Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150 Ribu

- Kamis, 9 Juli 2020 | 20:29 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TANJUNG REDEB - Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan, Bambang Wibowo mengumumkan batas tarif tertinggi rapid test, yakni Rp 150 ribu. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.

Dalam surat edaran itu dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri. Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi. Setiap fasilitas layanan kesehatan diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kemenkes.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Iswahyudi, mengatakan saat ini pihaknya masih berkoordinasi mengenai edaran tersebut. Ia juga sependapat jika harga yang ditetapkan itu tertinggi sesuai edaran yang dikeluarkan Kemenkes. Karena menurutnya, dengan harga tersebut, memudahkan masyarakat untuk melakukan rapid test secara mandiri.

Ia juga tak memungkiri harga yang ada saat ini dinilai masih cukup mahal. Saat ini harga termurah melakukan rapid test di rumah sakit sekitar Rp 320 ribu. Itu terjadi karena harga rapid test yang sudah mulai turun. Tetapi di tempat lain, masih ada yang Rp 400 ribu. Ia menilai juga bukan berarti dibuat mahal karena bisa jadi reagen yang dipakai memang cukup mahal.

“Cuma permasalahan sebetulnya dimulai dari bahan bakunya. Saat ini saja harga terendah distributor sekitar Rp 140 hingga Rp 150 ribu. Bahkan ada yang lebih dari Rp 200 ribu,” ujar Iswahyudi, kemarin (8/7).

“Jika dinyatakan Rp 150 ribu, dikhawatirkan justru lab tidak akan menerima test. Karena rugi,” lanjutnya.

Jadi menurutnya, ada dua hal yang perlu jadi perhatian. Yakni harga bahan bakunya yang ditekan di tingkat distributor, kemudian jasa pelayanan yang tidak terlalu mahal.

 “Memang edaran ini berupa imbauan. Tetapi kami belum mendapat arahan ini bagaimana. Karena kami sampai saat ini tidak mengeluarkan batasan pada harga. Tetapi disesuaikan dengan bisnis yang sehat,” tegasnya.

Seperti di Berau terjadi persaingan cukup baik seperti rumah sakit lebih murah. Sehingga ia realistis saja melihat hal ini. Kalau menekan harga seperti itu sementara bahan bakunya belum turun apalagi tiba-tiba muncul edaran ini tentu itu akan sulit. “Tetapi harapannya ke depan harga bahan bakunya bisa turun jauh,” terangnya.

“Mudah-mudahan dengan adanya peraturan itu distributor pasti akan berpikir kembali akan menurunkan keuntungannya. Sehingga bisa lebih murah dan bisa menerapkan Rp 150 ribu sebagai harga maksimalnya di Berau,” imbuhnya. (mar/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB
X