DI SAAT Berau memperingati ulang tahun, salah seorang menteri hadir. Mantan Menristek (2011-1014) Gusti Muhammad Hatta. Cendekiawan asal Banjarmasin. Menyaksikan berbagai prosesi di puncak hari jadi waktu itu.
Datang bersama beberapa pejabat Kementerian Pekerjaan Umum. Ada agenda khusus, meninjau turap di Bujangga yang saat itu runtuh pasca pengerjaan. Dan memang benar, beberapa waktu kemudian, turunlah anggaran dari pusat, membantu perbaikan turap di Bujangga. Di situ pulalah, keakraban antara Makmur HAPK dan Gusti Muhammad Hatta terlihat.
Lalu, setelah tak lagi jadi menteri, bukan berarti komunikasi mereka terputus. Terus berlangsung. Dan, Gusti M Hatta datang lagi ke Berau dalam kapasitas sebagai pribadi dan tokoh masyarakat Banjarmasin. Bertemu kekeluargaan dengan Makmur HAPK.
Ada beberapa ide yang diusulkan dalam melihat potensi di daerah. Itu direspons dengan baik, terutama dalam pengelolaan sektor perkebunan kelapa sawit. Sebagai mantan Menristek, ada hal baru dan menarik yang bisa diterapkan.
Menjaga komunikasi bukanlah hal mudah. Bukan berkomunikasi di saat seseorang menjadi pejabat. Tak lagi jadi pejabat, apalagi sekelas menteri, terus dilakukan oleh Makmur HAPK. Meskipun juga Makmur tak lagi jadi seorang bupati.
Dengan siapapun, terutama pada pengambil kebijakan yang bisa berkontribusi pada daerah, komunikasi tetap dibangun. Baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi. Ibu Hetifah Sjaidufian misalnya, yang kini menjadi Wakil Ketua Komisi X DPR RI. Para mantan pejabat provinsi. Termasuk para kepala kampung yang ada di Berau.
Cara seperti inilah yang disukai oleh kalangan pejabat. Makmur dikenal ramah dan mudah akrab dengan siapapun. Apalagi sekarang menjabat sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur, jangkauan wilayah pemikirannya pun semakin luas. Tidak melulu memikirkan daerah yang memilihnya. (*/adv/udi)