BUTUH waktu yang lumayan lama hingga tiba di Bidukbiduk. Tak beda jauh waktu yang diperlukan, bila seseorang ingin mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta. Yang berbeda destinasinya. Jaraknya memang jauh.
Kondisi jalan yang menjadi sebab, memperlambat tiba di tujuan. Ketika jumlah lubang jalan tak sebanyak sekarang, hanya butuh waktu lima jam. Sekarang lebih dari lima jam. Bisa tujuh jam. Apalagi menggunakan kendaraan yang tak sesuai kondisi jalan.
Kalaupun jalan mulus, jam tibanya di kecamatan paling selatan itu hampir sama. Penyebabnya? Empat kecamatan yang dilewati, ada rest area. Ini penting, agar di titik tertentu, khususnya pengemudi kendaraan, tidak mengalami kelelahan.
Sebutlah ketika berangkat dari Tanjung Redeb, ada persinggahan di sekitar Mangkajang. Ada warung Donald yang bisa dimampiri sejenak. Warung yang menyediakan sajian prasmanan. Lalu, melanjutkan perjalanan hingga ke Talisayan.
Bagi wisatawan, yang sudah mengagendakan perjalanannya, bisa memilih menginap di Talisayan, agar pagi harinya bisa menyaksikan Whale shark (Hiu Tutul) di laut Talisayan. Atau ada yang melanjutkan perjalanan dan mampir di Telaga Biru. Telaga air tawar yang pemandangannya unik. Lokasinya di Kampung Tembudan (Lenggo), Batu Putih.
Bukan hanya Telaga Biru, ada gua tak jauh dari lokasi itu. Termasuk makam Raja Alam yang bisa dikunjungi wisatawan. Kampung Lenggo, adalah sebuah kawasan perkampungan dari kegiatan perusahaan kayu PT Sumalindo. Belasan tahun silam, di sanalah kompleks karyawan perusahaan tersebut.
Bagi Seri Marawiah Makmur, mengunjungi Bidukbiduk ketika hanya ada transportasi laut. Begitu pula, di saat hanya ada jalan tanah tak beraspal. Bisa terjebak, dan bermalam di jalan ketika musim hujan. Juga tak bisa kembali, ketika laut sedang bergelombang. Itu risiko tugas mendampingi suami Makmur HAPK saat bertugas ke wilayah pesisir.
Jumat (25/7), Seri Marawiah menemani sang suami reses selaku Ketua DPRD Kaltim ke wilayah pesisir. Kondisi jalan secara bertahap mulai diperbaiki. Rumah-rumah penduduk, hampir memenuhi sisi jalan, terlihat selama perjalanan. Lahan warga, banyak ditumbuhi kelapa sawit. Ada yang baru ditanam, ada juga yang sudah menghasilkan buah.
Kendaraan yang berpapasan, tak terbilang lagi jumlahnya. Puluhan bangunan tinggi, dari usaha warga membangun sarang burung walet. Rumah makan ‘Amma Yus’ tak lagi menempati petak pasar Inpres. Sekarang sudah punya sendiri. Kantor bank, sudah membuka cabang di semua kecamatan.
Bukan hanya selangkah. Lonjakannya sudah tiga langkah ke depan. Hingga tiba di Bidukbiduk. Aroma laut dan minyak kelapa. Keindahan Pulau Kaniungan dan Lamin Guntur, menjadi daya pikat. Sedangkan Labuan Cermin, menjadi daya tarik yang sudah dikenal di mancanegara.
Danau dua rasa. Luasnya hanya beberapa hektare. Masih ada misteri yang belum terkuak seluruhnya. Banyak wisatawan dan publik figur, pernah berfoto di danau dua rasa Labuan Cermin. Itupun yang dilakukan Seri Marawiah. Berfoto di haluan perahu di atas permukaan laut yang jernih. Seperti melayang. Labuan Cermin, memang luar biasa. (*/adv/udi)
