Soal Pengajuan Izin Lokasi Perkebunan Sawit di Konsesi Batu Bara, Ketua DPRD Siap Lapor KPK

- Jumat, 21 Agustus 2020 | 19:23 WIB
Madri Pani
Madri Pani

TANJUNG REDEB – Pengajuan izin lokasi perkebunan kelapa sawit di atas lahan konsesi batu bara, mendapat tentangan dari Ketua DPRD Berau Madri Pani. Bahkan, Madri siap melaporkan pejabat Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Berau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jika menerbitkan izin yang diajukan tiga perusahaan perkebunan sawit tersebut.

“Saya jelas tidak setuju dan menolak. Kalau diterbitkan, saya akan laporkan KPK agar diusut tuntas,” tegasnya kepada Berau Post (20/8). Madri menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Batu Bara (Minerba), pertambangan di Indonesia diatur dalam wilayah pertambangan.

Pemerintah pusat menunjuk wilayah pertambangan dalam rencana tata ruang nasional setelah berkonsultasi dengan parlemen dan pemerintah daerah. Sebuah wilayah pertambangan dikategorikan dalam lima jenis mineral yaitu: radioaktif, mineral logam, batu bara, non logam, dan batuan. Wilayah pertambangan dikategorikan dan ditetapkan menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sebuah Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya dapat diberikan kepada perusahaan pertambangan untuk lokasi yang telah ditunjuk WIUP-nya.

“Pemegang izin pertambangan tidak memiliki kepemilikan tanah terhadap area pertambangannya, dan hanya diperbolehkan untuk mengambil satu jenis mineral di area konsesi mereka, dan tidak otomatis untuk mengeksploitasi mineral lainnya di konsesi yang sama,” jelas politikus Partai NasDem ini.

Ia melihat, masuknya tiga perizinan sawit di atas konsesi batu bara, sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi. Dirincikannya, pada pasal 16 ayat (1) peraturan menteri tersebut berbunyi; terhadap tanah yang telah diterbitkan keputusan pemberian atau perpanjangan izin lokasi yang masih berlaku efektif, dilarang menerbitkan izin lokasi baru untuk subjek yang berbeda. Sedangkan pada pasal 16 ayat (2) menegaskan; dalam hal diterbitkan keputusan pemberian izin lokasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin lokasi baru tersebut batal demi hukum. “Jadi jangan dipaksakan,” tegas Madri lagi.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Berau, Rudi Mangunsong mengatakan, ketiga perusahaan yang mengajukan izin lokasi perkebunan sawit, sifatnya baru mengajukan. “Kalau dari segi hukum, soal izin tidak dilarang, sebatas itu masih izin, sebelum keluar hasilnya. Jadi tidak masalah, tinggal dari instansi terkaitnya lagi,” katanya.

Menurut Rudi, bola panas pengajuan izin tersebut kini berada di DPMPTSP Berau. Apakah menyetujui pengajuan tersebut atau menolaknya. “Jangan sampai menimbulkan konflik ke depannya jika izin tersebut diterbitkan,” terang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.

Menurut Rudi, jika izin lokasi perkebunan tersebut diterbitkan, tentu ada pelanggaran hukum. Sebab izin lokasi di lahan tersebut sudah menjadi hak guna usaha (HGU) pihak lain. “Ini kan status tiga izin tersebut masih coba-coba, apakah disetujui atau tidak, kembali kepada instansinya,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, DPMPTSP Berau sudah menerima 2.511 pengajuan izin usaha dari 331 Nomor Induk Berusaha (NIB), melalui sistem online single submission (OSS), sepanjang 2020.

Dijelaskan Kepala DPMPTSP Berau Syamsul Abidin didampingi staf penerimaan OSS, Feri, ribuan pengajuan izin usaha yang masuk terbagi dalam berbagai jenis. Mulai dari usaha kecil, perkebunan, maupun peternakan. Tapi, dari jumlah pengajuan tersebut, baru sebanyak 1.160 izin usaha yang telah dinotifikasi pihaknya. “Sisanya masih menunggu,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/8).

Disebutnya, peningkatan jumlah pengajuan izin, paling banyak diterima pada Maret lalu. Sementara untuk merinci spesifikasi izin usaha yang masuk, Abidin menyebut harus disesuaikan dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI). Karena di setiap izin usaha yang diajukan, memiliki kode yang berbeda-beda. Ia mencontohkan, untuk izin usaha perkebunan saja, sudah terbagi lagi menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, dan lainnya. “Berbeda-beda itu kodenya. Tergantung pengajuan izin usahanya,” katanya.

Walau tidak bisa merincikan satu per satu jenis izin usaha yang masuk, namun Abidin menyebut ada tiga pengajuan izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit yang masuk wilayah konsesi pertambangan batu bara. Tapi ketiganya belum bisa diproses pihaknya. “Kalau izinnya diterbitkan, maka akan bertentangan karena ada dua izin yang berlaku,” katanya.

Ia menambahkan, dengan sistem OSS, siapapun berhak untuk mengajukan izin usaha, asal sesuai dengan peraturan dan tidak melanggar aturan perundangan. “Tidak ada larangan, silakan saja. Asal koridornya tidak berhadapan dengan masalah hukum. Jika berhadapan dengan hukum, tentu kami tidak akan proses,” pungkasnya. (hmd/udi)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB
X