Prosesi Adat Harus Tetap Dipertahankan

- Sabtu, 8 Agustus 2020 | 19:52 WIB
LESTARI: Agus Tantomo mengikuti prosesi adat di Tanjung Batu, serta mengenakan pakaian dayak pada puncak Proklamasi HUT RI.
LESTARI: Agus Tantomo mengikuti prosesi adat di Tanjung Batu, serta mengenakan pakaian dayak pada puncak Proklamasi HUT RI.

SECARA bergantian selama 12 bulan, ada saja kegiatan budaya dan adat yang digelar masyarakat.  Baik warga yang ada di pesisir pantai, di pulau, di pedalaman, maupun dua kesultanan, Sambaliung dan Gunung Tabur. Ini adalah aset besar yang harus dipertahankan.

Di Talisayan misalnya, ada perayaan yang dinamakan Buang Nahas. Ini sudah lama ada. Prosesi sederhana, bagi wabup Agus Tantomo, adalah sebuah prosesi yang bisa menjadi daya tarik wisata. Tak jauh beda dengan prosesi Mappanretasi (bahasa Bugis Mappanre dan Tasi), atau lebih dikenal dengan Pesta Laut atau Pesta Pantai, adalah sebuah festival adat suku Bugis yang diturunkan secara turun-temurun dan dilaksanakan setiap bulan April di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Di Tanjung Batu, Ibu Kota Kecamatan Pulau Derawan pun demikian. Ada prosesi melarung persembahan ke laut, dengan harapan warga tetap diberikan kesehatan dan sebagai ungkapan rasa syukur warga, yang umumnya adalah nelayan. Doanya tetap pada ajaran agama yang diyakini.

Secara perorangan di Pulau Derawan, masih sering dilakukan warga. Prosesi ini menarik dan bisa menjadi pemikat bagi wisata. Tinggal bagaimana menyesuaikan kalender kegiatan warga, agar bisa disaksikan. Sebab, prosesinya berlangsung cepat.

Di wilayah pedalaman, menurut wabup Agus Tantomo juga begitu. Mulai dari Kampung Bena Baru, Kampung Merasa, Kampung Tepian Buah, dan hampir semua kampung dalam wilayah Segah dan Kelay, punya prosesi adat yang dilaksanakan setiap tahunnya. “Ini yang harus dikemas dengan baik dan dikembangkan secara terus-menerus dari generasi ke generasi,” ungkapnya.

Ia yakin, prosesi adat ‘Baturunan’ ataupun ‘Pallas Banua’ di kekerabatan Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur, ada yang lebih meriah lagi yang pernah dilaksanakan sejak dahulu. “Pernah saya menyaksikan prosesi itu berlangsung meriah, dengan perahu berbalut kain kuning, menyeberangi Sungai Segah,” ujar Agus Tantomo.

Jadi, semua itu tak bisa dilupakan. Biarkan apa yang berkembang di masyarakat terus dijaga dan dipelihara. Sebab, itu akan menjadi refleksi perjalanan sejarah, adat dan budaya yang bisa disaksikan oleh generasi sekarang. (*/adv/udi)

               

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X