juga terus mengingatkan masyarakat agar tidak bermain-main soal status kawasan hutan, terkhusus dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK). Dijelaskan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, maka setiap aktivitas di kawasan hutan, harus disesuaikan dengan status kawasan yang ditetapkan undang-undang. “Khusus untuk di wilayah KBK, harus mengantongi izin pemanfaatannya dulu baru bisa menggarap,” katanya. (*/mrt/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X