Dipasarkan di Luar Berau, Satu Motif Diproduksi Terbatas

- Selasa, 6 Oktober 2020 | 20:15 WIB
LESTARIKAN BATIK: Pembatik yang bergabung di Kelompok Putri Maluang Batik, yang didirikan Putri Arofah, di Kampung Maluang, Kecamatan Gunung Tabur.
LESTARIKAN BATIK: Pembatik yang bergabung di Kelompok Putri Maluang Batik, yang didirikan Putri Arofah, di Kampung Maluang, Kecamatan Gunung Tabur.

Batik merupakan salah satu budaya warisan Indonesia. Batik memiliki arti kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain. Tidak semua orang bisa membuat batik. Bahkan pembuatan batik membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Maulid Hidayat, Gunung Tabur

DI Kabupaten Berau ada kelompok pembuat batik. Kelompok itu bernama Putri Maluang Batik, yang didirikan Putri Arofah, di Kampung Maluang, Kecamatan Gunung Tabur. Putri mendedikasikan dirinya untuk membentuk kelompok dan menggandeng kaum muda membuat batik dan menggunakan batik sebagai ciri khas Indonesia.

Kelompok batik yang dibentuk sejak 2018 lalu, tidak langsung berjalan mulus. Rintangan datang silih berganti. Mulai dari tidak ada peminat untuk bergabung, hingga pasar batik yang susah. Namun, Putri tidak menyerah. Ia terus berupaya agar batik yang ia buat bisa menembus pasar dan diminati kaum milenial.

“Saya hobi menggambar, dan kebetulan ada pelatihan saya ikut,” ujarnya, kepada media ini, sembari membuat pola batik pada sebuah kain.

Ia menuturkan, untuk pembuatan batik membutuhkan waktu yang cukup lama. Yakni bisa mencapai lima hari. Putri menjelaskan, Kelompok Putri Maluang Batik, memproduksi 3 jenis batik, yakni Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Print.

Batik Tulis yakni hasil proses produksi batik dengan teknis pengerjaan motifnya ditulis langsung dengan manual oleh pembatik. Untuk menulisnya, dapat memakai canting yang dibuat dari tembaga dilengkapi gagang dari bambu. Ujung dari canting punya lubang yang berbagai macam, hingga dapat mengatur ukuran motifnya. Di samping itu, ada bak penampung canting yang diberi nama dengan nyamplung. Alat ini berisi cairan malam atau pewarna, bergantung dari teknik batik yang nanti akan dipakai. Batik tulis warna adalah teknik batik tulis dengan menuliskan cairan malam lewat canting tulis.

Sedangkan untuk Batik Cap adalah salah satu jenis hasil proses produksi batik yang menggunakan canting cap. Canting cap yang dimaksud di sini mirip seperti stempel, hanya bahannya terbuat dari tembaga dan dimensinya lebih besar, rata-rata berukuran 20x20 sentimeter. Sementara Batik Print yakni batik yang didesain kemudian di print. Biasanya menggunakan bahan kimia.

“Paling gampang ya batik print. Sehari bisa buat sampai lima lembar. Sedangkan paling susah yakni pembuatan batik tulis. Bisa sampai seminggu, karena harus benar-benar teliti dan tidak bisa sembarangan,” ujarnya.

Untuk mendapatkan malam atau lilin, dijelaskan Putri, biasanya menggunakan bahan alami. Tidak bercampur dengan bahan kimia apapun. Sehingga harganya pun cukup mahal. Ukuran dua meter bisa mencapai harga Rp 400 ribu hingga jutaan rupiah. “Kami ingin membuat batik Batiwakkal. Yakni batik khas Berau,” katanya.

Putri menambahkan, untuk batik khas Berau sendiri yakni diambil dari tekstur alam. Seperti bentuk daun kantong semar dan daun pegagan dan juga katu lada, dan air pasang surut. Terdapat juga perpaduan antara motif buah mangrove atau perangat, dan penyu sebagai ikon Berau. Batik ini dalam satu motif hanya diproduksi sampai 10 unit saja. Agar terkesan limited edition. Serta tidak memiliki kesamaan yang banyak. Sehingga peminat tidak kecewa.

Daun pegagan sendiri menurut Putri merupakan daun khas Berau, atau dalam bahasa Banua (Berau, Red)  yakni daun kukuran. Daun  pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan. Sering digunakan sebagai penutup tanah, adakalanya dimakan sebagai sayuran. Berkhasiat sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit. Serta memiliki motif yang unik, sehingga cocok dijadikan model batik.

“Kenapa diproduksi sedikit saja. Tentu akan membuat pelanggan kecewa jika jumlah yang diproduksi cukup banyak. Berbeda hal jika itu pesanan suatu instansi,” katanya.

Batik khas Berau yang diproduksi di Kampung Malung, awalnya memang tertatih untuk mendapatkan pasar. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini. Pasar naik turun. Begitu juga pemesan batik Berau. Namun, berjalannya waktu, Putri Malung Batik, membuktikan diri dengan menembus pasar hingga ke Samarinda. Peminatnya juga tidak sedikit. Bahkan, Putri menuturkan, akan mendesain batik yang disukai oleh kaum milenial, agar budaya batik tidak hilang tergerus modernisasi budaya kebarat-baratan.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X