Antisipasi Kolaps, Berau Coal Turunkan Volume Produksi

- Kamis, 6 Agustus 2020 | 19:56 WIB
BISNIS BATU BARA LESU: Permintaan batu bara dari negara tujuan ekspor menurun. Kondisi ini memaksa perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Berau mulai mengambil langkah antisipasi agar tidak kolaps.
BISNIS BATU BARA LESU: Permintaan batu bara dari negara tujuan ekspor menurun. Kondisi ini memaksa perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Berau mulai mengambil langkah antisipasi agar tidak kolaps.

TANJUNG REDEB - Beberapa waktu lalu, perusahaan tambang terbesar di Berau, PT Berau Coal, bersurat ke Bupati Berau, Muharram. Dalam surat yang ditandatangani oleh Deputy Director Operation Support and Relations PT Berau Coal, Gatot Budi Kuncahyo, itu tertulis langkah antisipasi pihak perusahaan dalam menghadapi kelesuan sektor pertambangan di Bumi Batiwakkal. Antisipasi ini sebagai langkah dari menurunnya permintaan batu bara dari dua negara tujuan ekspor.

Seperti diketahui, Tiongkok dan India merupakan dua negara dengan permintaan batu bara terbesar. Namun, kondisi saat ini membuat kedua negara tersebut menurunkan permintaan. Hal ini juga ditambah dengan harga batu bara dunia yang terus terpuruk.

Dijelaskan Gatot, ada empat hal yang disampaikan dalam surat, tertanggal 23 Juli 2020. Poin pertama yang disampaikan yakni, perusahaan dan mitra kerja kemungkinan akan mengefisiensikan biaya operasi agar bisa bertahan dalam kondisi sekarang ini. Kedua, perusahaan dan mitra kerja bisa mengoptimalkan operasi tambang yang memungkinkan secara biaya.

Ketiga, kemungkinan menghentikan sementara dan menurunkan volume produksi di beberapa pit tambang. Penurunan produksi ini diperkirakan menyebabkan kelebihan alat dan tenaga kerja. Salah satu langkah untuk menghadapi situasi itu, perusahaan atau kontraktor mitra bakal mengambil langkah merumahkan sebagian karyawan. Langkah antisipasi terakhir ialah perusahaan akan menunda dan me-review ulang program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

“Jika dilihat dari beberapa poin tersebut, bisa dipastikan langkah terberat yakni mengurangi volume. Dengan berkurangnya volume, tentu menjadi sistem domino, di mana pengurangan produksi, akan berpengaruh kepada pengurangan karyawan,” jelas Gatot.

Menyikapi hal tersebut, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo mengatakan, kondisi yang dihadapi saat ini begitu sulit. Perusahaan pertambangan menurunkan produksi karena harga komoditas rendah sehingga tidak sesuai dengan biaya produksi. Dalam jangka pendek, pemerintah hanya bisa bernegosiasi dengan perusahaan agar kebijakan yang diambil tidak terlalu parah. Kebijakan tersebut juga harus melihat kemampuan perusahaan.

“Kami memahami bahwa perusahaan tidak mau melakukan hal yang merugikan. Ini memang situasi sulit. Kalau saya lihat, sejak awal, ketergantungan Berau terhadap sektor batu bara ini terlalu tinggi. Sekitar 60 persen pendapatan kita dari royalty batu bara,” jelas AgusTantomo ketika ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Dijelaskan Agus Tantomo, pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini. Ia menuturkan, ada ribuan warga yang bekerja di sektor tambang. Dengan pengurangan, tentu akan berdampak pada angka pengangguran yang cukup meningkat pesat.

Menurut Agus,sejak awal, Berau seharusnya mendorong sektor lain. Persoalannya, ketika masalah seperti ini tiba, pemerintah belum bisa mengandalkan sektor lain sebagai penopang ekonomi. Mau tidak mau, pemerintah harus membantu meringankan beban perusahaan dengan memberi pengertian kepada masyarakat, bahwasanya perusahaan akan mengetatkan keuangan.

“Pemerintah juga harus menyelamatkan perusahaan. Kalau sampai kolaps, banyak masyarakat yang dirugikan. Contohnya, karyawan PT Berau Coal sekitar 20 ribu orang, Kalau PHK sampai setengah saja, berarti 10 ribu orang. Itu pun masih lebih baik daripada kolaps karena bisa sampai 20 ribu yang di-PHK,” ucapnya.

Pemerintah juga membantu perusahaan agar bisa bertahan dengan tidak adanya permintaan ini-itu dari masyarakat. Hal ini bukan tanpa alasan. Alasan pertama yang dipertimbangkan yakni, harga batu bara menurun kencang. Sedangkan CSR yang akan dikeluarkan jumlahnya tidak sedikit. “Masyarakat harus mengerti ketika dana CSR belum terealisasi,” terangnya.

Sebagai informasi, Tiongkok dan India merupakan pasar utama batu bara Kaltim termasuk Berau. Pada 2019, ekspor batu bara Kaltim ke Tiongkok mencapai 33 persen dari total produksi. India di urutan kedua tujuan ekspor utama Kaltim dengan pangsa 26,79 persen sesuai Laporan Perekonomian Kaltim 2019 dari Bank Indonesia.

Saat ini, kondisi kedua pasar masih belum pulih karena pandemi. India menerapkan kebijakan lockdown dan tengah berencana memangkas impor besar-besaran. Permintaan batu bara India sudah turun hingga 65 persen. Komoditas ini pun mengalami over supply di pasar dunia. Untuk merespons ketidakseimbangan permintaan dan penawaran, produsen batu bara di Indonesia terpaksa mengurangi volume produksi.

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) bahkan telah mengumumkan rencana sejumlah anggota asosiasi memangkas produksi tahun ini. Pemangkasan volume produksi diperkirakan antara 15 hingga 20 persen.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB
X